GOPOS.ID, GORONTALO – Dinas Sosial Provinsi Gorontalo terus memaksimalkan upaya pelindungan anak terhadap radikalisme dan terorisme. Langkah tersebut di antaranya melalui peran forum koordinasi tentang Pelindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme di Provinsi Gorontalo.
Forum yang digelar di Hotel Damhil, Kota Gorontalo, Rabu (14/8/2019) itu, bertujuan menyamakan persepsi, pemahaman, serta meningkatkan komitmen pelaksaaan Undang-undang terkait perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme. Selain itu melalui forum koordinasi dapat mewujudkan draf peraturan gubernur mengenai pelindungan anak dari radikalisme dan terorisme.
Forum koordinasi pelindungan anak ini menghadirkan narasumber: Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP-PA), Nahar,S.H.,M.Si; Asisten Deputi Konflik Sosial Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Ponco Respati Nugroho; Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi Kemen PP-PA, Hasan,S.H; Sekretaris Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Gorontalo, Ani M.Hasan; Kepala Dinas Sosial PP-PA Provinsi Gorontalo, Risman Kujiman Sunge; Kepala BKKBN Provinsi Gorontalo, Muhammad Edi Muin; Kepala Bidang pemberdayaan Perempuan Dinas Sosial PP-PA Provinsi Gorontalo, Nurhayati Olii; serta Kepala Seksi Pemenuhan Hak Perempuan Dinas Sosial PP-PA Provinsi Gorontalo, Ferdy Rus Modanggu.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PP-PA, Nahar, mengatakan anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia serta bangsa dan negara. Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas–luasnya untuk hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal.
“Komitmen Negara untuk menjamin upaya pelindungan anak ditunjukkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2),” ujar Nahar.
Baca juga: Simulasi Tes CPNS Digelar 19-31 Agustus
Menurut Nahar, salah satu isu yang sekarang ini ramai dibicarakan adalah radikalisme dan terorisme. Terorisme menyebabkan anak dapat berkonflik dengan hukum karena terlibat dalam tindak pidana terorisme.
“Anak juga mengalami stigma dari orang tua yang melakukan tindak pidana terorisme,” ucap Nahar.
Nahar mengusulkan pemerintah daerah memiliki kebijakan tentang pelindungan anak dari radikalisme dan terorisme.
“Adanya payung hukum dan koordinasi yang baik menjadi hal penting, agar upaya perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme di daerah berjalan dengan baik,” tutur dia.
Sementara itu Risjon Sunge mengatakan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) pada 2017 merilis lima daerah tertinggi radikalisme. Provinsi Goorontalo masuk urutan kedua dalam lima daerah tersebut.
“Hal ini menjadi perhatian bersama untuk pelindungan anak. Anak ini adalah penerus cita–cita bangsa indonesia yang harus dilindungi dan semua hak-hak mereka harus dipenuhi,” kata Risjon.(adm-02/gopos)