GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Kondisi infrastruktur di kawasan perumahan BP36+ di Kota Gorontalo kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi III DPRD Kota Gorontalo, Totok Bachtiar, menegaskan banyak kawasan perumahan tersebut kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama pada aspek jalan dan fasilitas dasar lainnya.
Totok menyebut, pembangunan perumahan bersubsidi tipe 36 yang dikenal sebagai BP36+, banyak yang tidak sesuai dengan perencanaan awal atau site plan yang disampaikan oleh pihak pengembang. Hal ini menimbulkan dampak langsung terhadap kenyamanan dan kualitas hidup masyarakat penghuni.
“Jalannya bukan lagi rusak, tapi sudah seperti kolam. Ini bukan hanya sekadar keluhan, tapi realita yang kita temui langsung di lapangan. Hampir di setiap masa reses, warga mengadu soal kerusakan jalan ini,” ujar Totok Bachtiar.
Ia menjelaskan, tanggung jawab pembangunan jalan, saluran air, hingga fasilitas listrik dan air bersih seharusnya berada pada pihak pengembang, bukan dibebankan kepada pemerintah. Namun kenyataannya, setelah pembangunan selesai, pengembang seringkali menyerahkan masalah infrastruktur ke pemerintah daerah tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu.
“Yang bangun itu developer, yang untung juga developer. Tapi giliran jalan rusak, air tidak tersedia, justru dilempar ke pemerintah. Ini jelas tidak adil dan tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Totok menyoroti pula kualitas rumah yang dibangun, khususnya terkait keberadaan dapur. Menurutnya, rumah subsidi seharga sekitar Rp174 juta hingga Rp176 juta per unit semestinya sudah dilengkapi dengan dapur yang layak. Ia menyayangkan masih adanya rumah yang dapurnya hanya dibuat dari bahan seadanya seperti triplex atau pitate.
“Kalau memang rumah itu bersubsidi dan ditujukan untuk masyarakat kecil, maka justru harus lebih layak. Dapur itu kebutuhan pokok. Jangan sampai penghuni harus bangun sendiri dapur dari bahan tidak permanen. Ini tanggung jawab pengembang juga,” jelasnya.
Dalam rapat dan tinjauan bersama pemerintah kota, Totok menyarankan agar Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) lebih tegas dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan. Pengawasan ketat terhadap site plan dan perizinan harus dilakukan sejak awal agar tidak terjadi pelanggaran.
“Perkim harus tegas. Jangan hanya memeriksa di atas kertas. Harus turun lapangan dan pastikan fasilitas umum seperti jalan, taman, saluran, rumah ibadah benar-benar dibangun sesuai rencana,” ungkapnya.
Selain itu, DPRD juga menyoroti persoalan aset pemerintah yang telah lama terbengkalai dan rencananya akan diserahkan kepada PDAM (Perumda Muara Tirta). Saat ini, pemerintah kota sedang menunggu hasil penilaian dari KPKNL terhadap nilai aset tersebut. Proses penyerahan ini penting untuk memperkuat pelayanan air bersih di kawasan BP36+ dan sekitarnya.
“Aset yang akan diserahkan ini sudah lama tidak digunakan, bahkan beberapa sudah mengalami kerusakan. Maka perlu penilaian ulang oleh KPKNL. Setelah itu, baru bisa dilimpahkan ke PDAM,” ujar Totok.
Ia menambahkan, Perumda Muara Tirta telah menyatakan kesiapan mereka untuk menerima aset dan menjalankan operasional jika aset resmi diserahkan. Namun hal itu masih membutuhkan konsultasi dengan kuasa pemilik modal, yakni Wali Kota Gorontalo.
“Perumda siap menerima, tapi tetap harus ada dasar hukum dan kejelasan anggaran. Kuasa pemilik modal adalah wali kota, dan semuanya harus transparan. Harapan kita, proses ini bisa tuntas tahun ini dan segera beroperasi untuk melayani masyarakat di dua kecamatan,” pungkas Totok.
Dengan desakan tersebut, DPRD berharap sinergi antara pemerintah, pengembang, dan lembaga penilai aset bisa mempercepat penyelesaian masalah yang selama ini membebani masyarakat penghuni perumahan BP36+. Harapan utamanya adalah menghadirkan hunian yang layak, aman, dan memiliki fasilitas umum yang memadai.(Arni/Rama/Gopos)