GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Provinsi Gorontalo pada tahun 2021 sebesar 29 persen. Hal tersebut menunjukkan penurunan sebesar 5,9 persen, dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 34,89 persen.
“Kalau melihat angka-angka memang masih cukup tinggi. Meski mengalami penurunan, pada tingkat provinsi kita masih 29 persen. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 ditargetkan tahun 2024 angka stunting berada pada posisi 14 persen. Artinya dalam dua tahun ke depan kita harus bisa menurunkan 15 persen lagi, dan ini tugas yang cukup berat,” ungkap Wakil Gubernur Gorontalo H. Idris Rahim saat membuka Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Hotel Damhil, Kota Gorontalo, Senin (21/2/2022).
Kabupaten Pohuwato menjadi daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi, mencapai 34,6 persen. Disusul oleh Kabupaten Boalemo dengan angka 29,8 persen, Gorontalo Utara 29,5 persen, Kabupaten Gorontalo 28,3 persen, dan Kota Gorontalo 26,5 persen. Angka prevalensi stunting terendah dicapai oleh Kabupaten Bone Bolango sebesar 25,1 persen.
“Saya berharap, BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting bersama seluruh instansi terkait untuk mengoptimalkan koordinasi, konvergensi, dan sinergitas untuk mencapai target yang telah ditetapkan bapak presiden,” tutur Wagub Idris.
Sementara itu Penyuluh KB Ahli Utama, Nofrijal, yang mewakili Kepala BKKBN RI pada kesempatan itu mengutarakan, upaya terpenting dalam percepatan penurunan stunting adalah memperkuat tim pendamping keluarga. Menurutnya, tim ini yang nantinya akan bekerja langsung mendampingi keluarga yang rentan dan berisiko.
Nofrijal menambahkan, komitmen para kepala desa dan lurah juga sangat penting. Dengan membahas permasalahan stunting melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat desa atau kelurahan. Musrenbang tersebut diharapkan bisa merumuskan program kerja serta anggaran untuk penanganan stunting.
“Saya yakin Gorontalo akan cepat menyelesaikan persoalan stunting ini. Yang membedakan dengan penanganan stunting sebelumnya adalah memperkuat percepatan pelayanan, baik intervensi spesifik maupun sensitif pada tingkat paling bawah,” tandas Nofrijal. (Adm-01/Adv/Gopos)