GOPOS.ID, GORONTALO – Tim Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) memproduksi film dokumenter yang berisi pesan-pesan edukasi untuk mencegah pernikahan dini. Film dokumenter ini dibuat sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah daerah dalam penanganan permasalahan pernikahan dini.
Ketua dari tim pengabdian, Gita Juniarti, menceritakan bahwa pengabdian tersebut merupakaian rangkaian dari Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) BIMA dan didanai oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tahun anggaran 2025. Ia tertarik untuk membuat film dokumenter terkait pencegahan pernikahan dini tersebut karena Provinsi Gorontalo termasuk dalam lima besar provinsi dengan tingkat pernikahan dini yang tinggi di Indonesia.
“Dari hasil data yang saya peroleh, Provinsi Gorontalo berada di peringkat tiga, di bawahnya Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Tengah. Oleh sebab itu, film dokumenter merupakan salah satu upaya untuk mengedukasi remaja, karena pesan-pesan tersebut tidak disampaikan melalui sosialisasi, melainkan berbentuk audiovisual,” ujarnya.
Baginya, film dokumenter merupakan program yang tepat untuk dikerjakan oleh para dosen dan mahasiswa yang berasal dari multidisiplin. Adapun anggota dari PKM BIMA ini adalah Hermila. A. selaku dosen dari Jurusan Teknik Informatika di Fakultas Teknik UNG, dan La Ode Gusman Nasiru selaku dosen dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra dan Budaya UNG. Dengan beragam kemampuan dan pengetahuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda, ketua PKM BIMA ini meyakini bahwa film dokumenter tersebut dapat menjadi bahan untuk belajar bagi anak-anak muda di Provinsi Gorontalo.
Adapun mitra dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah Sekolah Perempuan Asy-Syakur yang terletak di Desa Ayula Selatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Ayula Selatan, Henny A. Monoarfa, sekolah perempuan tersebut ditujukan untuk para perempuan yang berdomisili di Ayula Selatan. Permasalahan yang ditemui perempuan akan diselesaikan di sekolah perempuan tersebut. Ia mencontohkan, sekolah perempuan itu menjadi jembatan penghubung dalam perihal penyelenggaraan ujian paket C, sehingga perempuan mampu mengukir masa depan yang cerah.
Oleh sebab itu, sebagai bagian dari Ayula Selatan dan Sekolah perempuan Asy-Syakuur, Henny A. Monoarfa turut mendukung kegiatan pengabdian berupa pembuatan film dokumenter untuk mencegah pernikahan dini tersebut. “Selain sosialisasi, kami juga bisa mengedukasi dengan film yang dibuat oleh tim dari UNG ini,” ungkapnya.

Film dokumenter ini mewawancarai tiga narasumber utama, yaitu Kepala Desa Ayula Selatan selaku Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA); Kepala Sekolah Puan di Gorontalo sekaligus akademisi di bidang gender; dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Ketua dari tim pengabdian mengatakan bahwa ia tidak ingin mewawancarai korban pernikahan dini di dalam film karya timnya karena identitas korban harus dilindungi. Oleh sebab itu, rangkaian film ini akan dikombinasikan dengan ilustrasi sehingga unsur-unsur kemanusiaan untuk korban pernikahan dini dapat disuarakan dari perpaduan tersebut.
Perencanaan pengabdian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2025. Eksekusi di lapangan dilaksanakan pada Juni hingga Agustus 2025. Ketua PKM BIMA mengatakan, langkah selanjutnya adalah pelatihan dan sosialisasi yang berhubungan dengan kegiatan film dokumenter tersebut. Produk akhir adalah film dokumenter yang akan dipublikasikan di Youtube milik Desa Ayula Selatan dan Sekolah Perempuan Asy-Syakuur. (rama/gopos)