GOPOS.ID, GORONTALO – Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar mendapat respon beragam di kalangan masyarakat, ada beberapa yang mendukung bahkan banyak masyarakat menolak rencana tersebut.
Menurut Ekonom UNG, Dr. Muhamad Amir Arham, ME, rencana menaikkan BBM bersubsidi pada bulan September tersebut merupakan kebijakan yang waktu penerapannya belum tepat. Ini dikarenakan masyarakat baru saja pulih dan bangkit dari dampak pandemi covid-19, selain itu disaat yang sama daya beli masyarakat masih rendah.
“Kita belum bisa sepenuhnya pulih setelah menghadapi pandemi, di Gorontalo saja yang masih mengandalkan sektor pertanian justru belum bisa tumbuh positif dan signifikan dibandingkan sebelum pandemi,” ujar Amir.
Kenaikan harga BBM disaat ini akan berdampak diberbagai sektor diantaranya inflasi akan mengalami kenaikan, dimana sebelumnya ini inflasi Indonesia mencatat angka 3 persen namun saat ini telah meningkat dengan inflasi Indonesia pada Juli 2022 mencapai 4,95 persen.
“Jika inflasi terus naik maka jumlah orang miskin juga akan bertambah. Selain itu dunia usaha khususnya UMKM akan terpukul karena mereka pada umumnya dalam berproduksi menggunakan pertalite atau solar,” jelasnya.
Menurut Amir rencana menaikkan BBM dengan mencabut subsidi oleh pemerintah dikarenakan beberapa alasan yakni, subsidi yang diberikan tersebut tidak tepat sasaran karena juga dinikmati kelompok masyarakat berkemampuan. Selain itu dampak perekonomian global serta pendapatan devisa negara berkurang sehingga dana untuk mengsubsidi BBM tidak ada.
“Namun sebagian subsidi yang dicabut itu dialihkan untuk kompensasi bantuan sosial bagi masyarakat yang kurang mampu yang jumlahnya 20,65 juta jiwa,” jelasnya. (muhajir/gopos)