GOPOS.ID, GORONTALO – Satu keluarga di Kelurahan Huangobotu, Kecamatan Dungingi, Kota Gorontalo terkurung dalam rumah. Keluarga Mun Laiya (56) yang terdiri 4 rumah tangga tersebut tak leluasa keluar masuk rumah. Itu setelah, akses jalan yang digunakan sehari-hari ditutup dan dipagari oleh pemilik lahan.
Informasi yang dirangkum gopos.id, rumah milik keluarga Mun Laiya berbatasan dengan lahan milik keluarga Noval Runtuwene. Sehingga untuk akses keluar masuk rumah, anggota keluarga Mun Laiya harus melintas di lahan milik Noval Runtuwene.
Pada Selasa (30/7/2019), akses jalan yang biasa digunakan keluarga Mun Laiya tak bisa lagi dilalui. Pemilik lahan memutuskan menutup akses jalan dengan memasang pagar kayu dan kawat berduri. Sempat diwarnai perdebatan cukup alot, penutupan akses jalan pada akhirnya tetap dilakukan.
Penutupan akses jalan membuat satu keluarga Mun Laiya yang berjumlah 16 jiwa terkurung dan tak bisa beraktivitas banyak. Terutama untuk keluar masuk rumah. Mereka memilih berkumpul di dalam ataupun di teras rumah. Tak terkecuali para anak-anak.
Pantauan gopos.id, para anak-anak hanya bisa bermain di seputaran teras rumah. Padahal pada hari biasanya, mereka kerap bermain di teras hingga di lahan Noval Runtuwewe yang terletak di depan rumah dengan hamparan cukup luas.
Aktivitas bermain para anak-anak yang berjumlah 6 orang itu harus pula mendapat pengawasan. Sebab, pagar yang menutupi akses jalan terdapat kawat berduri.
“Jadi musti torang jaga, jangan sampai kena kawat duri saat bermain,” ujar beberapa anggota keluarga ketika berbincang dengan gopos.id, Rabu (31/7/2019).
“Biasanya anak-anak tetangga datang kemari ikut bermain. Tapi hari ini sudah tak bisa karena tak ada jalan,” timpal anggota keluarga lainnya.
Baca juga: 63 Penyelam Gorontalo Siap Pecahkan Rekor Selam Dunia di Manado
Untuk bisa keluar masuk dari rumah, anggota keluarga Mun Laiya membutuhkan tenaga serta kehati-hatian ekstra. Yakni berjalan membungkuk di antara kawat berduri.
“Anak-anak yang mau pergi sekolah harus lewat hati di kawat duri itu. Begitu juga yang mau keluar ke jalan,” kata anggota keluarga Mun Laiya.
Sedianya ada celah di antara pagar kayu yang bisa digunakan untuk akses keluar masuk bagi keluarga Mun Laiya. Tapi lagi-lagi, butuh kehati-hatian. Sebab, lebarnya tak seberapa dan terdapat kawat berduri.
“Sangat berisiko. Jadi kami lebih memilih biar mo meruku (membungkuk hati-hati) untuk bisa keluar,” tutur pihak keluarga.
Baca juga: Seleksi CPNS 2019: 200.000 Formasi Dibuka, Ini Posisi Prioritas
Sebelumnya, saat penutupan pihak keluarga Mun Liaya sudah berusaha agar kiranya tetap diberi akses jalan.
“Jadi selain jalan ini tidak ada lagi jalan lain. Dari dulu sudah jadi orang pe jalan ini,” ujar Mun Laiya sesaat setelah penutupan, Selasa (30/7/2019).
Hal senada disampaikan anggota keluarga Mirjan Hasan (32). Menurutnya, dengan adanya pemagaran yang dilakukan oleh pemilik lahan maka ia harus memarkir bentor miliknya harus di pinggir jalan.
“Tidak ada jalan sama sekali, meskipun Kakak saya sebenarnya mau bayar. Rp100 sampai 200 ribu permeter. Tapi katanya ini masalah bisnis. Mereka (pemilik lahan,red) maunya dihitung sesuai harga bisnis yang tidak kami sanggupi,” jelas Mirjan.
Sementara itu, pemilik lahan Noval Runtuwene mengungkapkan, lahan yang menjadi akses jalan bagi keluarga Mun Laiya merupakan warisan orang tuanya. Dan hal itu sudah tersertifikasi hak milik sejak tahun 1983.
“Sebagai ahli waris saya anak pertama memagar berniat unguk memagar pagar rumah ini. Semulanya di sini tidak ada yang buat jalan. Jadi jalannya sebelumnya ada di bagian sana,” ujar Noval sambil menunjuk arah salah satu lahan yang sebelumnya menurut Noval adalah jalan yang digunakan.
Terpisah, Lurah Tuladenggi Sukanto Mooduto mengungkapkan, pihaknya telah melakukan beberapa mediasi. Namun selalu menemu titik buntu.
“Kita memediasi untuk mencari solusi. Karena pada intinya baik pemerintah atau keluarga tidak akan mengambil hak ini. Permohonan keluarga agar bisa dimintakan akses jalan bagi keluarga,” beber Sukanto
Lebih lanjut, menurut Sukanto pada waktu mediasi sudah ada kesepakatan akan dijual. Tapi pakai harga bisnis. Inilah yang membuat keluarga ini pesimis karena terkesan pemilik tidak mau memberikan jalan, lewat patokan harga yang tidak dapat dijangkau oleh keluarga.
“Kami dari pemerintah kelurahan tidak ada hak untuk memaksa melaikan hanya memediasi,” tandasnya.(muhajir/gopos)