GOPOS.ID KOTA GORONTALO – Guru Besar Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Prof. Dr. Nurdin, S.P., M.Si menegaskan pentingnya pendekatan baru dalam evaluasi kesesuaian lahan pertanian, khususnya untuk tanaman jagung.
Penegasan ini disampaikan Prof. Nurdin dalam orasinya pada SIdang Terbuka Senat UNG Pengukuhan Guru Besar di Auditorium UNG, Selasa (24/6/2025). Orasi ilmiahnya yang berjudul “Rekacipta dan Inovasi Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung Berbasis Kualitas Lahan dan Produksi Optimum”,
Mengawali orasi, Prof. Nurdin mengaitkan pentingnya tanah dalam sejarah peradaban, dari Mesopotamia hingga Nusantara, serta dalam perspektif agama. Ia mengutip Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 58 yang menggambarkan bahwa hanya tanah yang baiklah yang mampu menumbuhkan tanaman dengan subur, sebagai bentuk tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang bersyukur.
Seiring meningkatnya kebutuhan dan terbatasnya sumber daya lahan, Prof. Nurdin menyoroti ketidaksesuaian antara hasil evaluasi lahan konvensional yang berbasis kriteria FAO 1976 dengan realitas produksi di lapangan.
“Sering kali lahan yang dinilai kurang sesuai (kelas S3), justru mampu menghasilkan produksi hingga 8 ton per hektar,” ungkapnya.
Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan baru yang lebih realistis dan akurat dalam penentuan kesesuaian lahan.
Ia menelaah beberapa kriteria kesesuaian lahan jagung yang selama ini digunakan oleh para ahli seperti Zainuddin, Ritung, dan Wahyunto, yang memuat antara 11–12 kualitas lahan dan 21–24 karakteristik. Namun menurutnya, banyaknya variabel ini justru menyulitkan dalam penyusunan perencanaan tata ruang wilayah, RPJM, dan dokumen kebijakan lainnya, serta mengurangi akurasi data.
Sebagai solusi, Ia memperkenalkan inovasi kriteria kesesuaian lahan baru yang berbasis pada varietas jagung (lokal, komposit, dan hibrida), serta menggunakan pendekatan ilmiah dengan metode SEM-PLS dan Boundary Line. Hasilnya, ditemukan bahwa jumlah kualitas dan karakteristik lahan yang relevan jauh lebih sedikit, namun lebih tepat sasaran.
Untuk varietas lokal, hanya lima kriteria utama yang dinilai penting: ketersediaan oksigen, media perakaran, retensi hara, hara tersedia, serta bahaya erosi dan penyiapan lahan. Varietas komposit hanya memerlukan tiga: media perakaran, retensi hara, dan hara tersedia. Sementara varietas hibrida kembali menekankan lima elemen, meskipun dengan fokus yang lebih adaptif terhadap kondisi lahan spesifik.
“Inovasi ini menjadikan kriteria kesesuaian lahan lebih responsif terhadap variasi kualitas dan karakteristik lahan di lapangan, serta disusun berdasarkan produksi optimum masing-masing varietas jagung,” ujarnya.
Sebagai penutup, Prof. Nurdin menekankan bahwa meskipun kriteria baru ini lebih efisien dan adaptif, ia masih terbatas pada wilayah dataran rendah beriklim tropis. Oleh karena itu, diperlukan perluasan kajian ke wilayah dataran tinggi agar kriteria ini dapat digunakan lebih luas secara nasional. (Rama/Gopos)