GOPOS.ID, GORONTALO – Dugaan pungutan liar kembali mencoreng penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) 2025. Kali ini, sorotan mengarah ke MTs Muhammadiyah Kabila.
Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, pihak sekolah meminta uang Rp37.500 dengan dalih biaya materai dan tanda tangan administrasi.
“Kami diminta setor uang sebelum dana cair. Katanya untuk materai dan tanda tangan,” ujarnya.
Lebih jauh, wali murid juga diminta menandatangani surat kuasa pencairan dana PIP kepada pihak sekolah.
“Saya kaget, diminta tandatangan surat kuasa supaya kepala sekolah yang ambil langsung uang di BRI Bone Pantai. Padahal tahun lalu pencairannya tidak sejauh itu,” tambahnya.
Bukan sekali ini saja. Orang tua menyebut praktik serupa sudah pernah terjadi pada pencairan PIP 2024, bahkan dengan nominal lebih tinggi, yakni Rp50 ribu per siswa.
Tahun ini, selain potongan dana PIP, sekolah juga disebut menagih tunggakan SPP dan Iuran Pembangunan Rp25 ribu saat pencairan berlangsung, Jumat (29/8/2025).
Ironisnya, sebagian besar wali murid mengaku tidak tahu bahwa dana PIP seharusnya dicairkan penuh tanpa potongan. Namun karena khawatir bantuan anak mereka terhambat, banyak yang akhirnya menuruti permintaan pihak sekolah.
Kepala sekolah, MTs Muhammadiyah Kabila, Rahmawati Latama ketika dilakukan konfirmasi membantah adanya dugaan pungli tersebut. Dia menyampaikan bahwa itu tidak benar.
“Oh..kalau itu tidak benar. Saya tidak bisa berkomentar karena segala sesuatu yang harus saya ungkapkan di pers itu harus saya buat jangan sampe saya melebihkan atau mengurangi,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pihak Yayasan Muhammadiyah masih meminta dirinya untuk dimintai penjelasan lebih lanjut menyangkut adanya pemberitaan dugaan pungli tersebut.
“Jadi saya diminta yayasan sebentar. Apakah langsung ke pers nya atau masih ketemu yayasan, karena sekolah masih milik Yayasan Muhammadiyah,” ujarnya ke sejumlah media di ruang kerjanya.
Perlu dikerahui bahwa dana PIP adalah hak penuh siswa penerima. Aturan resmi (Permendikbud No. 10 Tahun 2020 & juknis PIP) menyebutkan dana harus diterima utuh 100% tanpa potongan.
Hak ini dilindungi undang-undang, sehingga tidak bisa “dihibahkan” atau “diikhlaskan” melalui surat pernyataan. Surat pernyataan tidak keberatan tidak memiliki kekuatan hukum.
Meskipun orang tua menandatangani surat pernyataan, surat itu cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Prinsip hukum: “Perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang batal demi hukum.” (Pasal 1320 dan 1335 KUHPerdata).
Pemotongan dana bantuan pemerintah tetap bisa dianggap pungutan liar (Perpres 87/2016 tentang Saber Pungli). Bisa juga dijerat pasal penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau korupsi (UU 31/1999 jo UU 20/2001 Tipikor), karena dana PIP bersumber dari APBN. (Isno/gopos)