GOPOS.ID, POHUWATO – Keberadaan tambang emas tanpa izin kerap dikaitkan dengan sumber penghasilan masyarakat. Banyak masyarakat kecil bergantung hidup di kawasan yang dinilai ilegal tersebut.
Akan tetapi kenyataan keuntungan terbesar dari hasil tambang dinikmati oleh para cukong dan pemilik alat berat. Hal itu turut terjadi di lokasi tambang emas ilegal di wilayah Kabupaten Pohuwato. Selain para pemilik tambang, keuntungan terbesar turut dikeruk oleh pemilik alat berat. Contohnya untuk biaya sewa. Beredar kabar bila harga sewa alat berat untuk lokasi tambang mencapai Rp1 juta per jam. Tak heran, berlimpahnya keuntungan yang diperoleh membuat para pemilik modal berlomba-lomba menerjunkan alat berat ke lokasi.
Akan tetapi pemanfaatan alat berat dalam aktivitas penambangan ilegal berdampak besar pada kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Karena itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Pohuwato melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan melakukan penertiban terhadap keberadaan alat berat yang beroperasi di tambang emas tanpa izin.
Kepala Dinas DLH Pohuwato, Bahari Gobel, mengatakan berdasarkan identifikasi LSM yang melakukan unjuk rasa di DPRD beberapa pekan lalu, sedikitnya ada 78 alat berat yang beroperasi. Sebanyak 20 unit beroperasi di lokasi tambang perbatasan Desa Hutamouti dan Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo tepat di daerah aliran sungai dan tidak jauh dari kantor Camat Dengilo. Sementara 58 alat berat lainnya beroperasi ilegal di lokasi pertambangan Botudulanga, Desa hulawa kecamatan Buntulia.
“Bila nantinya kawasan emas ini menjadi wilayah pertambangan rakyat maka masyarakat bisa mengelola. Akan tetapi tidak boleh ada alat berat, karena berpotensi merusak lingkungan,” ujar Bahari.
Menurut Bahari, penggunaan alat berat sama halnya mengekplotasi besar-besaran kawasan tambang yang ada di Pohuwato.
“Kita mempertimbangkan dampaknya. Diibaratkan masih seribu tahun kita kerja ini tambang, tapi sudah habis dalam 10 tahun,” ujarnya. (red/gopos)