GOPOS.ID, GORONTALO – Pagi tadi, (27/9/2019) Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Suluttenggomalut, Dasrial bersama-sama direksi BPJS Cabang Gorontalo bertemu dengan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie dikediaman pribadi di kelurahan Moodu, Kota Timur.
Pertemuan ini membahas terkait persoalan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sering kali terlambat pembayarannya.
Rusli Habibie pun geram melihat kondisi bahwa RS di Gorontalo tertunda-tunda pembayaranya. Padahal sejauh ini Pemerintah provinsi Gorontalo tidak pernah terlambat dalam membayarkan iuran peserta BPJS yang ditanggung oleh pemerintah (PBI).
Namun dalam pelaksanaannya, rumah sakit pemerintah malah sering kali terlambat dibayarkan klaimnya oleh BPJS. Sehingga membuat dokter, tenaga medis maupun pelayanan kesehatan di rumah sakit sering terganggu. Tiap bulan Pemerintah Provinsi Gorontalo membayar iuran sebesar Rp 4,1 miliar ke BPJS.
Belum lagi Pemda kabupaten/kota yang nilainya hampir sama dengan iuran Pemprov yakni Rp 4,2miliar. Itu untuk menanggung 361.153 orang peserta BPJS yang ditanggung iurannya oleh pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi.
Baca juga:Â Iuran BPJS Peserta Jamkesta di Gorontalo Tersedia Hingga Akhir Tahun 2019
“Kami pemerintah Provinsi Gorontalo tidak pernah terlambat membayarkan premi bagi peserta PBI. Tetapi kok BPJS sering terlambat membayar klaim ke rumah sakit. Khususnya rumah sakit pemerintah Provinsi RSUD dr. Hasri Ainun Habibie,” kata Rusli Habibie.
Rusli tidak ingin manajemen rumah sakit di daerah yang sering kali disalahkan oleh dokter maupun tenaga medis dalam pembayaran kliam ini.
“Sulit menjelaskan kepada dokter maupun tenaga medis. Bagaimana pun pimpinan rumah sakit hingga ke Gubernur, mereka (tenaga medis) yang sering mengeluh,” paparnya.
Situasi ini ditegaskan Rusli jika tidak dapat diselesaikan oleh BPJS. Maka pemerintah Provinsi Gorontalo akan menarik diri dari kepesertaan BPJS.
“Apalagi tahun depan iuran BPJS akan naik. Otomatis pemerintah akan menambah anggaran iuran PBI. Jika seperti ini, maka kami akan menarik diri kalau kelurahan dari rumah sakit untuk klaim BPJS tidak diindahkan,” papar Rusli.
Baca juga;Â 71 Ribu Peserta BPJS Kesehatan Dinonaktifkan
Ditempat yang sama, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Suluttenggomalut, Dasrial mengatakan bahwa apa yang menjadi penyampaian Gubernur Gorontalo akan menjadi catatan penting bagi BPJS.
Sebab di Gorontalo sendiri, peran pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk membayarkan premi bagi masyarakat yang kurang mampu sangat tinggi. Mencapai 60 persen beban pemprov dan 40 persen beban kabupaten/kota.
“Kami mengapresiasi komitmen pemprov dan kabupaten/kota di Gorontalo. Tidak banyak kabupaten/kota atau provinsi yang menanggung iuran masyarakatnya,” kata Dasrial.
Nah, untuk proses pembayaran klaim sendiri terhambat oleh adanya defisit dari BPJS.
“Kita sedang mengalami cash flow. Itu tidak terjadi di Gorontalo. Tetapi diseluruh Indonesia,” terangnya.
Untuk Gorontalo sendiri, pembayaran iuran BPJS yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 67 miliar, namun pengeluaran yang harus ditanggulangi oleh BPJS mencapai Rp 80 miliar lebih.
“Artinya lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukkan. Namun kami tetap berkomitmen besar dalam membayar seluruh klaim dari rumah sakit di Gorontalo. Kita bayarkan secara bertahap. Rumah sakit mana yang sudah memasukan terlebih dahulu kliamnnya, itu yang akan kami proses,” tandasnya. (andi/gopo)