GOPOS.ID, GORONTALO – Angka covid-19 di Gorontalo masih sangat tinggi. Sampai saat ini belum ada daerah di provinsi Gorontalo yang masuk zona hijau. Bahkan Kota Gorontalo, sejak awal pandemi masuk ke Gorontalo, sampai saat ini masih dalam zona merah.
Dari data yang dirangkum gopos.id dari Satgas penanganan covid-19 provinsi Gorontalo, Kamis (10/9/2020) pukul 10.00 WITA. Total jumlah orang yang telah terpapar sudah sebanyak 2.241 orang, dengan kesembuhan sudah mencapai 1.947 orang, 61 orang meninggal dunia, dan 233 orang yang masih dalam perawatan.
Namun sangat disayangkan, angka pasien covid-19 di Gorontalo yang masih tinggi ini tak membuat pemangku kepentingan dan pejabat di Gorontalo prihatin.
Pasalnya, masih banyak dari mereka yang sering melakukan perjalanan dinas keluar daerah. Padahal daerah yang dikunjungi adalah zona merah. Salah satu yang paling sering dikunjungi pejabat di Gorontalo adalah DKI Jakarta yang notabenenya wilayah zona merah.
Bukan hanya zona merah, beberapa pekan terakhir ini jumlah kasus di DKI Jakarta terus mengalami kenaikan yang drastis. Bahkan, Rabu (9/9/2020) kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan kebijakan untuk kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta. Sebab menurut Anies situasi wabah di Jakarta saat ini berada dalam kondisi darurat.
Situasi dari sering keluar masuknya pejabat Gorontalo di luar daerah berpotensi menjadi silent carrier (seseorang yang memiliki kemampuan membawa dan menyebarkan virus) Covid-19 kepada keluarga maupun masyarakat.
Untuk mengantisipasi itu, pejabat pelaku perjalanan dinas diharuskan untuk melakukan swab test. Sebab rapid test yang dilakukan bukan menjadi jaminan. Sebab pejabat tersebut bisa saja masuk dalam Orang Tanpa Gejalah (OTG) dengan hasil rapid non-reaktif.
Pegiat media sosial Gorontalo, Rollins Humonggio mengungkapkan bahwa jumlah kasus covid-19 di Gorontalo belum menunjukkan penurunan yang drastis.
Namun banyak pejabat, masyarakat di Gorontalo sering keluar daerah di wilayah-wilayah zona merah. Apalagi baginya, orang yang pernah terpapar covid-19 tidak berarti bisa kebal dari virus tersebut.
“Menurut saya berdasarkan literatur yang pernah dibaca, bahwa tidak ada yang menjamin orang bebas covid. Saya sempat membaca dua riset akan berulangnya virus dalam tubuh. Artinya kalau kita sudah pernah terjangkit dan kemudian negatif, ketemu orang positif bisa kambuh lagi,” ucapnya.
Baca juga:Â Langgar Protokol, Pemerintah Bisa Diskualifikasi Calon Kepala Daerah
Bagi masyarakat maupun pejabat di Gorontalo yang sering-sering ke Jakarta, dikatakan Rollins bahwa mereka bisa saja menjadi carrier untuk menjemput virus tersebut. Apalagi setiap orang yang pulang dari perjalanan luar daerah, sangat jarang dilakukan swab test. Kebanyakan hanya mengandalkan rapid test yang akurasinya masih dipertanyakan.
“Di wilayah Jakarta sudah sangat rentan untuk menjemput virus. Seharusnya setiap orang yang baru dari daerah zona merah harusnya wajib untuk di Swab Test, bukan rapid. Karena metode untuk mengetahui kita positif atau tidak dengan covid-19 hanya dengan Swab Test,” lanjutnya.
Jika kondisi ini tidak diubah oleh pemangku kepentingan dan pejabat Gorontalo, maka besar kemungkinan akan sulit Gorontalo untuk terbebas dari Covid-19.
“Artinya kita kembali di awal pandemi. Yang sudah pernah reaktif jangan dipikir sudah bebas. Kita tinggal menunggu kebijakan untuk mengurangi aktivitas keluar daerah atau paling tidak, pejabat yang keluar daerah dan kembali ke Gorontalo harus wajib untuk di swab test,” tandasnya. (andi/gopos)