GOPOS.ID, BLITAR – Pemerintah harus memperhatikan nasib para petani, saat mengambil kebijakan impor garam. Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim), Erma Susanti, Selasa (4/5/2021).
Menurut Erma, Jatim mempunyai daerah yang menjadi lumbung garam. Yaitu di Madura, dan sejumlah daerah lain yang mempunyai pantai. Juga ada perusahaan BUMN, yakni PT Garam yang terdapat di Jatim pula.
“Sebenarnya kalau dilihat dari sisi produksi itu sangat tinggi. Kemudian petani garam kita juga banyak. Lalu apa yang menjadi persoalan mengapa harus impor garam. Juga Kenapa industri tidak mau menyerap dari petani garam. Apa persoalannya, itu juga harus jelas.” Kata Erma Susanti.
Politisi PDIP ini mencontohkan kemungkinan persoalan, yang menyebabkan pemerintah mengimpor garam. Kemungkinannya kadar NaCl garam di dalam negeri kurang. Sehingga menjadi penyebab perlu melakukan impor. Oleh karena itu, solusinya bagaimana meningkatkan kualitas dari hasil produksi petani. Agar nanti bisa menjadi prioritas untuk konsumsi di dalam negeri.
Selain kadar NaCl, sebelum melakukan kebijakan impor, lanjut Erma, data yang digunakan harus jelas. Yakni data antara supply dan demand. Dengan begitu tidak terjadi over supply ataupun kekurangan saat adanya permintaan yang tinggi.
“Ini kan tataniaga perlu ada pendataan yang jelas. Dinas terkait harus membuat neraca garamnya secara bagus. Sehingga memenuhi supply dan demand. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kelangkaan yang menyebabkan impor.” Lanjutnya.
“Kalau berdasarkan data memang stoknya benar-benar tidak ada. Dan ternyata permintaannya tinggi. Maka harus melakukan impor.” Tambahnya.
Oleh karena itu, sambung Erma, neraca terkait dengan supply dan demand harus dibuat secara jelas. Jangan sampai dibuat abal-abal. Selain itu juga harus ada komunikasi yang baik pada lintas dinas. Kalau hal tersebut tidak dilakukan, pasti pihaknya akan menolak impor.
“Misalnya kaitan kualitas garam, dan industri tidak mau menyerap garam petani. Itu harus diperjelas persoalannya apa untuk dicarikan jalan keluar.” Imbuhnya.
Lebih dari itu, patokan dari industri biasanya sulit untuk dipenuhi petani garam. Biasanya harus mengandung kadar air sekian persen. Kemudian permasalahan lain, produksi dari petani juga belum memenuhi kebutuhan industri.
“Apakah memang persoalannya itu. Perlu diperjelas, sehingga rekomendasinya juga jelas. Jadi misalnya meningkatkan kualitas produksi, dan seterusnya. Pasti ada teknologi yang bisa meningkatkan itu.” Tandas Wakabid Perempuan dan Anak, DPD PDI Perjuangan Jawa Timur ini.
Erma menjelaskan, kedepannya harus ada solusi bagaimana nilai tambah garam bisa ditingkatkan. Terutama untuk hasil produksi dalam negeri. Bisa saja PT Garam membuat inovasi-inovasi, untuk produksinya yang berguna untuk kebutuhan industri.
“Ini harus menjadi komitmen bersama. Baik dari pemerintah provinsi, DPRD, Industri, dan petani. Bagaimana peningkatan kualitas garam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga tidak melakukan impor garam,” pungkasnya. (mt/gopos)