Oleh :
Ali Mobiliu
Pembangunan Masjid Raya Provinsi dan Islamic Center sebagai ikon Gorontalo Serambi Madinah, hingga kini nasibnya tidak jelas.
PADAHAL gagasan pembangunan Masjid dan Islamic Center Provinsi itu, dicanangkan sejak tahun 2016 di era kepemimpinan Pj. Gubernur Gorontalo, Prof. Zundan Arief Fachrullah.
Itu artinya, sudah 8 tahun lamanya, niat baik nan mulia Pj.Gubernur Prof. Zundan Arif Fachrullah kala itu, telah melewati masa kepemimpinan 3 Gubernur sekaligus, yakni Gubernur definitif Rusli Habibie 5 tahun, Pj. Gubernur Hamka Hendra Noer 2022-2023 dan Pj. Gubernur Ismail Pakaya2023-2024. Sekarang sudah memasuki masa kepemimpinan Pj Gubernur yang baru, Mohamad Rudy Salahuddin (2024-2025).
Sebenarnya, sejak awal pencanangan pembangunan yang justru pertama kali digagas oleh Prof. Zundan yang nota bene bukan orang Gorontalo dan berstatus ‘Penjabat” pula, dapat memunculkan pertanyaan, mengapa justru pemimpin dari luar yang berstatus Penjabat yang terkesan memiliki semangat dan komitmen, bahkan menggagas solusi di tengah pesismisme karena keterbatasan anggaran?.
Kala itu, Penjabat Gubernur Prof. Zundan yang mulai menjabat Oktober 2016, mencanangkan gerakan”Sedekah Harian” yang ditujukan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) Provinsi Gorontalo. Di hadapan Sidang Paripurna DPRD dalam rangka HUT Provinsi Gorontalo 5 Desember 2016, Pj. Gubernur Zundan memproyeksikan, jika dalam sepekan terkumpul Rp. 30 juta, maka sebulan terkumpul Rp. 120 juta dan setahun mencapai Rp. 1,4 miliar.
Dalam perkembangannya, antusias ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi cukup tinggi. Buktinya, seperti dilansir laman resmi Pemerintah Provinsi Gorontalo (17/2/2017), hingga tanggal 6 Februari 2017 atau hanya dalam waktu 2 bulan setelah pencanangan, sudah terkumpul Rp.161 juta. Itupun baru sebatas Sedekah Harian ASN Pemprov Gorontalo. Jumlah tersebut diyakini akan jauh lebih besar lagi melampaui target, jika gerakan Sedekah Harian itu terus digemakan dan diperluas hingga ke masyarakat umum.
Artinya, proyeksi Penjabat Gubernur Prof. Zundan Fachrullah yang menargetkan setahun Rp. 1,4 miliar, diyakini bisa tercapai. Sayangnya, sepeninggal beliau, gerakan Sedekah Harian itu meredup, hingga tidak lagi menggema secara massif dan meluas di kalangan masyarakat Gorontalo.
Jika saja, semangat Penjabat Gubernur Zundan Arief Fachrullah saat itu tetap terpatri, maka dengan asumsi Rp. 1,4 miliar setahun, sejatinya pada 1 Mei 2024 atau 8 tahun, sudah mencapai angka Rp. 1,4 miliar X 8 = Rp. 11,2 miliar.
Angka tersebut sangat jauh berbeda, dengan capaian per 1 Mei 2024. Sebagaimana yang dilansir laman resmi Pemerintah Provinsi (2/5/2024), bahwa dana dari masyarakat yang terkumpul sebesar Rp. 3,5 miliar. Padahal, angka tersebut diyakini akan jauh lebih besar lagi, jika gerakan “Sedekah Harian” tersebut konsisten dijalankan oleh penerusnya.
Sebagai seorang Guru Besar, sebelum menunaikan tugas di Gorontalo, Prof. Zundan sudah pasti terlebih dahulu mempelajari dan menyelami kultur masyarakat Gorontalo. Dengan demikian, Gerakan Sedekah Harian yang ia canangkan, diyakini telah melalui proses pemikiran dan kajiannya sebagai seorang intelektual yang sesuai dengan kultur dan karakteristik masyarakat Gorontalo.
Memang benar adanya, bahwa semenjak dulu, semiskin-miskinnya masyarakat Gorontalo, masih tetap memiliki daya empati sosial dan keagamaan yang kuat. Bagi masyarakat Gorontalo, sedekah sebagai ladang amal yang sesulit apapun, tetap ditunaikan.
Hal itu sudah menjadi spirit orang Gorontalo yang sejak dulu mewarisi semangat “Payu Limo Totalu Lipu Pe’i hulalu” atau 5 prinsip dasar untuk memuliakan negeri (Lipu). Salah satunya adalah “Upango potombulu” atau harta diwakafkan untuk agama, amal dan kemanusiaan.
Tidak heran, meski Gorontalo hari ini dikenal sebagai daerah termiskin di Indonesia, tapi sangat jarang, bahkan tidak ada kasus “orang mati kelaparan” di daerah ini.
Demikian juga dengan keberadaan Masjid dan Musholla yang terus bertumbuh dan meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.
Selain itu, semangat mohuyula, moheluma, mo’awota, motiti’ayowa dan modelo hilawo dalam semangat buhuta waw walama, menjadi instrumen penting yang semestinya terus dirangsang dan dibangkitkan kembali di tengah masyarakat, tidak hanya untuk menggalang fasilitas keagamaan, tapi juga sangat penting sebagai modal dasar untuk membangun dan memajukan Gorontalo di berbagai sektor.
5 prinsip dasar yang terkandung dalam “Payu Limo Totalu Lipu Pe’i hulalu” sebagai “Pancasilanya” Gorontalo tersebut, yakni Bangusa Talaalo, Lipu Poduluwalo, Batanga pomaya, Nyawa podungalo dan Upango Potombulu. Sejatinya 5 prinsip dasar tersebut menjadi sumber nilai bagi kebangkitan Gorontalo.
Sangat disayangkan, justru di era Penjabat Prof. Zundan Arief Fachrullah yang bukan orang Gorontalo justru “paling paham” kultur Gorontalo hingga memiliki semangat dan spirit mencetuskan gerakan Sedekah Harian sebagai solusi di tengah pesimisme mewujudkan Masjid Raya Provinsi dan Islamic Center Gorontalo.
Sementara, pasca kepemimpinan Prof. Zundan, 3 kali Gubernur berganti dengan “orang Gorontalo” atau putra daerah sendiri, namun seakan tidak mampu menggalang sumber nilai kearifan leluhurnya sendiri, seperti “Buhuta waw walama”, malah sebaliknya “Bo bubuluhuta waw hahamawa”.
Terlepas dari semua itu, jika mencermati semangat dan spirit mewujudkan pembangunan Masjid Raya dan Islamic Center, sebagai ikon Gorontalo Serambi Madinah, harus jujur diakui, bahwa tokoh yang memiliki kesamaan visi dan solusi dengan Prof. Zundan Fachrullah, adalah tertuju pada Prof. Nelson Pomalingo, Bupati Gorontalo hari ini. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Gorontalo, Prof. Nelson menunjukkan komitmennya yang demikian tulus.
Semasa pemerintahan Pj Gubernur Hamka Hendra Noer misalnya, selaku Ketua DMI, Prof. Nelson secara intens melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi. Bahkan tidak hanya itu saja, Prof. Nelson sudah turun tangan memberikan solusi menghibahkan lahan di Desa Lupoyo dan Bulota Kecamatan Telaga Biru, atau tidak jauh dari Danau Limboto yang ia tawarkan menjadi alternatif lokasi pembangunan Masjid Raya Provinsi dan Islamic Center.
Dengan begitu, anggaran untuk pembebasan lahan yang Rp. 15 miliar dari APBD Provinsi dan dana dari masyarakat yang Rp. 3,5 miliar itu dapat dialihkan untuk pembangunan fisiknya.
Uluran tangan Bupati Gorontalo itu sudah ada kesepakatan dan diterima baik oleh Pj. Gubernur, Hamka Hendra Noer yang juga menjadi Ketua Panitia pembangunan kala itu. Sayangnya, sampai dengan masa tugasnya berakhir, peletakkan batu pertama saja belum juga terealisasi.
Oleh karena itu, seiring pelantikan Pj. Gubernur Gorontalo yang baru Bapak Dr. Ir. Mohamad Rudy Salahuddin, diharapkan dapat meninggalkan “legacy” dan mengukir sejarah, merealisasikan Masjid Raya Provinsi dan Islamic Center di daerah ini.
Paling tidak, Pj. Gubernur yang baru ini, dapat mewarisi spirit Pj. Gubernur Zundan Arief Fachrullah untuk mencetuskan kembali “Sedekah Harian” yang pernah dicanangkan Pj. Gubernur Zundan pada 2016 silam.
Bahkan lebih dari itu, Gerakan Sedekah Harian ini tidak hanya digaungkan di lingkungan ASN Pemprov, tapi bisa diperluas hingga di lingkungan ASN Kabupaten dan Kota dan di tingkatan masyarakat umum.
Dengan begitu diharapkan tahun ini, pembangunan Islamic Center sudah dapat diwujudkan tanpa membebani APBD, sehingga Gubernur terpilih hasil Pilkada 2024 tinggal melanjutkannya hingga tuntas.
Terbersit sebuah keyakinan, bahwa para Bupati dan Walikota akan mendukung dan mensuport upaya ini. Bagaimanapun, Bupati dan Walikota, termasuk pimpinan dan Anggota DPRD, akan risih jika tidak mendukung upaya ini. Apalagi Pj. Gubernur sekarang berasal dari suku lain sehingga orang Gorontalo tidak ingin “Odulopa”, sebagaimana ungkapan yang diwariskan oleh orang tua dulu “Penu demo’odulopo asali Dja Odulopa” yang artinya biar nanti mendapatkan kesan yang tidak baik dari orang lain, asal jangan orang lain yang mendapatkan kesan yang tidak baik dari diri kita.
Yang jelas, bagi masyarakat Gorontalo, Masjid Raya Provinsi dan Islamic Center, tidak hanya sekadar impian,harapan dan cita-cita, tapi juga menjadi simbol kebanggaan dan eksistensi Gorontalo sebagai Serambi Madinah dan daerah adat yang bersendikan Syara’dan syara’bersendikan Kitabullah.
Semoga saja Pj. Gubernur Gorontalo kali ini, akan tampil lebih elegan, memainkan peran penting bagi masyarakat Gorontalo, bukan memerankan pesan-pesan sponsor, orang dan elit tertentu, tapi benar-benar bersikap adil dan bijaksana, sebagaimana pesan yang telah tertuang dalam ritual prosesi adat Molo’opu maupun Mopotilolo. (*)