GOPOS.ID, GORONTALO – Penderita penyakit kanker tipa tahunnya terus mengalami peningkatan. Khususnya kanker payudara. Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan 65.858 perempuan di Indonesia menderita kanker payudara atau sekitar 16% dari total kasus kanker di Indonesia.
Di samping kanker payudara, dominasi kanker di Indonesia diantaranya kanker leher rahim (9,2%), dan kanker paru-paru (8,8%).
Sayangnya, 70 persen kanker di Indonesia baru bisa terdeteksi pada stadium lanjut sehingga mengakibatkan 43 persen kematian tidak dapat dicegah.
Menurut dokter spesialis onkologi atau dokter yang khusus menangani dan mengobati penyakit yang diakibatkan oleh kanker dr. Agung Sindu Pranoto,S.pB (K)Onk bahwa kebanyakan perempuan mengabaikan deteksi dini kanker payudara. Padahal untuk mengecek, seorang perempuan terdeteksi kanker payudara sangat mudah.
“Ketika ada benjolan di sekitar area payudara mereka, itu harusnya dilakukan pemeriksaan. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah agar bisa diketahui apakah itu kanker atau bukan,” ucap dr. Agung.
Dokter spesialis yang bertugas di RSUD dr. Hasri Ainun Habibie itu juga menjelaskan bahwa sejatinya di Gorontalo banyak kasus serupa. Sering kali ia mendapati pasien-pasien kanker payudara yang sudah dalam kondisi berat. Penanganan yang paling tepat untuk mengetahui kanker tersebut yakni dengan screning atau deteksi dini. Sebab banyak hal seseorang bisa terkena kanker.
Secara umum, ada dua faktor penyebab kanker yang paling sering terjadi, yaitu faktor internal (seperti, keturunan) dan faktor eksternal misalnya, perubahan hormon, obesitas, kurang berolahraga, kebiasaan merokok, serta paparan radiasi, virus, dan bahan-bahan kimia lainnya.
Sehingga kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini terhadap kanker sangat penting. Maka penting untuk melakukan kampanye deteksi dini. Jika kampanye ini masif dilakukan, maka risiko kematian bisa diminimalisir.
Deteksi dini ini dilakukan bagi perempuan berusia 30-50 tahun. Diagnosis bisa dimulai sejak pengambilan sampel patologi sehingga bisa mendapatkan penanganan dengan terapi multi modalitas. Penanggulangan kanker payudara ini menyasar kalangan orang sehat dan kelompok risiko tinggi.
“Sejak 6 bulan saya di Gorontalo, tertinggi memang Kanker Payudara. Ada juga Gondok, kemudian kanker di jaringan lunak, kemudian tumor dari getah bening. Dan masih ada beberapa kanker yang terjadi di masyarakat Gorontalo. Umumnya mereka itu datang ke dokter ketika kondisinya sudah parah. Ketika masih awal, mereka kadang malu untuk memeriksakan diri. Tiba sudah parah, baru mau untuk disembuhkan dengan cepat,” bebernya.
Hal lain yang membuat laju pertumbuhan kanker di masyarakat Gorontalo yaitu kurangnya fasilitas maupun kebutuhan obat sebagai salah satu cara kemoteropy untuk penderita kanker.
“Ketika fasilitas itu diberikan itu enak. Mudah untuk mengobati mereka yang menderita kanker, bahkan yang berat sekalipun. Ada penanganan yang bisa kita berikan ketika kebutuhan seperti fasilitas maupun obat kemoteropy tersedia,” bebernya dr. Agung. Terakhir, di momen hari kanker sedunia yang jatuh pada 4 Februari 2022, dr. Agung berharap agar penanganan dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri lebih awal dapat dilakukan. Sembari fasilitas dan kesediaan obat untuk kemoteropy pasien-pasien kanker di Gorontalo dapat disediakan secara maksimal(andi/gopos)