GOPOS.ID, GORONTALO – Selain berpuasa di siang hari. Pada bulan ramadan, setiap muslim dianjurkan untuk meningkatkan amaliah. Di antaranya melaksanakan salat pada malam hari atau lebih familiar disebut salat tarawih.
Namun banyak yang masih bertanya terkait jumlah rakaat tarawih. Ada yang melaksanakan 8 rakaat, ada pula yang 20 rakaat. Lalu berapa sebenarnya salat tarawih? Berikut penjelasannya.
Salat tarawih delapan rakaat didasarkan atas Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Aisyah. Dari Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw, (diriwayatkan bahwa) ia berkata,
“Pernah Rasulullah melakukan salat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan atamah hingga subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau salat witir satu rakaat”.
Ada pula riwayat lain dari Ab Salamah Ibn Abd ar-Raman, bahwa ia bertanya kepada Aisyah mengenai salat Rasulullah di bulan Ramadan.
Aisyah menjawab, “Nabi tidak pernah melakukan salat sunah di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat tiga rakaat” (H.R Bukhari dan Muslim).
Sementara salah tarawih 20 rakaat diriwayatkan dilaksanakan oleh para tabiin di masa kekhalifaan Umar bin Khattab. Said bin Yazid yang menyampaikan, Umar mengumpulkan umat Islam di bulan Ramadan dengan Imam Ubay bin Ka’b dan Tamim al-Dari, dengan 21 rakaat (dalam riwayat lain 23 rakaat).
Imam besar Mesjid Agung Baiturrahim Pohuwato, Wisno Pakaya menjelaskan, pelaksanaan solat tarawih di bulan Ramadhan ini tak ada batasan jumlah rakaatnya. Namun batasan rakaat tersebut sebelum waktu subuh.
“Jadi tidak ada batasan rakaat dari Nabi yang mengkhususkan jumlah rakaat tarawih begini,” terang Wisno Pakaya.
Ustadz Pondok Pesantren Al-Izzah Kabupaten Pohuwato itu menerangkan, kalau ada batasan khusus dari Nabi, maka tidak mungkin terjadi di zaman Umar Bin Khatab 20 rakaat. Bahkan kata Wisno, di Arab Saudi ada yang melaksanakan tarawih 36 hingga 42 rakaat.
Sementara tatacara pelaksanaan tarawih 4-4-3 dan 2-2-2-2-2-3 ini pun ada formulasinya dari nabi. Sehingga dimana-mana, kata Wisno, dia sering menyampaikan, berbeda pendapat dikalangan Ulama itu biasa-biasa saja. Sebab mereka itu hanya berbeda dalam mengamalkan hadist.
“Bagi saya itu sah-sah saja. Terserah kita memilih untuk mengikuti yang mana, 2-2-2-2-2-3 atau 4-4-3 silahkan. Selama perbedaan itu ada dalilnya dari nabi maupun dari Alquran,” ujar Wisno Pakaya.
Akan tetapi, lanjut Wisno, yang dilarang ketika mencampuradukkan perbedaan pendapat di kalangan para Mazhab fikih. Sebab mereka berbeda hanya dalam masalah ijtihadi.
Dia menjelaskan, masalah ijtihadi itu artinya sesuatu yang tidak ada dalil-dalil dari al-quran maupun dari hadist nabi. Tetapi mereka hanya berbeda dari segi pemandangan saja.
“Misalnya ada satu hukum yang tidak ada dalilnya. Ketika mereka menetapkan hukumnya, maka mereka berdasarkan hasil pertimbangan dari mereka sendiri,” imbuhnya. (Ramlan/gopos).