GOPOS.ID, GORONTALO – Mantan Bupati Bone Bolango Hamim Pou dituntut 4 tahun 6 bulan penjara atas kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) tahun 2011-2012 di Pengadilan Tipikor Gorontalo, Senin (14/7/2025).
Selain hukuman pidana penjara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Monica dan Faturrozi menuntut Hamim Pou dengan denda Rp200 juta serta tuduhan memperkaya diri Rp152 juta dan orang lain sebesar Rp1,6 miliar, dengan total kerugian negara berkisar Rp1,7 miliar.
Usai pembacaan tuntutan oleh JPU, Hamim menyampaikan bahwa pihaknya menghormati tuntutan dari penuntut umum tersebut.
“Saya menghormati jaksa. Tapi saya ingin ingatkan, penegakan hukum harus juga menegakkan keadilan,” ujar Hamim Pou usai sidang.
Hamim menyayangkan tuntutan JPU hanya mendasarkan pada SK Bupati dan Permendagri, tanpa menyentuh Perda APBD sebagai dasar hukum utama penganggaran bansos.
“Saya hanya pelaksana kebijakan. Tidak pernah mengatur teknis penyaluran bantuan. Semua dilakukan oleh SKPD teknis, diverifikasi dan sesuai aturan,” tegas Hamim lagi.
Hamim menambahkan, seluruh urusan teknis telah dilakukan sesuai prosedur resmi. Fakta persidangan menunjukkan hal ini dengan jelas: mulai dari kesaksian anggota TAPD, DPRD, bendahara pengeluaran, hingga para penerima bantuan dan para saksi ahli yang dihadirkan. Semua menguatkan bahwa kebijakan bansos dilakukan secara sah, terbuka dan tanpa niat jahat.
Saat disinggung apakah kasus ini bermuatan politis, Hamim hanya senyum-senyum.
“Analisis saja sendiri,” jawabnya.
Menurutnya, tuduhan JPU bahwa bansos digunakan untuk Pilkada 2015 pun dianggap janggal, karena bantuan itu berasal dari APBD 2011–2012.
“Mau jadi calon saja belum tentu saat itu,” lanjutnya.
Adapun tuduhan memperkaya orang lain sebesar Rp1,6 miliar menurut jaksa, sesungguhnya merujuk pada para penerima manfaat yang sah, yaitu mahasiswa penerima bantuan beasiswa, takmirul masjid yang membangun rumah ibadah, serta ibu rumah tangga penerima bantuan UMKM dan bantuan sosial lainnya.
Mereka bukan pihak yang diperkaya secara tidak sah, melainkan warga yang menerima manfaat dari kebijakan daerah yang resmi dan terencana.
“Karena ketiga unsur Pasal 3 Undang-Undang Tipikor tidak terbukti secara kumulatif, yakni tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak ada motif menguntungkan diri atau orang lain, dan tidak ada kerugian negara, maka saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa saya tidak terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor dan membebaskan saya dari seluruh dakwaan,” pinta Hamim.
Sementara seorang praktisi hukum yang hadir dalam pembacaan tuntutan menanggapi dengan serius sikap jaksa.
“Kalau mereka menyebut memperkaya orang lain, berarti mahasiswa dan takmirul masjid juga harus didakwa karena telah jadi kaya. Inilah risiko mengkriminalisasi kebijakan publik,” tegasnya.(*)