GOPOS.ID, JAKARTA – Empat kerawanan diprediksi akan terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Hal ini disebabkan belum adanya kepastian berakhirnya pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/5/2020).
“Kerawanan pilkada di tengah pandemi ini. Pertama kerentanan masyarakat karena sedang krisis ekonomi,” kata Afifuddin.
Menurutnya, masyarakat pasti memilih kepastian virus Corona menghilang daripada kepastian pelaksanaan pilkada.
“Masyarakat juga akan memilih aktivitas yang berdampak ke ekonomi daripada penyelenggaraan pilkada,” tegasnya.
Selain itu, kerawanan kedua potensi politisasi bantuan sosial (bansos) juga akan muncul. Bahkan Bawaslu telah menemukan 23 titik atau daerah yang terjadi politisasi bansos.
Afifuddin menyebutkan, pengawasan dan penindakan dugaan pelanggaran pilkada itu juga masih membutuhkan prasyarat.
Sebab, pengaturan menyebutkan pelanggaran terjadi jika dilakukan selama enam bulan sebelum masa penetapan pasangan calon.
Selain itu, kata dia, kerawanan ketiga yakni sejumlah oknum akan menggunakan musibah sebagai alat menekan lawan politik.
Misalnya, tahapan pilkada digelar saat ada daerah yang masih terdampak Covid-19, kemungkinan oknum akan menekan pemilih dengan alasan bantuan.
Baca juga: Pilkada 2020 Utamakan Protokol Kesehatan
“Bisa jadi lho ada oknum yang mengatakan bahwa ‘Eh kalau kamu enggak milih kita enggak kita kasih bantuan. Ini kan menekan lawan politik, desa yang nanti tidak mendukung tidak dikasih bantuan,” tuturnya.
Sedangkan kerawanan keempat yakni, menurunnya tingkat partisipasi di tengah pandemi Covid-19. Pemilih dikhawatirkan tidak ikut berpartisipasi dalam pilkada karena risiko penularan virus Corona.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan pemerintah tidak menggelar Pilkada 2020 pada tahun ini.
Selain itu, koalisi membuat petisi agar KPU, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan pelaksanaan pilkada paling lambat September 2021.
“Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan Pemerintah untuk menetapkan Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di 2021. Paling lambat bulan September,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Koalisi terdiri dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Network For Indonesia Demokratic (Netfid), Perludem, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Rumah Kebangsaan, dan sebagainya.
Petisi dibuat di situs change.org dengan judul ‘Keselamatan dan Kesehatan Publik Terancam, Tunda Pilkada ke 2021’.
Pilkada 2020 dijadwalkan akan digelar pada Desember setelah jadwal semula 23 September ditunda akibat Covid-19. (sumber: Infopublik.id)