GOPOS.ID, GORONTALO – Belakangan ini heboh di jagat media sosial dan pemberitaan adanya seorang selebgram Gorontalo berinisial NH yang mengakui dirinya hamil tanpa status yang jelas.
Bahkan disebut-sebut orang yang menghamilinya tidak bertanggung jawab atas anak tersebut. Belakangan NH juga telah mengungkapkan seluruh kejadian tersebut di salah satu kanal Youtober Gorontalo.
Menjawab tudingan itu. Pria yang diduga menghamili NH pun angkat bicara. Melalui kuasa hukumnya, Mashuri menepis setiap tudingan yang dilayangkan NH. Bahkan tudingan melalui media sosial dan media pun dianggap menyudutkan pihaknya.
Dalam keterangan resminya, Mashuri mengatakan akan mengkaji lagi apakah ada unsur tindak pidana dalam setiap unggahan yang membuat klien dan keluarganya itu tercoreng nama baiknya. Dimana dia menilai pemberitaan yang ada terlalu menyudutkan kliennya, kendati demikian NH merupakan Istri sirinya.
“Nanti kita lihat. Sekarang ini tim kuasa hukum lagi mengkaji apakah ada tindak pidananya,” kata Mashuri dalam keterangan resminya, Kamis (4/7/2024).
Dalam kesempatan itu, Mashuri menceritakaniya jauh sebelum adanya pemberitaan tersebut bahwa persoalan ini telah lama dia ikuti sejak adanya laporan yang dilayangkan NH (istri siri) ke pihak kepolisian.
“Diawal itu kami ikuti bahwa ada laporan NH di Polres yang sering dibatalkan. Dan itu tidak betul. Ada pernyataannya di hadapan kepolisian,” jelas Mashuri.
Terkait adanya pernyataan bahwa dirinya (NH) sudah dihamili, Mashuri mempertanyakan konotasenya seperti apa? Menurut dia orang yang dihamili merupakan kata negatif bagi seseorang.
Namun kenyataannya tidak demikian. Karena keduanya jelas berstatus suami-istri dalam pernikahan siri yang diakui secara agama dan diakui juga si perempuan tersebut.
“Sejatinya orang nikah secara agama, maka halal pula secara agama. Dan orang setelah nikah jelas ingin mempunyai keturunan,” kata dia.
Menyangkut persoalan tanggung jawab, Mashuri mengatakan selama ini kliennya tidak lepas dari tanggung jawabnya. Secara kebutuhan yang sering diminta NH selau saja dipenuhi.
Mashuri sendiri menceritakan, sebagai orang yang bertanggung jawab kliennya sampai-sampai berusaha untuk bagaiman mendapatkan izin dari Istri sahnya.
Namun seiring berjalannya waktu ada beberapa kesepakatan memalui perantara yang mengaku keluarga dari NH, menyampaikan bagaimana keduanya untuk nikah sirih kedua kalinya namun disaksikan oleh pihak keluarga. Namun kesepakatan itu mendapat penolakan dari pihak keluarga dari si NH yang mana pernikahan harus secara resmi.
Berbicara soal keinginan pernikahan resmi seperti itu, sudah pasti YY harus meminta izin terlebih dahulu ke istri pertamanya yang merupakan Istri sah.
“Saya rasa apa yang dilakukan klien Saya merupakan bentuk tanggung jawab. Kalau memang tuntutan itu harus dilaksanakan maka berikan waktu untuk bagaimana klien saya memperoleh izin dari Istri sahnya dan perlu waktu juga,” jelas Mashuri.
Dia juga menceritakan sebelum adanya pemberitaan saat ini, YY sering mendapat perlakuan dari pihak keluarga berupa ancaman untuk bagaiman menyelesaikan persoalan tersebut.
Segala upaya termasuk izin ke Istri sahnya pun dilakukan YY untuk menunjukan rasa tanggung jawabnya terhadap persoalan tersebut hingga akhirnya kemudian hari terjadilah bertemu dengan pihak keluarga dari NH.
Dalam pertemuan tersebut pun belum mendapat kesepakatan secara mufakat karena ada syarat dari Istri sah YY yang tidak diterima oleh NH. Maka pertemuan tersebut dilanjutkan setelah orang tua dari NH datang dari Morowali.
Usai pertemuan itu, beberapa hari kemudian, kata Mashuri, dirinya melakukan komunikasi kembali dengan keluarga NH yang tidak lain om dari NH itu sendiri untuk mempertanyakan bagaiman komunikasi dengan orang tua dari NH terkait musyawarah tersebut.
Sesudah lebaran datanglah orang tua dari NH meminta agar segera bertemu dengan YY, maka terjadilah pertemuan itu dengan pihak keluarga NH. Pada pertemuan itu ada kalimat dari Ayah NH bahwa untuk pernikahan resmi ditiadakan.
“Tanggung jawab ada sama Saya, tidak ada lagi hubungan baik secara telpon, secara fisik anggap tidak pernah ketemu dan Saya minta tidak ada lagi apa-apa anggap saja tidak saling kenal,” kata Mashuri meniru kalimat dari Ayah NH saat itu.
Anehnya lagi, dalam pertemuan itu pihak keluarga NH sempat membuat surat perjanjian sendiri yang kemudian diperlihatkan ke pihak YY untuk disepakati bersama. Setelah diperlihatkan surat perjanjian dan ternyata itu bukan perjanjian namun pernyataan sepihak.
“Ternyata itu bukan surat perjanjian namun pernyataan. Makanya saya luruskan dengan tidak merubah isi dari kalimat di dalamnya hanya saja ada kesepakatan antara pihak perempuan dan laki-laki,” jelasnya.
Artinya dalam isi dari surat perjanjian yang ditandatangani ada point penting ketika melanggar perjanjian tersebut maka bisa dituntut kemudian hari baik secara perdata maupun pidana.
“Yang tanda tangan kedua bela pihak, Saya, Kepala Desa (om NH) dan Kakaknya,” ujarnya.(tim)