INI adalah satu dari sekian perjalanan saya menelusuri wilayah-wilayah terpencil di Provinsi Gorontalo. Pertengahan September 2024, tepatnya 15 September saya pergi ke Desa Olibu Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
Menghadiri undangan hajatan teman yang baru saja dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Boalemo, Helmi Rasid. Ia satu-satunya calon anggota legislatif terpilih dari kecamatan Paguyaman Pantai itu.
Perjalanan saya menempuh jarak sekitar 100 KM dengan start yang saya ambi dari Kota Gorontalo atau 2 jam 30 menit perjalanan sampai lokasi dengan menggunakan sepeda motor metic.
Waktu ini tergolong cepat, sebab ketika hujan, beberapa ruas jalan dari kecamatan Paguyaman ke Paguyaman Pantai mengelami longsor dan jalannya tertutup material tanah longsor. Jika tertutup longsor masyarakat terpaksa harus menggunakan perahu untuk akses menuju Tilamuta ibukota Boalemo.
Untuk akses jalan cukup bagus, hanya saja karena melewati daerah perbukitan, terdapat lebih dari 4 tanjakkan hebat yang harus dilewati, dan pengendara harus sangat hati-hati untuk melewati jalan tersebut. Salah setir, motor bisa jatuh ke jurang.
Ketika sampai di perbatasan Kecamatan Paguyaman Pantai, tepatnya di desa Bubaa wajah saya mulai panik, bahan bakar minyak (BBM) saya hanya tersisa satu bar dari indikator BBM motor saya.
Seingat saya, di Kecamatan Paguyaman Pantai tidak memiliki stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau Pertashop. Saya lupa mengisi BBM di SPBU 74.962.31 yang berada di Desa Parungi Kecamatan Boliyohto Kabupaten Gorontalo.
Disitu SPBU terdekat dari Paguyaman Pantai. Jaraknya sekitar 30 KM untuk balik lagi ke SPBU 74.962.31 Parungi. Pasti sudah tak bisa lagi saya balik. Motor yang saya gunakan pasti tak akan sampai ke SPBU paling dekat itu. Alternatif lain saya harus mengisi BBM dengan eceran ‘pertabotol’ yang dijual oleh warga-warga sekitar.
Dari desa Bubaa saya coba menelusuri warung-warung milik warga yang menjual pertalite botol. Harga jualnya bervariasi. Mulai dari Rp 13.000/botol sampai Rp 15.000 Perbotol.
Tak lama dari depan tugu TNI Manunggal, terdapat lagi simpang empat. Dari situ belok kanan untuk menuju Desa Bangga. Tak jauh dari situ saya melihat tulisan SPBU Kompak. Menjual Pertalite Rp 10.000 dan Solar Rp 6.800 perliternya. Mereka hanya menggunakan tangki penampung BBM. Jika dilihat itu seperti penampungan oli maupun minyak tanah yang sering dipakai di SPBU-SPBU besar yang ada di Kota.
Awalnya saya kurang yakin akan keberadaan SPBU tersebut, saya mencoba mengisi full BBM motor saya.
“Isi full pak,”ucap saya.
“Pasnya berapa pak? Soalnya disini belum ada mesinya pak. Masih manual,” saut petugas SPBU itu.
“Rp 30.000 ribu saja pak,” sambung saya.
Rp 30.000 setara 3 liter Pertalite dan seketika BBM motor saya penuh.
Saya penasaran dengan SPBU ini. Sebab di Gorontalo belum banyak SPBU-SPBU seperti ini. Tidak menggunakan nozzle dan mesin dispenser, apalagi bercode untuk membayar.
Petugas SPBU memastikan untuk pembelian dengan jumlah yang besar, khusunya untuk nelayan. Mereka harus memperlihatkan surat rekomendasi dari Dinas Rerikanan, jika itu untuk pertanian untuk mesin perontok atau traktor, menunjukan surat rekomendasi Dinas Pertanian.
Setiba saya di rumah sahabat saya itu, saya menanyakan keberadaan SPBU Kompak yang kini jadi pengharapan warga sekitar.
Menurut Helmi Rasid, SPBU itu sudah ada sejak November 2023 yang dioperasikan langsung PT. Arba Grup Gorontalo. Ia tahu betul proses hingga SPBU dengan satu harga itu berada di Kecamatan Paguyaman Pantai.
“Disini yang menjadi permasalahnya adalah BBM. Karena sebagian besar masyarakat disini nelayan dan petani. Mau tidak mau mereka harus mencari BBM dengan harga murah. Sejak Paguyaman Pantai berpisah dari Kecamatan Paguyaman dan menjadi kecamatan pemekaran sendiri, masyarakat disini terus meminta agar pemerintah dapat menghadirkan SPBU yang murah dan harganya sama dengan wilayah perkotaan,” ucap Helmi yang kini merupakan anggota DPRD Kabupaten Boalemo itu.
Helmi sendiri menjadi salah satu motor penggerak bagaimana SPBU Kompak tersebut masuk di Kecamatan Paguyaman Pantai.
“Saya tidak sendiri. Dibantu oleh beberapa teman di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Provinsi Gorontalo. Allhamdulillah PT. Arba Grup Gorontalo mau berinvestasi di Kecamatan ini,” tuturnya.
Dari data BPS tahun 2023 luas kecamatan Paguyaman Pantai secara keseluruhan adalah 116,81 km², yang terdiri dari 8 desa diantaranya Apitalawu, Bangga, Bubaa, Bukit Karya, Limbatihu, Lito, Olibu dan Towayu dengan Desa terluasnya adalah Desa Limbatihu, dengan luasan 27.83 km² atau jika dipresentase sebesar 23,83 persen.
Sedangkan desa yang memiliki luas terkecil adalah Desa Bangga, dengan presentase sebesar 1,65 persen.
Sehingga tidak heran, bukit, pegunungan dan laut terlihat dengan indah jika kita melewati sepanjang jalan trans sulawesi tersebut. Sebab posisi geografisnya, Kecamatan Paguyaman Pantai memiliki batas utara dengan Kecamatan Paguyaman; batas selatan dengan Teluk Tomini; batas barat dengan kecamatan Dulupi dan batas timur dengan kecamatan Paguyaman.
Dulu, 15 tahun yang lalu orang yang ingin ke Paguyaman Pantai lebih senang menggunakan perahu. Sebab akses jalan dari Paguyaman ke Paguyaman Pantai nyaris sulit di lewati. Selain akses jalan yang sulit, jalan yang curam dan sempit membuat warga takut untuk menggunakan transport darat. Mereka lebih senang menggunakan perahu atau jalur laut untuk menuju pusat kota.
Sekarang, dengan akses yang lebih baik. BBM yang sudah masuk, roda perputaran ekonomi di Paguyaman Pantai lebih baik. Pada tahun 2022, jumlah penduduk di Kecamatan Paguyaman Pantai sebanyak 8.693 jiwa, yang terdiri dari 4.508 jiwa penduduk laki-laki, dan 4.185 jiwa penduduk perempuan.
Dari sisi pertanian, selain Jagung, Cabai Rawit menjadi jenis tanaman sayuran dan buah-buahan semusim dengan produksi terbanyak dengan jumlah produksi 900.6 kuintal, (data BPS 2023).
Dengan keseharian mereka, masyarakat lebih sering menggunakan gas LPG, seluruh desa di Kecamatan Paguyaman Pantai yakni sebanyak 8 desa sebagian besar penduduknya menggunakan gas LPG 3 kilogram untuk memasak dibandingkan minyak tanah atau kayu.
“Begitu juga dengan penggunaan gas LPG. Sejak diberlakukan penggunaan gas LPG, masyarakat disini sudah menyesuaikan. Secara rutin distribusi gas di beberapa agen di Paguyaman Pantai sudah memenuhi kebutuhan yang ada,” kata Helmi.
Di sore hari saya melihat aktivitas para nelayan Desa Olibu. Sejak kehadiran SPBU Kompak yang tak jauh dari kampung mereka, kini biaya operasional untuk sekali turun berlayar lebih efisien dan efektif.
Aripin Ismail, Ketua Koperasi Nelayan Idaman Maritim mengungkapkan setelah penantian panjang dan banyak harapan yang digantungkan, program BBM satu harga dari pemerintah akhirnya mencapai desa-desa mereka. Dengan harga BBM yang kini lebih terjangkau, perubahan langsung terasa.
Para nelayan, termasuk dirinya merasakan kelegaan yang tak ternilai ketika bisa mengisi bahan bakar dengan harga yang sama seperti di kota.
Mereka kini mampu melaut lebih jauh dan lebih sering, membuka peluang penghasilan yang lebih besar. Senyum-senyum penuh harapan menghiasi wajah para nelayan desa ini, membawa energi baru yang terpancar hingga ke anak-anak mereka, yang kini melihat masa depan dengan lebih terang.
“BBM masuk di kampung kita itu mengubah hidup para nelayan Paguyaman Pantai,” tuturnya.
Efek Positif pada Produktivitas dan Penghasilan
Sore itu, di senja yang semakin redup. Telihat Rahman Taib, seorang nelayan paruh baya, tengah mempersiapkan perahunya di dermaga.
Dengan senyum lebar, ia memasukkan jerigen berisi bahan bakar ke perahunya. Dulu, ia harus membeli BBM dengan harga yang jauh lebih tinggi, namun kini, berkat program BBM satu harga, ia bisa membelinya dengan harga yang sama seperti di kota besar.
“Kalau dulu per liter bisa sampai Rp15.000, sekarang cuma Rp10.000. Itu sangat membantu kami,” ujar Pak Rahman, matanya bersinar penuh harap.
Program BBM satu harga ini datang bagai angin segar bagi desa terpencil ini. Setelah sekian lama berjuang melawan harga bahan bakar yang mencekik, para nelayan kini merasa lebih ringan dalam melaut. Dampaknya pun terasa langsung. Mereka bisa menghemat pengeluaran harian, yang berarti ada lebih banyak uang untuk kebutuhan lain atau tabungan bagi keluarga.
Dengan BBM satu harga, para nelayan kini bisa melaut lebih sering dan lebih jauh. Sebelumnya, keterbatasan bahan bakar memaksa mereka untuk melaut lebih dekat, yang tentu saja mempengaruhi jumlah ikan yang mereka dapatkan. Kini, dengan harga yang lebih terjangkau, mereka bisa menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencari ikan.
Rahman, mengisahkan bagaimana kini ia bisa berangkat lebih awal dan kembali dengan hasil tangkapan yang lebih banyak.
“Sebelumnya, saya harus memilih: apakah melaut lebih jauh atau hanya mencari ikan di sekitar sini. Sekarang, saya bisa lebih leluasa,” ucapnya.
Dengan demikian, hasil tangkapan lebih besar, dan ini berdampak langsung pada pendapatan nelayan serta kehidupan ekonomi desa.
Tak hanya itu, perubahan ini juga berdampak pada generasi muda desa. Anak-anak nelayan, yang sebelumnya sering melihat orang tua mereka kesulitan, kini memiliki harapan baru untuk masa depan mereka.
“Saya lihat sekarang bapak saya bisa simpan uang lebih banyak. Mungkin nanti saya bisa lanjut sekolah ke kota,” kata Rini, remaja 16 tahun yang bercita-cita menjadi guru.
Dukungan pemerintah melalui BBM satu harga ini memberikan peluang bagi orang tua untuk mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk pendidikan anak-anak mereka. Mereka berharap, dengan akses BBM yang terjangkau, generasi muda desa dapat memiliki peluang yang lebih baik di masa depan.
Mendengar harapan-harapan ini, Helmi Rasid sebagai perwakilan rakyat di desa itu mengungkapkan bahwa program ini bukan hanya soal harga BBM, tapi juga sebagai upaya pemerataan kesempatan bagi desa-desa terpencil. Dengan lebih banyak desa yang terjangkau BBM satu harga, mereka berharap masyarakat bisa lebih produktif dan tidak tertinggal dari segi pembangunan.
Di tengah euforia ini, masyarakat desa tetap berharap agar keberlanjutan program ini dapat terjamin. Bagi mereka, stabilitas harga BBM adalah kunci agar desa mereka bisa bangkit dan sejahtera.
Sementara itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebutkan pembangunan penyalur Program BBM Satu Harga merupakan upaya pemerintah mewujudkan pemerataan energi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T
“Program pemerintah ini (BBM Satu Harga), merupakan amanah untuk mewujudkan pemerataan layanan energi BBM dengan harga yang sama kepada seluruh masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar,” kata Anggota Komite BPH Migas Wahyudi Anas saat meresmikan 12 lembaga penyalur BBM Satu Harga klaster Sulawesi dan Nusa Tenggara yang dipusatkan di Tinangkung Selatan, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, Rabu (30/10/2024) dalam rilis tertulis yang diterima gopos.id.
Ditempat yang sama, Executive General Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Fandi Chrismianto menjelaskan pihaknya berkomitmen melaksanakan penugasan pemerintah dan memastikan pendistribusian BBM Satu Harga berjalan dengan baik.
“Program BBM Satu Harga ini bertujuan memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia terkhusus wilayah Sulawesi dengan mewujudkan SPBU 3T yang merupakan suatu tugas mulia untuk menghadirkan energi kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan keseharian yang belum pernah masyarakat pelosok rasakan dengan mudah untuk mendapatkan bahan bakar dan harga yang sama dengan diperkotaan,” tandas Fanda. (penulis : Andi Aulia Arifuddin)