Oleh: Hasanuddin Djadin
Saya pernah ke dapurnya. Jejeran laptop memenuhi sebuah meja panjang. Apa yang dipamerkan Elnino M. Husain Mohi, Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Provinsi Gorontalo, saat itu betul-betul mendirikan bulu roma saya. Sambil mengeleng-gelengkan kepala, saya pun berkesimpulan: Pemilu 2024 sudah selesai di Gorontalo, dan yang mereka sedang lakukan ini adalah implementasi nyata dari berbagai teori.
Mengerikan betul kekuatan ini. Tidak tercandra, bekerja intelejensia dan tidak disadari oleh satu orang pun. Kecuali mereka sendiri.
Kekuatan politik di Gorontalo dalam sejarahnya tidak lepas dari sistem tiga partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pasca zaman reformasi 1998, Golkar bertahan sebagai kekuatan politik di bumi Hulondalo. Golkar satu-satunya yang masih bisa bertahan di tengah hempasan partai baru yang begitu banyak.
Dari jatah tiga kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Partai Golkar meraih dua kursi pada Pemilu 2004. Lima tahun kemudian, Partai Golkar kehilangan satu kursi. Pada Pemilu 2014, Golkar kembali menunjukkan dominasinya dengan merebut 2 kursi. Kehadiran Fadel Muhammad sebagai satu dari tiga calon yang diusung mampu mengatrol kembali suara Partai Golkar. Selanjutnya Pemilu 2019 kembali hanya satu kursi.
Lalu bagaimana Pemilu 2024? Ini yang akan saya bahas.
Ketika mendapat gelar sebagai pemenang Pemilu di Gorontalo pada 2019, Golkar menempatkan kader-kadernya dalam posisi-posisi strategis. Pada 2019 posisi yang dipegang Golkar meliputi, Gubernur; Wakil Gubernur; empat Bupati/Wali Kota; lima Wakil Bupati/Wakil Wali Kota; Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, serta wakil ketua DPRD kabupaten/kota se-Gorontalo.
Keadaan Pemilu 2024 sangat jauh berbeda. Gubernur maupun bupati/wali kota tidak lagi dari partai yang identik dengan warna kuning tersebut. Di Kabupaten Bone Bolango, Partai Nasional Demokrat (NasDem) merajai. Di Kabupaten Gorontalo, PPP berkuasa. Di Kabupaten Boalemo bagaimana pun juga dikuasai PDIP. Lalu di Pohuwato, bupatinya adalah Ketua Gerindra.
Sedikit harapan di Kota Gorontalo dan Gorontalo Utara, yang Wali Kota Marten Taha, dan Bupati Gorut, Thariq Modanggu, menjabat sebagai ketua Golkar. Tapi problemnya, baik Marten Taha maupun Thariq Modanggu, kedua-keduanya tak lagi menjabat kepala daerah pada Desember 2023.
Praktis, Golkar tidak punya “apa-apa lagi” dalam menghadapi Pemilu, kecuali kekuatan personal para calegnya. Tapi dengan catatan kekuatan personel caleg tersebut harus dikemas dengan cara yang modern.
Kekuatan Nasdem bagaimana pun luar biasa sebagai calon penguasa Gorontalo. Apalagi caleg-calegnya bagus di mata masyarakat. Nasdem juga memiliki sumber daya yang dibutuhkan dalam politik. Mereka punya Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR RI, yang bisa memberikan apa pun yang rakyat mau. Belum lagi program-program yang telah dia bawa seperti BSPS, dan lain sebagainya.
Kekuatan politik ketiga yang patut diperhitungkan adalah Gerindra. Bahkan Partai ini bisa kembali memberi kejutan pada Pemilu 2024. Partai Gerindra punya sesuatu yang tidak dimiliki partai lain. Ketua Umum-nya adalah Calon Presiden. Kekuatan Prabowo di Gorontalo telah saya hitung dari waktu ke waktu.
Di Pemilu 2014 Prabowo memahkotai Gorontalo dengan 63,02 persen mengalahkan Jokowi. Di saat yang sama, Gerindra mengutus Elnino ke DPR dengan 6,3% saja. Di Pemilu 2019, Jokowi menang di Gorontalo sebesar 51,7 %. Di saat yang sama Gerindra mengutus Elnino ke Senayan dengan 10,5 % dari DPT.
Ayo kita perhatikan trend-nya, di Pemilu 2014 Gerindra Gorontalo hanya 1/10 dari Prabowo. Lima tahun kemudian Gerindra Gorontalo meloncat jadi 1/5 dari suara Prabowo.
Kalau mengikuti trend, maka Gerindra Gorontalo bisa makin besar lagi. Jika dia mencapai 1/3 saja dari suara Prabowo, maka semua ketua DPRD di Gorontalo adalah milik partai itu. Itu yang pertama.
Kedua, Gerindra Gorontalo tampaknya sadar betul bahwa keadaan telah berubah. Karena itu Gerindra telah menyiapkan kampanye 2024 ini dengan matang. Kampanye yang sangat modern. Saya tidak menuliskan strateginya di sini karena takut mendapat komplain dari Gerindra.
Partai Gerindra mungkin tidak berduit sebagaimana partai lain. Tetapi mereka telah terbukti memberi kejutan di dua Pemilu terakhir dengan dua cara yang berbeda. Mereka telah mengalahkan mantan Gubernur, mantan bupati dan tokoh-tokoh besar.
Update-an cara baru itulah yang membuat saya penasaran tentang apalagi yang akan dijalankan Elnino dan kawan-kawannya. Kita tunggu saja. Pemilu 2024 akan sangat seru. Semua partai dengan modal politiknya masing-masing. Di tulisan berikut akan saya uraikan tentang Parliamentary Treshold yang sering terlupakan.***
Penulis adalah Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab media online gopos.id