GOPOS.ID, GORONTALO – Viralnya pernyataan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie tentang larangan boncengan satu motor walaupun berstatus suami-istri, selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan hal yang aneh.
Bagi orang awam memang kebijakan ini agak sedikit kurang dipahami. Tapi dimata praktisi hukum. Pernyataan gubernur sudah sesuai dengan pedoman penyelenggaraan PSBB di daerah sesuai isi dalam Pergub itu sendiri.
Jupri salah seorang pengamat hukum yang juga pengajar di salah satu universitas di Gorontalo mengatakan, sejatinya tidak ada yang aneh dengan pernyataan Gubernur Gorontalo. Apalagi dianggap menyelisih pergub yang ditandatanganinya sendiri.
Semua norma dalam Bab dalam Pergub tentang PSBB tersebut, semua moda transportasi. Baik mobil penumpang dinas dan/atau pribadi termasuk angkutan pelayaran rakyat dibatasi jumlah maksimal 50 persen dari jumlah kapasitas angkutan.
Malahan untuk kendaraan bermotor lebih jelas lagi dalam Pasal 21 ayat 5 huruf b berbunyi
“Tidak mengangkut penumpang/berboncengan”. Artinya bahwa, tidak ada pengaturan status hubungan disitu sehingga harus dikecualikan.
Dan norma dalam pergub itu, berlaku umum. Bahwa ketika warga naik motor pribadi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau aktivitas lain sebagaimana yang diperbolehkan dalam pembatasan PSBB. Maka tidak boleh berboncengan.
“Saya tegaskan bahwa bila anda naik motor. Maka tidak boleh berboncengan dengan siapapun itu. Kedua, bahasa hukum atau perundang-undangan itu harus jelas. Karena Indonesia menganut asas legalitas dengan beberapa prinsip dasar,” ungkapnya.
Prinsip dasar yang dimaksud itu diantaranya, prinsip Lex Certa (rumusan aturan itu harus jelas) dan Lex Stricta (rumusan aturan itu harus tegas tanpa ada analogi. Makanya rumusan Pasal 21 ayat 5 huruf b sangat jelas nan tegas melarang berboncengan.
Baca juga: Warga Binaan Kategori Asimilasi Dapat Bahan Pokok Bersubsidi dari Pemprov Gorontalo
Bagi Jupri, namanya juga Pembatasan Sosial, maka wajar bila ada pembatasan yang seandainya jika saja berada dalam kondisi normal. Ini tidak mungkin terjadi.
Hanya saja, kita harus paham bahwa seluruh dunia saat ini tersebar pandemi COVID 19. Sehingga PSBB harus kita maknai sebagai upaya penyelamatan kita semua.
“Pembatasan PSBB ini sesuai dengan azas Hukum yang berbunyi Lex Dura Sed Tamen Scripta, artinya Hukum itu Keras dan memang itulah bunyinya”, tutup Jupri. (rls)