GOPOS.ID, GORONTALO – Pelantikan 76 pejabat fungsional di Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) rupanya tanpa sepengetahuan Sekretaris Daerah (Sekda) Gorut, Ridwan Yasin. Padahal Ridwan sendiri sebagai Ketua Tim Penilai Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gorontalo Utara.
“Saya kaget ketika ada pelantikan pejabat. Saya tidak diberi tahu apa dasar pelantikan? Yang saya dengar cuman usulan nama-nama pejabat hanya berdasarkan catatan–catatan dari luar, tanpa melalui proses sesuai peraturan perundang–undangan,” ucap Ridwan Yasin dengan nada kecewa Jumat (3/1/2020).
Menurut Ridwan bahwa sudah seharusnya setiap pejabat yang menempati jabatan tertentu harus dengan prosedur yang berlaku. Tak hanya itu, dalam UU No. 5 tahun 2014 dan UU No. 11 Tahun 2017, sekretaris daerah sebagai Ketua Tim Penilai Kinerja, harus memproses segala hal yang berhubungan dengan pejabat, termasuk prosedur pelantikan.
“Makanya saya keberatan, malam ini saya lapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara untuk pelantikan tersebut,” tegas mantan Karo Hukum Setda Provinsi Gorontalo itu.
Sejuah ini ini menurut Ridwan, orang-orang yang ditunjuk menduduki jabatan baru itu tidak memperhatikan track record mereka.
“Sekretaris daerah sebagai ketua Tim Penilai Kinerja harus memproses itu semua. Adapun yang memproses itu (pelantikan) tadi cuma anggota saya. Kemudian oleh kepala daerah dijadikan dasar. Itu dasarnya bagaimana, ketua saja tidak tau!”, jelasnya.
“Sudahlah kalau tepat, banyak yang tidak tepat. Banyak yang ada kasus kemudian dilantik. Kasus kepegawaian ada, banyak yang seperti itu, tidak memperhatikan track record pegawai, hanya berdasarkan bisikan kiri kanan, itupun tidak melalui pembahasan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang – undang” kata Ridwan.
Ridwan mengibaratkan pada proses pengadaan barang dan jasa. Tanpa sepengetahuan ketua tim, kemudian dilakukan kegiatan lelang atau proyek. Menurutnya hal itu tidak sesuai dengan prosedur, demikian juga dengan ASN.
Baca juga: Awal Tahun, Bupati Gorut Langsung Rapat Koordinasi
“Ibarat orang mengadakan suatu pengadaan barang dan jasa. Kemudian, ketuanya tidak tanda tangan. Misalnya itu dalam lelang kegiatan ata proyek, apa itu memenuhi syarat? Kan tidak! Makanya saya keberatan!”, tegas Ridwan.
Ia menegaskan, agar hal ini tidak menimbulkan kesan buruk terhadap pemerintahan, serta tidak dianggap merupakan sesuatu yang benar oleh masyarakat. Maka dirinya menempuh jalur hukum dengan melaporkan hal ini ke Komisi ASN.
“Hal ini yang sama sekali tidak bisa terjadi. Karena jangan dianggap ini adalah tindakan yang benar, maka saya ambil langkah hukum. Kalau ASN integritasnya sudah bisa dibeli, maka mundur saja dari ASN”,
“Inikan sudah seperti diperjual belikan. Saya sudah telpon Hakim Komisi ASN, saya keberatan atas prosedur. Apalagi, ada pejabat yang baru 4 bulan dipindah. Sementara dalam undang – undang, memindah pejabat itu minimal 2 tahun”, tegas Ridwan. (andi/gopos)