Rona jingga mulai menghias langit Pantai Tihu di Desa Tihu, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Mengiringi matahari beranjak turun perlahan menuju horizon. Bersiap merunduk di balik cakrawala.
Angin bertiup sepoi-sepoi ketika Untung mempercepat langkahnya menuju ke perahu bercat biru di bibir Pantai Tihu. Lengan kanan pemuda 22 tahun itu menenteng sebuah jerigen plastik ukuran 5 liter. Berpadu ember bekas cat tembok yang dijinjing di lengan kiri.
Sore itu, Untung bersiap untuk beraktivitas. Mencari ikan di perairan Bone Pantai, wilayah Teluk Tomini yang kaya akan sumber daya perikanan. Sebelum turun melaut, Untung harus memastikan semua peralatan dan perbekalan siap. Dari peralatan tangkap ikan hingga nasi dan lauk yang akan disantap di tengah laut. Tak ketinggalan stok bahan bakar minyak (BBM).
“Ini nyawa kita,” ucap warga Desa Tihu, Kecamatan Bone Pantai itu bergurau sambil menunjukkan cairan berwarna kehijauan dalam jerigen plastik saat dijumpai gopos.id di pesisir Pantai Tihu, Kecamatan Bone Pantai, Bone Bolango, Sabtu (22/10/2023).
Saat diamati dari dekat cairan yang ditunjukkan Untung itu adalah BBM jenis Pertalite.
“Dulu pakai bensin (Premium). Tapi karena sekarang (Premium) sudah tak ada lagi, maka pakai Pertalite,” imbuh pria yang selepas bangku SMP sudah akrab dengan dunia melaut.
Kebanyakan nelayan di wilayah Bone Pantai, termasuk Untung, sudah menggunakan ketinting atau mesin tempel untuk menggerakkan perahu saat melaut. Penggunaan ketinting atau mesin tempel sangat membantu menjangkau titik pencarian ikan lebih jauh dibandingkan mendayung. Selain itu waktu tempuh dari bibir pantai menuju ke lokasi pencarian ikan menjadi lebih singkat.
Meski begitu masih ada nelayan yang menggunakan dayung ketika melaut. Di samping jarak pencarian ikan yang dekat dengan bibir pantai, mendayung menjadi pilihan bagi mereka agar badan tetap bugar.
Penggunaan ketinting dan mesin tempel untuk melaut membuat Untung dan mayoritas nelayan di wilayah Bone Pantai bergantung pada ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). Khususnya jenis Pertalite, pengganti Premium yang sebelumnya lazim digunakan. Untung memenuhi kebutuhan BBM Pertalite untuk operasional melaut dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kompak 76.96101 Bilungala.
Beberapa waktu sebelumnya Untung mendapatkan pasokan stok BBM Pertalite lewat pembelian di SPBU Talumolo di Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo. Hanya saja untuk mencapai SPBU Talumolo lumayan jauh. Jaraknya 34 kilometer dari pusat Kecamatan Bone Pantai. Sudah tentu Untung harus mengeluarkan biaya ekstra untuk transport dan ongkos angkut. Sedikitnya Rp50 ribu sekali jalan.
Agar lebih hemat, Untung sering kali patungan sesama nelayan, atau menitip pembelian ke nelayan yang membeli BBM dalam jumlah besar. Mereka adalah nelayan pajeko, dan pemilik kapal ikan berbobot besar. Tetapi hal itu tak bisa dilakukan setiap hari karena pembelian harus mengikuti jadwal. Seminggu hanya dua kali.
“Saat lagi kosong dan harus melaut terpaksa beli Pertalite eceran di depot (kios BBM eceran, red),” kata Untung.
Sambil mengatur tumpukan es di box styrofoam dalam perahu, Untung mengaku sangat terbantu dengan distribusi BBM satu harga melalui SBPU Kompak Bilungala. Demikian pula nelayan di wilayah Kecamatan Bone Pantai. Jarak SPBU Kompak Bilulanga cukup dekat sehingga mudah dijangkau. Selain itu para nelayan bisa mendapatkan BBM Pertalite dengan harga standar, yakni Rp10 ribu per liter.
“Kalau kita belinya di depot satu botol (ukuran 1 liter) harganya Rp13 ribu. Bahkan beberapa waktu lalu ketika SPBU tak beroperasi tembus sampai Rp15 ribu per botol. Beli lima botol sudah Rp75 ribu. Di SPBU bisa dapat 7,5 liter,” hitungnya.
Ketika membeli Pertalite di kios BBM eceran maka biaya operasional yang harus dikeluarkan menjadi meningkat. Situasi itu membuat Untung dan rekannya sesama nelayan memilih mengurangi pembelian BBM. Supaya beban operasional tidak terlalu membengkak. Tetapi konsekuensinya jarak melaut ikut terpangkas.
Untung mengungkapkan, sebelum turun melaut ia menyiapkan Rp100-150 ribu untuk pembelian BBM Pertalite. Bila cuaca mendukung, setelah semalaman melaut, ia bisa membawa pulang tangkapan ikan dengan nilai jual Rp400-500 ribu.
“Kalau belinya di SPBU bisa dapat banyak. Kita melaut bisa jauh. Peluang dapat ikan lebih banyak lebih besar,” ujarnya tersenyum lebar.
Kebutuhan BBM Pertalite untuk melaut oleh nelayan di wilayah Bone Pantai tergantung jenis mesin penggerak perahu yang digunakan. Nelayan yang menggunakan ketinting membutuhkan Pertalite sedikitnya 3 sampai 5 liter untuk sekali melaut. Dengan BBM sejumlah tersebut mereka bisa melaut dengan jarak berkisar 3 mil laut. Sementara nelayan yang menggunakan mesin tempel bertenaga 15 PK membutuhkan Pertalite sekitar 15-20 liter untuk sekali melaut dengan jarak melaut sekitar 10-15 mil laut.
“Kebutuhan BBM bergantung juga pada kondisi cuaca. Bila angin kencang dan berombak otomatis kita butuh BBM dua kali lipat,” ucap Eman (54), nelayan lainnya saat ditemui gopos.id, di Desa Tihu, Kecamatan Bone Pantai, Bone Bolango, Sabtu (22/10/2023).
“Ketika angin kencang maka laju perahu akan melambat, maka kita harus membuka gas lebih besar. Ketika gas dibuka lebih besar otomatis konsumsi bahan bakar semakin banyak pula,” tambah Eman menerangkan.
Sama halnya pembelian BBM bersubsidi di SPBU lainnya. Pembelian BBM Pertalite di SPBU Kompak Bilungala sekarang sudah memberlakukan penggunaan Quick Response (QR) Code MyPertamina. Bagi nelayan yang melakukan pembelian menggunakan jerigen diharuskan membawa surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta Kartu Nelayan.
“Kita nelayan diberi jatah sampai dengan 35 liter untuk sekali pembelian,” kata Eman yang memiliki perahu dengan mesin tempel bertenaga 15 PK.
Jatah pembelian BBM Pertalite sebanyak 35 liter itu berlaku selama tiga hari. Artinya para nelayan baru bisa membeli kembali BBM Pertalite setelah jeda tiga hari. Bila belum sampai tiga hari jatah yang diberikan habis terpakai, maka para nelayan harus menutupi kekurangan kebutuhan dengan membeli di kios BMM eceran.
“Itu juga yang kadang bikin pusing. Sebab situasi di tengah laut sulit diprediksi,” ujar Eman menghela napas panjang.
Ia mengaku ketersediaan BBM ikut memengaruhi hasil tangkapan. Bila BBM yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup, para nelayan bisa menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.
“Waktu kita melaut juga bisa lebih lama, sehingga bisa mendapat hasil tangkapan yang lebih baik. Saat musim bagus dengan BBM 35 liter kita bisa dapat hasil tangkapan sekitar Rp1 juta,” kata Eman yang sering menangkap berbagai jenis ikan seperti Ikan Selar, Pelagis hingga Tuna ukuran 30-50 Kg.
Dampak penyaluran BBM satu harga melalui SPBU Kompak Bilungala ikut dirasakan pedagang ikan keliling, Ibrahim Yunus (48). Ibrahim yang menggunakan sepeda motor bebek dengan mesin 110 CC membutuhkan 3 liter setiap harinya untuk menjajakan ikan di beberapa desa di wilayah Bone Pantai.
“Dalam sebulan bisa hemat sampai dengan Rp300 ribu dibandingkan beli di depot. Jadi sangat membantu. Selain dekat, harganya pun sama dengan SPBU lainnya,” urai Ibrahim.
QR Code MyPertamina Bikin Lebih Teratur
Eman memperbaiki duduknya di kursi plastik di teras rumah. Sembari menyeruput secangkir kopi hangat, ia berujar “Sekarang sudah lebih baik, lebih teratur dibandingkan sebelumnya,”.
Pria yang sudah lebih dari 30 tahun menjadi nelayan itu mengenang masa-masa sulit mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Saat belum ada pengaturan pembelian melalui QR Code MyPertamina. Eman harus punya Surat Rekomendasi dari DKP dan dilengkapi Kartu Nelayan agar bisa membeli BBM bersubsidi di SPBU,
Pengurusan surat rekomendasi diawali surat pengantar dari Pemerintah Desa. Surat pengantar dari desa selanjutnya dibawa ke Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Bone Bolango. Setelah proses verifikasi, Surat Rekomendasi akan dikeluarkan untuk pembelian BBM sesuai kebutuhan.
“Memang ribet, tapi mau bagaimana lagi. Tanpa surat rekomendasi itu kita tak bisa beli BBM di SPBU,” ucap Eman.
Meski mengantongi surat rekomendasi, tak jaminan bagi Eman mendapatkan BBM setiap hari. Ia harus mengikuti antrean yang cukup panjang. Tak jarang Eman terpaksa pulang dengan perasan jengkel lantaran tak mendapatkan jatah pembelian BBM.
“Kami sudah antre dari pagi sampai tengah hari. Berpanas-panasan, tapi tak kebagian BBM karena stoknya sudah habis. Siapa yang tak jengkel seperti itu,” ujar Eman dengan nada agak meninggi.
Pengalaman serupa disampaikan Adit (22), nelayan yang duduk di dekat Eman. Pembelian sejumlah orang menggunakan galon atau gerijen besar dengan jumlah yang tak terbatas mengakibatkan banyak nelayan yang tak kebagian BBM. Kuota Pertalite 8.000 Liter yang dialokasikan habis dalam sehari.
“Pagi mobil tangki mengisi stok di SPBU Bilungala, sore sudah sudah habis,” ungkapnya.
Agar bisa mendapatkan BBM untuk kebutuhan melaut, Adit terpaksa ke SPBU Talumolo, Kota Gorontalo.
“Kita harus keluar biaya transport bila beli di Talumolo. Jatuh-jatuhnya sama dengan beli di depot (kios). Selain itu repot juga ketika kita hanya beli 10 liter harus ke Talumolo dengan jarak yang sangat jauh,” tandasnya.
SPBU Kompak Bilungala awalnya dikenal dengan nama Pom Bensin Bilungala. Beroperasi sejak 1990-an dengan menyalurkan BBM Premium (bensin) dan solar bersubsidi. Awal berperasi menggunakan dispenser analog. Seiring modernisasi penyaluran BBM oleh Pertamina, Pom Bensin Bilulangala turut diperbarui. Peralatan yang digunakan sudah elektronik. Sistem pembelian juga sudah terkoneksi secara digital. Statusnya menjadi SPBU Kompak.
SPBU Kompak Bilungala saat ini merupakan satu-satunya SPBU penyalur BBM satu harga di wilayah Bone Pesisir yang terbagi dalam 5 kecamatan. Meliputi Kecamatan Kabila Bone; Bone Pantai; Bulawa; Bone Raya; serta Kecamatan Bone, yang merupakan perbatasan Bone Bolango-Gorontalo dengan Bolaang Mongondow Selatan-Sulawesi Utara.
Pembelian BBM Pertalite di SPB Kompak Bilungala menggunakan sistem QR Code MyPertamina dimulai sejak awal 2023. Kebijakan itu berlaku kepada setiap pembeli. Baik kalangan nelayan di wilayah Bone Pesisir maupun pengendara/pemilik kendaraan yang mengisi BBM di SPBU Kompak Bilungala.
Eman mengungkapkan, dengan adanya QR Code MyPertamina pembelian BBM Pertalite di SPBU Bilungala menjadi lebih terkontrol. Aksi borong dalam jumlah yang besar semakin berkurang. Antrean untuk mendapatkan BBM tak lagi sepanjang sebelum-sebelumnya.
Eman menyesalkan ulah nakal oknum operator yang menyalahgunakan QR Code MyPertamina, sehingga membuat SBPU Kompak Bilungala sempat dihentikan pengeporasiannya pada Agustus 2023. Selanjutnya pada Oktober 2023, operasional SPBU Kompak Bilungala kembali berjalan di bawah pengawasan PT Pertamina Patra Niaga .
“Alhamdulillah kita sudah bisa dapatkan BBM dengan harga yang standar lagi. Tapi masalahnya kita tak diizinkan beli dengan jerigen. Kan tidak mungkin kita bawa mesin tempel kita ke SPBU untuk isi BBM,” keluh Eman.
Fandi (30), operator SPBU Kompak Bilungala menjelaskan pembelian BBM Pertalite menggunakan QR Code MyPertamina mengacu pada ketentuan penyaluran BBM bersubsidi. Untuk pembelian BBM oleh nelayan menggunakan jerigen harus memenuhi syarat administrasi.
“Harus ada surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan,” kata Fandi di sela kesibukan melayani pembelian BBM.
Lebih lanjut Fandi mengungkapkan, beberapa nelayan utamanya mereka yang membutuhkan BBM Pertalite dalam jumlah kecil 5-10 liter per orang, membeli secara berkelompok. Satu nelayan mewakili beberapa nelayan dan membeli BBM dalam jumlah tertentu. Selanjutnya BBM didistribusikan ke setiap anggota kelompok sesuai kebutuhan.
“Cara tersebut lebih memudahkan para nelayan mendapatkan BBM,” ujarnya sambil menambahkan petugas operator SPBU Bilungala umumnya sudah mengenali nelayan-nelayan di wilayah Bone Pesisir yang membeli BBM Pertalite.
Staf Humas Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Romi Bahtiar, menjelaskan distribusi BBM bersubsidi untuk wilayah Bone Pesisir hanya dilayani satu lembaga penyalur. Yakni SPBU Kompak Bilungala.
Saat ini, lanjut Romi, SPBU Kompak Bilungala masih dalam tahap pengawasan PT Pertamina Patra Niaga. Masa pengawasan akan berlangsung hingga November 2023.
“Meski begitu SPBU Kompak Bilungala tetap melayani rekomendasi nelayan untuk produk Pertalite maupun Solar yang mempunyai QR Code,” terang Romi saat dihubungi, Senin (30/10/2023).
Untuk membantu para nelayan di Gorontalo dalam memenuhi kebutuhan BBM solar bersubsidi, PT Pertamina telah memberlakukan pembelian menggunakan QR Code. Kebijakan yang dimulai pada 1 Maret 2023 itu diterapkan pada tiga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nelayan. Yakni SPBU Nelayan 78.961.01, SPBU Nelayan 78.962.01, dan SPBU Nelayan 78.962.04.
Regulasi konsumen dalam penggunaan minyak solar subsidi diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014. Adapun sektor usaha perikanan yang dapat membeli BBM solar subsidi adalah:
- Nelayan dengan kapal ≤ 30 GT yang terdaftar di kementerian kelautan dan perikanan, verifikasi dan rekomendasi SKPD
- Pembudi daya ikan skala kecil dengan verifikasi dan rekomendasi SKPD
Program BBM Satu Harga
Program BBM Satu Harga bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan, kemudahan akses dan keterjangkauan harga BBM, terutama di daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal). Lewat program BBM Satu Harga diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor ekonomi domestik masyarakat untuk mewujudkan kemandirian ekonomi.
Sejak digulirkan pada 2017 hingga September 2023, Pertamina telah membangun lembaga penyalur BBM Satu Harga di 472 lokasi. Meliputi sebanyak 71 titik di Sumatera, 5 titik di Jawa dan Bali, 96 titik di Kalimantan, 70 titik di Maluku, 87 titik di Nusa Tenggara, dan 94 titik di Papua.
“Hingga akhir tahun 2024 program ini diharapkan dapat mencapai 573 lokasi,” terang Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso dalam siaran pers, (2/10/2023).
Pengembangan program BBM Satu Harga dilakukan Pertamina melalui Subholding Comercial & Trading dengan dua cara. Pertama, percepatan pembangunan BBM Satu Harga melalui bantuan perangkat percepatan. Kedua, meningkatkan kehandalan sarana dan fasilitas SPBU dalam bentuk SPBU Mini dan Pertamina Shop (Pertashop).
“Pertamina akan terus mendukung upaya Pemerintah untuk menyalurkan BBM bagi masyarakat di daerah 3. Khususnya BBM Bersubsidi dengan harga yang sama dengan wilayah lainnya yang telah tersedia SPBU,” tutur Fadjar.(*/hasan/gopos)