Ekonomi hijau atau green economy tidak hanya terbatas pada kegiatan memproduksi barang dengan penggunaan bahan baku atau sumber daya energi yang ramah lingkungan. Pengembangan ekonomi hijau juga dapat diterapkan di luar kegiatan produksi. Hal itu sebagaimana dikembangkan Bank Sampah Bali Wastu Lestari. Sebuah lembaga yang bergerak dalam mengelola serta mengedukasi masyarakat sehingga sampah bisa menjadi Rupiah.
Bank Sampah Bali Wastu Lestari terletak di Gang Garuda Nomor 1, Jl. Ahmad Yani Utara, Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Lembaga yang didirikan I Made Mariana atau lebih dikenal panggilan Pak Made ini, mulai beroperasi sejak 2010. Berawal dari kegiatan mengangkut sampah dari rumah-rumah warga dengan modal sebuah mobil pikap. Sampah-sampah dari warga dipilah untuk kemudian dikumpulkan sesuai jenis. Ada plastik, bekas kemasan air mineral, kardus/kertas, botol kaca, hingga peralatan elektronik bekas dan logam. Sampah-sampah yang terkumpul itu selanjutnya dijual ke pabrik di Pulau Jawa untuk diolah kembali. Sebagian lagi dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan.
Bali Wastu Lestari berinovasi dengan mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah. Masyarakat yang tadinya membuang keseluruhan sampah dalam satu wadah, diajari agar melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik dengan wadah yang terpisah. Seperti sampah kertas, sampah metal (logam) hingga sampah sisa makanan.
Sampah-sampah yang telah dipilah selanjutnya disetor ke Bali Wastu Lestari. Berat sampah yang disetor masyarakat dikonversi dalam nilai Rupiah berdasarkan jenis sampah. Hasil konversi berat sampah dalam Rupiah itu selanjutnya disimpan dalam bentuk tabungan.
Adapun sampah yang ditampung di Bali Wastu Lestari meliputi sampah plastik, sampah bekas air mineral, sampah kertas/kardus, sampah logam. Termasuk sampah plastik saset, dan minyak kelapa bekas menggoreng.
“Mereka memiliki rekening tabungan layaknya menabung di Bank. Nilai sampah yang disetor dimasukkan dalam rekening, dan semuanya sudah digitalisasi,” kata Sekretaris Yayasan Bali Wastu Lestari, Erika, saat menyambut kunjungan jurnalis dan pelaku UMKM peserta Capacity Building Pengembangan UMKM Hijau yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo, Sabtu (4/2/2023).
Erika mengakui cukup berat tantangan yang dihadapi saat awal mengedukasi dan mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah. Meski begitu, Bali Wastu Lestari, yang kini dipimpin Ni Wayan Riawati (putri sulung Pak Made), terus bergerak. Lewat jargon “Sampah menjadi Rupiah”, Bali Wastu Lestari terus konsisten mengedukasi masyarakat dalam pemilahan sampah. Dari kalangan masyarakat umum hingga sekolah-sekolah.
Bersamaan dengan itu dibentuk pula unit pengelolaan bank sampah secara mandiri berbasis desa dan kelurahan hingga di tingkat RT/RW atau dikenal dengan sebutan banjar. Dengan begitu masyarakat lebih mudah dan lebih dekat untuk menyetor sampah yang telah dipilah.
“Kita terus mendorong, terutama anak-anak muda, untuk membangun mindset dan kesadaran sosial. Pemilahan sampah yang berkelanjutan akan memberi nilai ekonomi bagi masyarakat,” tegas Erika menekankan.
Saat ini Bali Wastu Lestari mengelola 578 unit bank sampah yang tersebar di sembilan kota dan kabupaten di Provinsi Bali. Dari ratusan unit bank sampah tersebut, Bali Wastu Lestari mengelola sedikitnya 40-an ton sampah terpilah setiap bulannya. Dari jumlah tersebut dapat dihasilkan transaksi senilai lebih kurang Rp40 juta.
“Untuk sampah yang nilai jualnya rendah kita manfaatkan sebagai bahan baku kerajinan. Contohnya botol kaca. Secara dimensi ia berat, tetapi harganya murah. Maka kita olah menjadi gelas kaca,” ujar Erika.
Membantu di Situasi Darurat
Konsep menabung menggunakan sampah yang dikembangkan oleh Bank Sampah Bali Wastu Lestari memberikan banyak manfaat kepada masyarakat. Selain keuntungan utama lingkungan menjadi bersih dan kelestarian terjaga, menabung menggunakan sampah turut membantu di saat situasi darurat.
Seperti ketika situasi pandemi covid-19 yang puncak-puncaknya pada 2019-2021. Saat itu hampir seluruh kegiatan perekonomian di Provinsi Bali terhenti seiring pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pendapatan masyarakat menurun drastis. Untuk menutupi kebutuhan hidup, maka masyarakat memanfaatkan tabungan sampah yang dimiliki.
“Sangat membantu sekali saat masa pandemi,” ungkap Erica.
Begitu pula di saat perayaan hari besar. Salah satunya Hari Galungan. Tabungan dari sampah yang dimiliki dimanfaatkan sebagai tambahan biaya untuk perayaan Hari Galungan.
“Begitu pula untuk kebutuhan sekolah anak-anak, dapat terpenuhi dari tabungan sampah,” tandas Erica.
Bisa Diterapkan di Gorontalo
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo, Dian Nugraha, mengungkapkan keberadaan Bali Wastu Lestari menunjukkan bila pengembangan ekonomi hijau tidak hanya terbatas pada kegiatan produksi. Di luar atau nonproduksi, bisa dikembangkan ekonomi hijau.
Lebih lanjut Dian Nugraha menyampaikan, pengembangan ekonomi hijau dengan konsep bank sampah dapat diterapkan di Provinsi Gorontalo.
“Ini sangat memungkinkan diterapkan di Gorontalo mengingat sampah juga menjadi salah permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah di Gorontalo,” kata Dian Nugaraha.(hasan/gopos)