GOPOS.ID, GORONTALO – Verifikasi partai politik (parpol) calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 saat ini sedang berlangsung. Ketidakpuasan yang berujung sengketa berpotensi mewarnai pelaksanaan tahapan yang sudah memasuki verifikasi faktual tersebut. Menyikapi hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo menggelar diskusi terpumpun atau Focus Grup Discussion (FGD) yang mengangkat tema Keadilan Elektoral dalam Penanganan Sengketa Proses Tahapan Verifikasi Parpol Calon Peserta Pemilu 2024, Senin (31/10/2022).
FGD yang dipusatkan di Ballroom Hotel Aston Kota Gorontalo itu menghadirkan keynote speaker Anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin, dan pembicara akademisi Prof. Rauf Hattu, Dr. Bala Bakri, Dr. Salahudin Pakaya, Anggota Dewan Perludem, Titi Angraini, serta Plt Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Sekjen KPU RI, Nur Syarifah.
Mochammad Afifuddin mengemukakan, saat ini ada lima partai politik (Parpol) yang mengajukan sengketa terhadap hasil verifikasi administrasi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Kelima parpol itu mengajukan sengketa setelah dinyatakan tidak lolos dalam pendaftaran dan verifikasi administrasi KPU.
“Proses sengketa kelima parpol tersebut masih berjalan,” kata Afif melalui daring.
Prof. Rauf Hattu dalam pemamarannya mengemukakan, pemilihan (vote) pada Pemilu oleh masyarakat yang punya hak pilih hanya berlangsung sekitar 5 menit. Akan tetapi proses untuk menyiapkan pelaksanaan Pemilu membutuhkan waktu yang pajang. Dalam proses tersebut tak jarang respon sebagian masyarakat tidak selaras dengan upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Seperti ketika melakukan sosialisasi. Ada masyarakat yang menolak untuk mengikuti sosialisasi, bahkan mereka mengejar (emosional, red) terhadap penyelenggara yang mengajak untuk ikut sosialisasi,” kata Rauf Hattu.
Hal senada disampaikan Titi Angraini. Menurutnya, Pemilu di Indonesia merupakan Pemilu yang paling besar, kompleks, dan rumit di dunia. Maka dalam situasi tersebut tantangan yang dihadapi dalam mengelola Pemilu di Indonesia adalah profesionalisme.
“Kemudian partisipasi masyarakat juga sangat dibutuhkan. Tidak hanya berhenti pada memberi suara di kotak-kotak pemilih saja. Tetapi juga ikut berkontribusi untuk menghadirkan kerangka hukum demokratis,” kata Titi Angraini.
Terpisah, Dr. Bala Bakri, mengingatkan pentingnya basis data oleh lembaga penyelenggara pemilu. Sebab satu di antaranya yang paling dipermasalahkan dalam sengketa adalah basis data.
“Penyelenggara Pemilu harus punya backup data yang kuat,” ujar Bala Bakri.
Sebelumnya Ketua KPU Provinsi Gorontalo, Fadliyanto Koem, menyampaikan pelaksanaan FGD diharapkan bisa menorehkan pemikiran dan gagasan dalam rangka memaksimalkan fungsi dan peran KPU. Terutama dalam melayani peserta pemilu serta warga negara yang memiliki hak pilih.
“KPU berfungsi melayani peserta pemilu maupun pemilih,” kata Fadilyanto Koem.(Andi/gopos)