GOPOS.ID, BLITAR – Wali Kota Blitar, Santoso berharap bangunan Museum Pembela Tanah Air (PETA), nantinya bisa menjadi referensi untuk belajar sejarah. Terutama bagi anak-anak muda.
Hal itu disampaikannya saat Diskusi Publik Sejarah Blitar tentang Pemberontakan Tentara PETA Blitar di Balaikota, Koesoemo Wicitra, Selasa (20/9/2022).
Menurut Santoso, pembangunan museum tersebut juga tak lepas dari sosok bersejarah dari Blitar, yakni Shoedanco Supriyanto yang merupakan sosok penting dalam sejarah pemberontakan PETA.
“Supriyadi kebanggaan masyarakat Kota Blitar. Ini harus dipahamkan kepada anak cucu kita,” kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar ini.
Terkait tujuan diskusi tentang pemberontakan tentara PETA di Blitar itu, Santoso menyebut, agar tidak ada lagi perdebatan pro dan kontra terkait Supriyadi maupun pemberontakan PETA.
“Jangan ada lagi perdebatan pro dan kontra terkait keberadaan Supriyadi. Ada yang menganggap sudah dibunuh Jepang. Ada yang bilang hilang tanpa meninggalkan jejak (moksa),” ujarnya.
Maka dari itu, lanjutnya, pihaknya menghadirkan pelaku-pelaku sejarah guna berkumpul dalam rangka melengkapi referensi sejarah yang saat ini sudah ada.
“Sehingga anak-anak muda mengetahui di Kota Blitar, ada pemberontakan PETA kepada Jepang di Kota Blitar,” jelas mantan Wakil Wali Kota Blitar ini.
Lebih lanjut, Santoso menjelaskan, sebenarnya di Kota Blitar setiap tahunnya pada 14 Februari selalu diselenggarakan drama kolosal pemberontakan PETA. Tujuannya, untuk mengenang sejarah masa lalu.
“Para pejabat di lingkungan Pemkot Blitar secara bergiliran menjadi pemeran dalam drama kolosal tersebut. Ada yang menjadi Supriyadi maupun menjadi tentara Jepang,” tandasnya.
Terakhir, kata Santoso, pihaknya akan segera merealisasikan pembangunan Museum PETA di Kota Blitar. Agar bisa menjadi bangunan cagar budaya yang punya nilai sejarah.
“Sekolah-sekolah yang ada di kawasan Museum PETA juga sudah mulai dipindahkan. Sehingga di situ benar-benar digunakan untuk situs sejarah,” pungkasnya. (mt/adv/gopos)