Selama 425 hari. Dua pemuda asal Gorontalo, Andi Harvin Thalib dan Chairul Ma’atani, mengayuh sepeda dari bumi Gorontalo menuju tanah suci Mekkah, Arab Saudi. Melintasi enam negara untuk memenuhi rukun Islam kelima, haji ke Baitullah.
Wa Ode Saritilawah, Kota Gorontalo
25 Syawal 1442 Hijriyah atau bertepatan 6 Juni 2021. Dua pemuda Gorontalo, Andi Harvin Thalib, dan Chairul Ma’atini menggoreskan sebuah catatan sejarah. Bersepeda dari Gorontalo menuju Mekkah, Arab Saudi, dengan menggunakan sepeda. Sebuah ide yang sempat dianggap gila oleh rekan sejawat maupun kerabat dan sanak famili. Tapi tak sedikit pula yang kemudian mendukung dan menyemangati keduanya. Pilihan menggunakan sepeda menuju ke tanah suci diambil Andi Harvin dan Chairul karena terbatasnya anggaran yang dimiliki.
Niat untuk mendatangi Baitullah dengan bersepeda sudah terpatri di hati dua pemuda yang berusia 25 dan 26 tahun tersebut. Mengambil titik start di depan Warkop Jack Kopi Jl. Nani Wartabone (eks Jl. Panjaitan) Kelurahan Limba U I, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, Andi Harvin dan Chairul, memulai perjalanan bertajuk petualangan pemuda muslim (Muslim Youth Journey). Andi mengendarai sepeda MTB bercat putih dengan tulisan Gorontalo go to Makkah, Muslim Youth Journey. Sementara Chairul menggunakan sepeda MTB bercat hijau dengan tulisan yang serupa. Lengkap dengan bendera merah putih berukuran kecil.
Selama dua bulan lamanya, Andi Harvin dan Chairul menjajal perjalanan dari di Pulau Sulawesi yang berjarak lebih dari 1.000 kilometer. Dimulai dari Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Boalemo, hingga Pohuwato. Kemudian melintasi Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan. Selama perjalanan melewati pulau Sulawesi, keduanya menghabiskan waktu malam hari di masjid.
Alumni Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ini sempat singgah selama 1 bulan di Makassar untuk belajar bahasa Arab. Perjalanan kembali berlanjut dengan menyeberang ke Pulau Jawa.
“Saldo rekening saya waktu itu Rp 200 ribu. Alhamdulillah banyak yang membantu kami,” kata Andi Harvin didampingi Chairul yang tiba di Gorontalo, Sabtu (24/9/2022).
Perjalanan menuju ke Mekkah dengan sepeda yang dilakoni Andi Harvin dan Chairul diwarnai penuh tantangan. Diawali ketika Pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat level 1 di pulau Jawa dan Bali. Kebijakan yang dikeluarkan karena situasi Pandemi Covid-19 sedang tinggi-tingginya di tanah air. Akses keluar masuk pulau Jawa sangat sulit.
“Kami harus menyelesaikan berbagai persiapan administrasi di Jawa. Saat itu masih PPKM level atu. Alhamdulillah di tengah kesulitan pasti ada kemudahan, kami berhasil masuk ke Jawa,” jelas Andi Harvin.
Dua bulan melintasi Pulau Jawa, Andi Harvin dan Chairul menemui beberapa kenalan yang pernah melakukan perjalanan jauh menggunakan sepeda. Mereka mengumpulkan informasi, dan referensi. Bersamaan dengan itu, Andi Harvin dipertemukan dengan jodohnya. Ia berjumpa dengan seorang perempuan dan kemudian memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Saat mulai bersiap melanjutkan perjalanan, Chairul mengalami sakit. Warga Desa Gandaria, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo itu drop karena kelelahan. Butuh waktu sekitar sebulan lamanya bagi Chairul untuk memulihkan kondisi fisiknya.
“Waktu kami sangat terbatas. Kami belajar bahasa Inggris di Kediri,” kata Chairul
Dari Pulau Jawa, perjalanan Andi Harvin dan Chairul berlanjut ke Pulau Jawa. Kedunya kembali menyeberang laut. Dari pelabuhan Merak, Banten, menuju Bakauheni, Lampung.
Kedua pemuda itu mengayuh sepeda selama tiga bulan selama berada di Pulau Sumatera. Keringat bercucuran, ban sepeda bocor untuk yang kesekian kalinya tak jarang langsung meledak. Perasaan khawatir dan waswas campur aduk saat, Andi Harvin dan Chairul memasuki Kota Batam. Pasalnya mereka harus memastikan terlebih dahulu bisa masuk ke Singapura.
“Atas kuasa Allah, selama perjalanan kami berserah diri kepada Allah SWT. Di Batam kami dapat informasi bahwa bisa memasuki Singapura,” jelas Andi Harvin.
Andi Harvin selalu mengenakan baju lengan panjang berwarna merah, dengan tulisan Gorontalo go to Makkah, lengkap dengan lambang bendera merah putih. Demikian pula Chairul yang memilih kostum serupa dengan warna hijau. Mereka menghabiskan waktu di Singapura selama satu bulan. Di Singapura keduanya menginap di Penginapan. Selam 30 hari menggayuh sepeda menuju Malaysia. Akan tetapi di Malaysia, Andi Harvin dan Chairul tak bisa mengayuh sepeda karena ketentuan Pemerintah Malaysia. Alhasil sepeda diangkut menggunakan mobil.
“Kalau kita punya uang kita tidak perlu bersusah payah mengayuh sepeda sampai di Mekah,” ungkap Andi Harvin.
Dari Malaysia, Andi Harvin dan Chairul harus berpacu dengan waktu ke Thailand. Pasalnya izin tinggal mereka hanya berlaku selama 30 hari. Pengalaman yang paling dikenang oleh Andi Harvin dan Chairul adalah keduanya sering dikejar anjing saat berada di Thailand. Sementara kekhawatiran yang kerap menghantui Andi Harvin dan Chairul saat hendak memasuki negara baru. Kekhawatiran tersebut adalah mereka ditolak dan kemudian dideportasi ke Indonesia.
Masalah baru muncul ketika Myanmar dan India. Keduanya tak diizinkan untuk melintas.
“Myanmar sedang konflik, kami putuskan untuk lewat India. India juga tidak bisa dilalui mereka tidak menerima pengurusan visa elektronik,” kata Andi Harvin.
Lantaran tak bisa masuk Myanmar dan India, Andi Harvin dan Chairul memilih berangkat dari Thailand menuju Oman. Dengan penuh pertimbangan, kedua memutuskan untuk naik pesawat. Harga tiket pesawat saat itu sebesar Rp7 juta per orang. Oman menjadi negara termahal dan berbeda dengan Singapura. Keduanya harus mengeluarkan uang dua kali lipat untuk membeli makanan dan menyewa penginapan.
“Biaya hidup di Oman tinggi sekali,” kata Andi Harvin sembari tersenyum.
Selama perjalanan menuju tanah suci, Andi Harvin dan Chairul pernah mengayuh sepeda tanpa jeda sejauh 50 kilometer. Selain itu sepeda yang mereka kendarai pernah mengalami kerusakan. Mulai dari patah jari-jari teralis hingga patah fork. Untuk ban bocor atau pun meletus, tak terhitung lagi.
“Di Oman, kami mendapat pertanyaan dari masyarakat sipil, meraka menganggap kami gila. Are you crazy,” ucap Andi Harvin meniru perkataan orang Oman.
Dari Oman menuju Uni Emirat Arab. Di perbatasan keduanya sempat dihadang petugas. Andi Harvin dan Chairul sempat tertahan beberapa jam dan belum diizinkan masuk. Hal itu dikarenakan visa yang digunakan merupakan visa turis dan sesuai regulasi keduanya harus melewati jalur udara.
“Itu situasi yang mendebarkan, setelah dua sampai tiga jam negosiasi. Akhirnya kami diperbolehkan masuk, atas Izin Allah,” beberapa Andi Harvin.
Di Uni Emirat Arab Andy dan Chairul tidak bisa memaksakan diri untuk mengayuh sepeda. Suhu panas sampai 50 derajat Celcius. Belum jalan yang harus dilalui gurun pasir dan tidak ada rest area. Keduanya akhirnya menggunakan kereta menuju Arab Saudi.
Setibanya di Arab Saudi, permasalahan lain muncul. Keduanya tak bisa masuk dalam daftar jemaah haji Indonesia. Sebab kuota jemaah haji telah ditentukan oleh Kerajaan Arab Saudi.
“Kami tidak ingin mengganggu kuota haji Indonesia, harapan kami saat ini pemerintah Arab Saudi akan memberikan keringanan, untuk kami agar bisa melaksanakan haji. Kami dibantu KBRI namun tidak membutuhkan hasil. Akhirnya kami dibantu salah satu travel di Bandung, untuk mengurus umroh,” tutur Andi Harvin dan Chairul.(***/gopos)