GOPOS.ID – Larangan mudik bagi Aparatur Sipil Negera (ASN/PNS) ditegaskan dalam sebuah Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang juga membahas sanksi PNS yang mudik.
Diketahui mudik lebaran Idul Fitri 1442H, PNS dilarang untuk melakukan perjalanan luar daerah atau Mudik. Jika kedapatan, maka sanksi ini yang akan menanti.
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2021.
Dalam aturan ini, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dilarang mengambil cuti dan mudik Lebaran selama periode waktu 6-17 Mei 2021.
Lalu apa saja sanksi PNS yang mudik yang tertuang dalam Surat Edaran tersebut?
Berdasarkan Surat Edaran tersebut, PNS atau PPPK yang mudik akan mendapat hukuman sanksi seperti yang tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Merujuk regulasi tersebut, sanksi terberat yang bisa diterima seorang abdi negara yakni dipecat secara tak hormat sebagai PNS.
Mengacu pada Bab III PP Nomor 53/2010 tentang Hukuman Disiplin, sanksi yang dapat diberikan kepada PNS terbagi dalam tiga level.
Pertama, jenis hukuman disiplin ringan yang terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Kedua, sanksi tingkat sedang yang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Ketiga, sanksi berat. Sanksi tingkat berat jenis hukuman disiplin berat terdiri dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Keterangan larangan sanksi PNS yang mudik bahkan ditekankan kepada yang nekat melakukannya.
Ada hukuman khusus kepada PNS yang nekat mudik dan pemberian sanksi akan tergantung pada keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi tempatnya bekerja. (sumber suara.com)