GOPOS.ID, GORONTALO – Seorang warga moodu, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, Oni Rahim minta Presiden Joko Widodo penuhi kewajiban negara melunasi hutang Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1950 yang ditaksir jumlahnya sebesar Rp 40 Miliar.
Oni Rahim merupakan anak ketiga dari Tan Ki Dek, seorang yang memiliki usaha di Gorontalo tahun 1950-an. Dirinya mengatakan tahun 1950 orang tuanya pernah membantu pemerintah dalam masa-masa sulit. Tan Ki Dek meminjamkan uang ke pemerintah di era kepemimpinan presiden Soeharto.
“Jadi orang tua kami ini sudah mengambil uang dengan bunga tiga persen dari pemerintah setiap tahunnya. Tapi itu hanya berlangsung sampai tahun 1962. Kesepakatannya di dokumen yang kami pegang ini pelunasan hutang sampai tahun 1993,” jelas Oni kepada gopos.id, Rabu (9/2/2021)
Pria parubaya itu menambahkan baru sekali mengajukan permohonan pembayaran pinjaman pemerintah pada 12 September tahun 1995. Permohonan pembayaran tersebut ditolak dengan alasan kedaluwarsa atau lewat jangka waktu.
“Tahun 1978, ada keputusan menteri keuangan. Dalam keputusan tersebut setelah lewat lima tahun sejak keputusan itu dikeluarkan dan surat pinjaman tidak diuangkan dan kedaluwarsa,” imbuhnya.
Anak ke tiga dari empat bersaudara ini mengaku baru mengetahui keberadaan dokumen-dokumen tersebut tahun sembilan puluhan. Saat membongkar brangkas milik keluarga.
“Kami tahu surat ini tahun 1990. Bapak kami meninggal tahun 1971. Setelah itu tahun 1995
kami menyurat, jawabannya Kedaluwarsa. Padahal kita mengutang di Bank tidak pernah ada kata Kedaluwarsa,”tambahnya.
Meskipun begitu, Oni belum mengajukan gugatan terhadap pemerintah. Terkait kasus ini ia inginkan solusi dari presiden Joko Widodo, termasuk melunasi hutang Pemerintah tahun 1950 kepada keluarganya. Ditangan Oni ada 60 dokumen bertuliskan pinjaman Republik Indonesia Tahun 1950. Diperkirakan kerugian yang dialami Oni sebanyak Rp. 40 miliar.
“Kami belum buat gugatan. Saya berharap ada solusi dari pemerintah, untuk memenuhi hak kami. Atau pemerintah mengembalikan pinjaman itu, berapa banyak jumlahnya, kita tidak pernah mengharapkan nominal yang lebih. Kami kira-kirakan sekitar 40 miliar. Tapi itu asumsi kami, tidak tahu pemerintah bagaimana,”pungkasnya. (Sari/gopos)