GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Minggu pagi di Jalan Nani Wartabone, eks Jalan Panjaitan, Kota Gorontalo punya cerita sendiri.
Jalanan protokol yang biasanya padat kendaraan berubah jadi arena berkeringat dan berbagi tawa. Car Free Day (CFD) bukan cuma tempat olahraga, tapi juga ajang aktualisasi, ruang sosial, bahkan studio foto berjalan.
Di tengah kerumunan itu, langkah seseorang tampak berbeda. Bukan karena dia tak ikut lari, tapi karena matanya sibuk menatap layar viewfinder.
Namanya Deko Suleman, fotografer muda yang justru menjadikan CFD sebagai ruang berkarya dan menghasilkan uang. Kamera tergantung di leher, tapi jari-jarinya lincah memilih angle.
Targetnya? Bukan selebriti atau model, tapi momen-momen kecil yang sering terlewat. Senyum habis lari, tawa sahabat, atau gaya stylish ala Gen Z Sunday Morning.
“Jujur Ana suka foto aktivitas sehari-hari, yang sering kita anggap biasa. Sebenarnya bisa jadi visual yang kuat kalau ditangkap dengan cerita,” kata Deko di sudut trotoar jalan, Minggu (18/5/2025).
Berasal dari latar belakang desain visual, Deko memulai karier fotografinya secara otodidak lewat proyek-proyek kecil dan unggahan Instagram.
Namun, gayanya yang khas minimalis, bersih, dan estetik dengan cepat menarik perhatian. Tak butuh waktu lama, ia mulai dikenal sebagai fotografer yang “menghidupkan keseharian”.
“Ana nda kejar foto yang heboh. Justru yang santai, yang real yang tidak dibuat-buat itu lebih punya rasa. Di CFD, semua orang jadi diri sendiri. Lari-lari kecil, duduk sambil ngopi atau dengan bestie,” ujarnya Deko sembari lirik target.
Menurut Deko, Gen Z punya cara unik dalam menjalani hidup sehat. Jogging bukan lagi rutinitas olahraga semata, tapi jadi bagian dari ritual weekend yang lebih luas. Mulai dari healing, ngobrol, ngonten, sampai ngetes outfit baru.
“CFD ini semacam panggung terbuka. Kita bisa jadi diri orang lain, atau jadi versi sendiri yang paling pede. Dan anak muda sekarang suka hal-hal yang casual tapi meaningful. Nah, itu yang kita tangkap dari sisi lewat lensa,” kata dia.
Menurut Deko, menjadi fotografer di tengah keramaian bukan tanpa tantangan. Dia harus bergerak cepat, menangkap momen tanpa mengganggu dan justru di situ seninya.
“Jadi fotografer jalanan itu tentang membaca situasi. Harus tau kapan momen pas buat klik. Satu detik terlambat, hilang momen. Tapi kalau dapa timing-nya, hasilnya bisa lebih kuat dari kata-kata,” ucapnya.
Kini, karya-karya Deko tidak hanya bertebaran di media sosial. Tapi juga bisa jadi ladang penghasilan bagi dia melalui aplikasinya fotoyu.
Deko menjadi contoh bagaimana profesi fotografer bisa tumbuh dari kepekaan terhadap sekitar—bukan dari peralatan mahal atau studio canggih.
“Bagi ana sih, jadi fotografer itu bukan cuma tentang ngambil gambar. Tapi lebih memotivasi diri untuk memanfaatkan kelebihan kita,” tutupnya. (isno/gopos)