GOPOS.ID – Upaya penanganan stunting atau ketengkesan di Papua membutuhkan kolaborasi karena kondisi wilayah yang luas. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, kabupaten/kota dan instansi terkait harus fokus bekerja sama mengatasi tengkes. Bekerja sama merupakan keniscayaan, agar target prevalensi stunting atau tengkes menjadi 14 persen secara nasional dapat terwujud pada 2024.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi pada 2021 Papua tercatat 29,5 persen, namun pada survei 2022 naik menjadi 34,6 persen (hitungan 29 kabupaten kota).
Meski begitu, pada SSGI 2023, Papua akan mengalami penurunan karena kini Provinsi Papua tersisa sembilan kabupaten dan kota namun tetap butuh kerja sama dengan semua.
Berdasarkan data prevalensi stunting per kabupaten kota di Provinsi Papua pada SSGI 2021 dan 2022, ada tujuh kabupaten yang mengalami penurunan dan sisanya mengalami kenaikan.
Tujuh kabupaten itu yakni Jayapura SSGI 2021 yakni 29,50 persen turun pada SSGI 2022 menjadi 20,20 persen. Kemudian Sarmi dari 32,70 persen menjadi 25,60 persen
Biak Numfor dari 34,00 persen menjadi 31,10 persen. Keerom 30,50 persen menjadi 25,90 persen. Waropen dari 26,00 persen menjadi 22,20 persen. Kota Jayapura dari 22,90 persen menjadi 20,60 persen, dan Kepulauan Yapen dari 33,10 persen menjadi 31,10 persen.
Adapun dua kabupaten yakni Supiori 29,70 persen naik menjadi 40,20 persen serta Mamberamo Raya dari 22,50 persen naik menjadi 29,00 persen.
Untuk itu Pemprov Papua membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) untuk memfasilitasi dan mengoordinasi pelaksanaan program percepatan penurunan stunting yang menjadi urusan masing-masing OPD.
Pemprov Papua menjalankan fungsi koordinasi, sedangkan pelaksananya adalah kabupaten dan kota. Oleh karena itu, kepala daerah harus serius memerangi stunting. Karena, permasalahan tengkes tidak hanya dipengaruhi oleh kesehatan ibu dan anak serta gizi anak, namun juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain di luar kesehatan seperti, ketersediaan air bersih layak dan sanitasi, jaminan sosial dan pola asuh sehingga penanganan dan pencegahannya pun harus menyeluruh dan memusat atau konvergen.
Skrining bayi stunting
Pemerintah Kabupaten Jayapura kini melakukan skrining bayi dan anak-anak yang terkena tengkes. Kegiatan ini telah berjalan sejak Februari hingga kini.
Pemkab Jayapura optimis bahwa SSGI pada 2023 pihaknya akan mencapai target nasional yakni 14 persen.
Berdasarkan data SGGI 2021, Kabupaten Jayapura berada di angka 29,50 persen lalu pada SSGI 2022 turun menjadi 20,20 persen.
“Berarti terjadi penurunan signifikan, 9,30 persen,” kata Penjabat Bupati Kabupaten Jayapura Triwarno Purnomo.
Pemberantasan stunting merupakan program nasional sehingga juga masuk dalam program prioritas Pemkab Jayapura. Untuk itu pihaknya fokus memantau pemeriksaan yang dilakukan rumah sakit maupun puskesmas.
Dalam memberikan pelayanan kepada pengidap stunting, Pemkab Jayapura melibatkan tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh adat sehingga dalam sosialisasi di kampung bisa lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Dengan begitu, saat memberikan skrining menjadi lebih mudah meski masih ada beberapa kampung yang belum terlayani. Namun, pihaknya optimistis pada tahun ini semua kampung di Kabupaten Jayapura mendapatkan pelayanan penanganan stunting.
“Pada skrining bayi, petugas kami melakukan pengukuran, kemudian menimbang, serta memberikan makanan tambahan. Begitu juga pada ibu hamil, petugas selalu intens mengecek kondisi kesehatannya,” ujarnya.
Kemudian pada anak sekolah, Pemkab juga memberikan makanan tambahan serta tablet tambah darah karena merekalah generasi bangsa sehingga sejak dini Pemerintah perlu mencegah stunting pada anak.
Pemkab juga melakukan penguatan jejaring pada setiap rumah sakit hingga di puskesmas melalui dokter, paramedis, dan beberapa instansi terkait lainnya.
Program berjalan
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Nerius Auparay mengatakan telah melihat kolaborasi antara Pemerintah Provinsi, kabupaten, dan kota dalam menurunkan angka stunting telah berjalan.
Hal ini terlihat dari beberapa kebijakan dan program-program yang mulai berjalan seperti pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah, pemberian vitamin tambah darah, serta berjalannya program 1.000 hari kehidupan bagi ibu hamil.
Oleh karena itu, pihaknya optimistis prevalensi stunting pada 2023 akan turun menjadi 20,75 persen karena program-program telah berjalan di setiap pemerintahan di Tanah Papua.
Namun, untuk mencapai target prevalensi stunting menjadi 14 persen seperti disampaikan Presiden Jokowi, memang butuh waktu. Namun, proses menuju sasaran tersebut saat ini sudah berjalan ke arah yang benar.
Pihaknya berharap dengan kebijakan dan program-program yang dilakukan oleh setiap pemda, maka Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 nanti akan lebih baik.
Memang penyebab naiknya angka prevalensi stunting ada banyak hal, tidak sekadar pangan lokal tersedia tapi bagaimana cara pemda mengelola dan menjalankan program tersebut.
Seperti di Provinsi Papua yang mana dua kabupaten mengalami kenaikan, yakni Kabupaten Supiori dan Mamberamo Raya.
Memang belum mencapai fase rawan, namun kenaikan tersebut disebabkan bertambahnya jumlah kampung. Pada SSGI 2021 tercatat hanya 10 kampung, namun 2022 ada kenaikan pada jumlah kampung.
BBKKN sejauh ini sudah melakukan koordinasi dengan berbagai instansi dan hasilnya mulai dirasakan.
Namun, untuk meraih hasil efektif menurunkan prevalensi stunting, pemerintah kabupaten dan kota harus melakukan intervensi berdasarkan program-program yang sudah ditetapkan oleh Pemprov Papua.(Antara)