GOPOS.ID, GORONTALO – Ada dua hal penting yang mendorong terwujudnya pemilih berdaulat. Yaitu edukasi dan informasi. Sejalan hal itu maka berita tentang pemilihan umum (Pemilu) harus memiliki nilai human interest agar menarik dibaca sehingga mampu memberikan edukasi bagi pemilih.
Penyelenggaran Pemilu di era post truth (pasca kebenaran, red) saat ini memiliki tantangan yang cukup besar. Salah satu di antaranya berkaitan massifnya penyebaran informasi bohong atau hoaks. Penyebaran hoaks tidak hanya ditujukan pada kontestan atau pemilu saja. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu juga tak lepas dari sasaran penyebaran hoaks. Hoaks tentang 31 juta pemilih yang tidak termasuk dalam DPT; suara suara yang sudah tercoblos sebanyak 7 kontainer; hingga anggaran pengadaan kotak suara yang mencapai triliunan Rupiah merupakan contoh beberapa hoaks yang ditujukan ke KPU.
Berangkat dari hal itu maka literasi elektoral bagi pemilih menjadi hal yang sangat penting. Masyarakat yang memiliki pemahaman dan mendapat literasi elektoral yang baik maka akan lebih mudah menyaring informasi hoaks.
“Literasi elektoral menjadi tugas bersama antara KPU dan teman-teman media massa/jurnalis,” ujar Anggota KPU RI, Idham Kholiq, saat memberikan materi pada Sekolah Literasi Pemberitaan Penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan KPU Provinsi Gorontalo bekerja sama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Ahad (6/11/2022), di Hotel Grand Q, Kota Gorontalo.
Menurut Idham Kholiq, sosialisasi dan edukasi jurnalistik berkaitan literasi elektoral hendaknya lebih banyak menyentuh kalangan ibu-ibu rumah tangga. Sebab kalangan ibu-ibu rumah tangga berperan penting dalam meneruskan informasi dan edukasi yang diterimanya kepada anggota keluarga, khususnya kepada anak-anaknya.
“Bila kita ingin demokrasi kita lebih baik ke depan maka sosialisasi dan edukasi harus menyentuh ibu-ibu rumah tangga,” tegas mantan anggota KPU Jawa Barat itu.
Lebih lanjut Idham Kholiq menekankan, pemberitaan Pemilu utamanya yang bersumber atau dirilis oleh KPU tidak hanya yang bersifat serius saja. Pemberitaan Pemilu hendaknya memiliki nilai human interest atau memiliki sisi humanis.
“Contohnya dalam pelaksanaan verifikasi faktual. Pemberitaan yang mengenai betapa sulitnya para petugas verifikasi melewati medan atau daerah-daerah yang terjal, menyeberang sungai, dan informasi yang memiliki human interest sangat menarik dan bisa memberikan edukasi kepada masyarakat,” tutur Idham Kholiq.
“Berita feature yang menonjolkan sisi humanis atau human interest jauh lebih menarik dibaca dibandingkan berita yang sifatnya menginformasikan menggelar kegiatan,” imbuh Magister Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi Gorontalo, Fadliyanto Koem, mengemukakan kegiatan Sekolah Literasi Pemberitaan Penyelengaraan Pemilu dilaksanakan KPU Provinsi Gorontalo bekerja sama AMSI. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman di kalangan masyarakat berkaitan informasi yang benar dan valid berkaitan penyelenggaraan Pemilu.
“Lewat kegiatan ini diharapkan dapat menangkal penyebaran hoaks dalam rangka menghadapi Pemilu 2024,” ujar Fadliyanto Koem.
Sekolah Literasi Pemberitaan diikuti oleh anggota KPU kabupaten/kota, pegiat Pemilu, serta media massa di Gorontalo. Adapun pemateri yang dihadirkan yakni Ketua AMSI Gorontalo, Verrianto Madjowa, senior Editor KLY, Nurfahmi Budiarto.(hasan/gopos)