GOPOS.ID, JAKARTA – Kepemilikan asrama Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo (HPMIG) Bandung sampai saat ini belum temui titik terang. Hal ini terungkap bedasarkan hasil pertemuan antara Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, bersama Yayasan Himpunan Warga Gorontalo (HWG) dan Kerukunan Keluarga Indonesia Gorontalo (KKIG) Bandung, yang berlangsung di Hotel Sheraton, Bandung, Minggu (23/1/2022).
Asrama putra Bandung yang berlokasi di Jl. Cukang Kawung no. 31 Kota Bandung dan asrama putri di Jl. Setia Budi diketahui ingin di renovasi oleh pemerintah provinsi Gorontalo. Tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan, karena belum menjadi aset pemerintah.
Masalah kian pelik karena tiga dari empat nama yang ada di akta jual beli sudah meninggal dunia dan tinggal menyisakan ahli waris.
“Untuk kesekian kalinya saya bertemu dengan pengurus yayasan himpunan warga Gorontalo di Bandung dalam rangka membicarakan nasib asrama putra/putri. Tapi tadi hasilnya memang belum jelas. Namun akan terus kita carikan solusi, karena sudah sekian kali anak-anak yang bermukmim di asrama, menyampaikan kepada saya, asrama itu sudah sangat tidak layak untuk ditinggali. Cuma saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena ternyata saat ini bukan lagi soal kepemilikan yayasan malah sudah orang per-orang,” kata Rusli Habibie usai pertemuan
Orang nomor satu di Provinsi Gorontalo ini menegaskan bahwa, secara pribadi kegigihan dirinya untuk memperjuangkan asrama Bandung ini bukan menginginkan untuk mengambil ahli. Namun yang di lakukannya untuk kepentingan mahasiswa Gorontalo yang tinggal di Bandung.
Sebagai mantan alumni, Rusli merasa punya hutang moril untuk merenovasi asrama sebelum masa jabatannya berakhir.
“Harapan saya masalah kepemilikan aset asrama HPMIG Bandung bisa selesai secara kekeluargaan. Saya akan berjuang terus hingga Mei 2022 nanti, asrama ini sudah selesai. Jika kita lihat waktu asrama Gorontalo di Jogja juga begitu, tapi kita urus alhamdulilah saat ini selesai. Surabaya juga sudah diresmikan beberapa waktu lalu, nanti lihat bangunannya sederhana tapi nyaman untuk ditinggali,” imbuhnya.
Sementara menurut keluarga Maudy Saboe, hak asrama ini diamanahkan untuk tidak diserahkan ke Pemda Gorontalo. Tetapi menurut Ketua HWG Faruk Sunge, sebagaian warga Gorontalo di Bandung setuju jika lahan dan bangunan tersebut dihibahkan ke pemerintah provinsi. Pengalihan status memudahkan untuk renovasi dan perawatan aset tahun-tahun berikutnya.
“Makin lama status kedua asrama ini tidak diselesaikan maka akan semakin rumit. Untuknya kita berharap gubernur Rusli bisa memediasi masalah ini hingga ke tingkat ahli waris,” tutur Faruk.
Berdasarkan data, aset asrama bandung tidak terdata milik yayasan tetapi atas nama empat pembina yang tiga di antaranya sudah meninggal dunia. Empat nama dimaksud yakni Maudy Saboe, JS Badudu, Rahman Panto dan Abubakar Latjeno. Dan untuk saat ini tinggal Maudy Saboe yang masih hidup. (andi/rls/adm-01/gopos)