GOPOS.ID, KWANDANG – Kabupaten Goronto Utara (Gorut), salah satu kabupaten di Provinsi Gorontalo yang belum melaksanakan sistem pembelajaran secara tatap muka. Hal itu dilakukan mengingat ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah saat menghadapi masa pandemi Covid-19 saat ini.
Menyikapi soal itu, Kepala Dinas Pendidikan Gorontalo Utara, Irwan A. Usman mengungkapkan bahwa analisa strategi pembelajaran di masa pandemi, Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo Utara sebelumnya telah melakukan langkah-langkah analisis kelayakan.
Seperti strategis pembelajaran, baik dari aspek akademik dengan melakukan penjajakan melalui mekanisme survei studi kelayakan kepuasan masyarakat. Dimana dijelaskannya, ada survey indeks kepuasan masyarakat terkait dengan strategi pembelajaran. Yaitu apa saja yang seharusnya dilakukan menyikapi kondisi pada Masa Pandemi Covid-19.
Sementara dari sisi regulasi sendiri dari tahun 2020 sudah ada peraturan bupati nomor 16 tahun 2020, tetang sistem penyelenggaraan pendidikan pada masa darurat yang berorientasi pada strategi pendekatan pembimbingan pembelajaran dimasa pandemi.
Secara teknis, telah di susun Standar Oprasional Prosesur (SOP). Sebagai turunan dari peraturan bupati yang berorientasi pada pendekatan sekolah kreatif yang mengklaborasikan dua strategi pendekatan. Adalah proses pembimbingan pembelajaran secara daring, maupun secara luring.
“Dua strategi pendekatan itu yang dipandang efektif, sebagai pendekatan pembelajaran pada masa pandemi. Baik itu telah dilakukan pada tahun pembelajaran 2020-2021 dan efektif lagi tahun pelajaran 2021-2022 yang dimulai tanggal 19 Juli 2021,” jelas Irwan.
Sehingga kata Irwan, konsep yang dilakukan saat ini, pada pembimbingan peserta didik dengan metode pembelajaran tatap muka terbatas dengan dua mekanisme pendekatan. Dipandang sebagai strategi efektif yang dapat dilakukan dalam kondisi Pandemi Covid-19.
Disisi lain pula, pendekatan ini memberikan otoritas kepada sekolah untuk mengembangkan ide-ide kreatif. Pengembangan strategi pembelajaran dimasa pandemi, sehingga kualitas penyelenggaraan pendidikan tetap terjaga. Serta protokol kesehatan dalam memutus penyebaran Virus Corona, tetap ditegakkan.
Lebih lanjut Irwan menjelaskan, untuk teknis pendekatan dari sisi jumlah siswa, secara nasional disampaikan batas jumlah siswa di dalam ruang kelas maksimal 50 persen. Akan tetapi, jumlah tersebut merupakan standar yang ada di kota besar seperti Jakarta misalnya.
Sementara di Gorontalo Utara kalau diterapkan dengan sistem itu, kemungkinan tidak efektif. Kenapa demikian, karena melihat jumlah setiap siswa di kelas jumlahnya berbeda dibanding sekolah di Jakarta atau kota besar lainnya yang rata-rata memenuhi rasio jumlah rombongan belajar.
Di Gorontalo Utara variatif paling tinggi siswa setiap kelas hanya berjumlah 26, bahkan ada pula yang 7 orang. Ketika mengacu pada standar nasional 50 persen, maka tidak mungkin menerapkan demikian dengan melihat sisi dari jumlah siswa yang ada.
“Ketentuan secara Nasional sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) 4 Menteri, tetap dipedomani tetapi kita tidak harus idealis dengan jumlah. Namun yang lebih kita kedepankan adalah pemenuhan ketentuan protokol kesehatan yaitu jaraknya minimal 1,5 meter untuk jarak setiap siswa jika berada di dalam kelas. Ini sudah kita penuhi, jika pendekatan yang kita lakukan secara luring,” tandas Irwan. (isno/gopos)