GOPOS.ID, GORONTALO – Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Subsidi (BBM) ditambah kenaikan tarif transportasi, seperti tarif ojek online, membuat angka inflasi di daerah cenderung merangkak naik. Tak heran, harga-harga pun turut mengalami kenaikan. Ujungnya, semakin membebani konsumen dan masyarakat.
Kenaikan harga diakui sejumlah warga Gorontalo, membuat pengeluaran mereka bertambah untuk menebus kebutuhan pokok maupun biaya transportasi. Sebagai catatan, kenaikan harga BBM sangat besar kontribusinya terhadap rantai pasok sejumlah bahan pokok dan komoditas yang diperlukan masyarakat.
Ulfa Tangahu (55), seorang penjual makanan di Pasar Tradisional Desa Gentuma, Kabupaten Gorontalo Utara, mulai merasakan dampak kenaikan berbagai harga. Menurutnya, pengeluarannya sekarang lebih banyak dibandingkan sebelum harga BBM dan tarif ojol naik.
Sebagai salah satu pengguna ojek online (ojol) di Gorontalo, kenaikan BBM yang berujung kenaikan tarif, membuat pengelurannya bertambah. Mau tak mau ia lebih mengencangkan ikat pinggang. Ia pun berharap, inflasi di daerah tak naik lagi sehingga harga bisa kembali normal. Juga, tak ada lagi kenaikan tarif ojol.
’’Saya jadi harus bekerja lebih keras agar semua keperluan sehari-hari bisa terpenuhi. Saya juga harus pintar putar otak untuk berhemat. Bayangkan saja, karena inflasi, kenaikan BBM dan tarif ojol, biasanya pengeluaran hanya sekitar 3 jutaan per bulan, sekarang mencapai 4 jutaan,’’ keluh Ulfa kepada wartawan, Rabu sore (21/9/2022).
Salah satu upaya penghematan yang dilakukan Ulfa adalah sebisa mungkin memilih naik angkutan umum ketimbang ojol. Ini menjadi bukti, ojol yang sudah menjadi kebutuhan konsumen masyarakat kelas bawah, bisa ditinggalkan jika tarifnya kembali naik.
’’Sekarang itu hampir semuanya naik harga, mulai dari barang-barang, bahan-bahan pokok, dan tarif transportasi. Saya itu sekarang harus lebih berhemat, makanya lebih memilih naik angkutan umum yang masih bisa ditawar,’’ kata Ulfa.
Meski diakuinya dilihat dari sisi waktu, naik angkutan umum membutuhkan waktu tunggu lebih lama dibanding ojol, Ulfa tetap memilihnya jika memang tak ada kebutuhan mendesak yang mengharuskannya untuk naik ojol.
’’Terpaksa lah, meski jadi repot. Saya berharap pemerintah mampu mengatasi keadaan yang terjadi sekarang, saya berharap tidak ada lagi kenaikan tarif, karena masih banyak masyarakat yang ekonominya lebih di bawah saya,’’ ucapnya lagi.
Di lain tempat, hal senada disampaikan oleh Nursyarifah (21), seorang mahasiswa yang berkuliah di salah satu kampus di Gorontalo. Ia mengatakan, kenaikan harga-harga termasuk tarif ojol, membuat ia terseok lantaran pengeluaran per bulannya bertambah.
Selama ini, ia pun menggunakan jasa ojol untuk kuliah. Karena itu, ia berharap tarif tak naik lagi.
’’Per bulan biasanya saya butuh sekitar sejuta tapi karena banyak sekarang hampir semuanya naik jadi saya harus minta biaya tambahan dari orang tua di kampung sekitar Rp500 ribu. Jadi, total kalau untuk pengeluaran per bulan saat ini itu sekitar Rp1,5 juta,’’ katanya.
Nuraisyah juga merasa prihatin pada orang tuanya yang harus bekerja lebih keras untuk membiayainya kuliah serta biaya hidup sehari-hari.
’’Apalagi saya anak kost, jadi biayanya jadi double,’’ tuturnya.
Perlu diketahui, kenaikan harga BBM dan transportasi membawa efek domino yang cukup membuat sebagian besar masyarakat ’’menangis’’.
Selain tarif ojol, kenaikan harga BBM juga ikut mendongkrak harga bahan-bahan pokok. (rls/muhajir/gopos)