Perempuan berjilbab itu memelas. Jemarinya yang lentik berusaha menghalau, kala kursi plastik di dekatnya diangkat oleh beberapa pria berbadan tegap. Tangannya dilipat di depan dada sambil berucap, “Tolong Pak… Jangan dibawa,”.
Meski terus memelas, kursi plastik miliknya tetap juga dibawa dan kemudian diangkut ke dalam mobil patroli. Deretan minuman sachet yang terpampang di depan lapak diturunkan dan kemudian diperintahkan untuk disimpan.
“Sudah dikasih tahu tadi, Tapi tetap saja tak mendengar. Jam 9 malam sudah harus tutup,” tegas salah seorang petugas.
Begitulah sekelumit suasana operasi penegakan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Gorontalo. Tepatnya di Jl. Sudirman, Kota Gorontalo, (9/7/2021) akhir pekan lalu. Sebagian pedagang bereaksi kala petugas harus mengambil tindakan agar para pedagang menutup usahanya.
Reaksi sejumlah pedagang itu bukan tanpa alasan. Salah satu yang mendasari adalah waktu mereka untuk mengais rezeki semakin terbatas. Di sisi lain mereka diperhadapkan kebutuhan hidup yang semakin pelik, di tengah situasi pandemi saat ini.
Seperti yang dirasakan oleh sejumlah pedagang gorengan, serta pedagang martabak/terang bulan. Mayoritas para pedagang gorengan dan martabak di Kota Gorontalo berjualan sore. Rata-rata mulai pukul 15.00 atau pukul 16.00 Wita. Mereka berjualan hingga pukul 22.00 atau pukul 23.00 Wita.
Di masa pelaksanaan PPKM saat ini, para pedagang yang kerap di jumpai di tepi jalan umum itu harus tutup pukul 21.00 wita. Dengan ketentuan tersebut otomatis para pedagang sudah harus berhenti membuat sajian, dan melayani pembeli paling lambat pukul 20.30 wita. Padahal ramai-ramainya pembeli berada di rentang waktu 19.30 Wita hingga pukul 22.00 Wita.
“Bahan martabak kami tidak tahan jika sudah lewat sehari. Makanya kami rela begadang untuk menghabiskan bahan-bahan kami,” ujar Anwar, salah seorang pedagang martabak di Kota Gorontalo.
Bagi Anwar, ketentuan tempat usaha harus tutup pukul 21.00 sangat berdampak terhadap pendapatan mereka.
“Modal tidak balik, bahkan kerugian kami rasakan selama seminggu ini,” ucap Anwar salah satu pedagang martabak di Kota Gorontalo.
Persoalan lain yang dialami para pedagang maupun penjaja kuliner yakni ketentuan yang kerap berubah. Mereka mengaku pada awalnya para pedagang diingatkan agar mematuhi protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan.
“Minggu lalu petugas datang menyampaikan imbauan agar taat prokes. Kami juga diminta agar tak melayani pembeli yang tak menggunakan masker. Makanya pembeli yang datang kami selalu ingatkan agar pakai masker,” ungkap Anwar.
“Sekarang datang lagi bilang tak boleh buka lewat jam 9 malam. Padahal kemarin-kemarin dibilang tak apa-apa buka sampai malam asal taat prokes,” imbuhnya.
Baca juga: JANGAN SAMAKAN GORONTALO SEPERTI JAKARTA
Anwar mengaku bila diperhatikan lebih jauh, para pedagang seperti mereka umumnya pembeli yang datang membeli dan kemudian membawa pulang. Jarang, bahkan hampir-hampir tak ada yang makan di tempat.
“Paling banyak bawa pulang. Tetapi kami tetap kena imbasnya. Lapak kami diminta tutup,” tuturnya dengan mengeluh.
Ketentuan pembatasan aktivitas warga dan usaha hingga pukul 21.00 wita turut dirasakan oleh para pemilik kafe dan rumah makan. Dalam sepekan terakhir, pengunjung yang datang ke lokasi berkurang hampir 80 persen.
“Sementara kami harus membayar gaji karyawan. Jika seperti ini terus, bisa-bisa kami gulung tikar lebih awal. Kami sudah berupaya keras untuk taat protokol kesehatan,” ujar salah satu pemilik café di Kota Gorontalo.
Ia mengungkapkan, tidak setiap hari pengunjung ramai. Hanya pada waktu tertentu seperti akhir pekan, malam kamis, atau awal bulan (gajian).
“Upaya kami sudah maksimal. Toh, kami tetap kena kebijakan ini. Karena adanya razia yang hampir setiap malam. Pengunjung kami menurunya sangat drastis,” ucapnya.
Pantauan gopos.id juga demikian. Kini para pemilik cafe maupun tempat hiburan di Gorontalo sudah mulai membuka cafe milik mereka pukul 10.00 wita hingga pukul 20.30 Wita. Semua ini dilakukan agar menaati kebijakan pemerintah dan tetap menghidupkan usaha mereka.
“Meski buka lebih awal. Pendapatan kami tidak mungkin bisa menutupi operasional. Karena paling banyak pengunjung datang pada malam hari. Rezeki memang Tuhan yang mengatur, tetapi bagaimana rezeki mau datang kalau tak berusaha,” terangnya.
Sementara itu kebijakan penerapan PPKM dikeluarkan oleh seluruh pemerintah daerah di Gorontalo. Meski Provinsi Gorontalo sendiri belum masuk ke zona PPKM Darurat. Seperti di Pulau Jawa dan Bali serta 15 daerah yang ditetapkan PPKM darurat oleh pemerintah pusat.
Kekhawatiran lonjakan kasus Covid-19 sebagaimana di Pulau Jawa, Bali dan daerah lain mendorong Pemprov maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di Gorontalo mengambil langkah antisipatif. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo melaporkan sejak 7 Juli 2021 ada 326 kasus positif covid-19. Sebanyak 42 orang di antaranya dirawat di berbagai rumah sakit. Data terakhir 12 Juli 2021 tercatat 351 kasus positif di Gorontalo yang sementara ini dirawat di berbagai wilayah di Provinsi Gorontalo.
Di sisi lain beberapa waktu belakangan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan (Prokes) sudah mulai menurun. Hal itu ditemui pada pelaksanaan operasi yang dilakukan oleh tim gabungan Satgas Covid-19. Operasi yang menyisir pusat-pusat keramaian dan pusat aktivitas warga itu kerap menemukan warga yang abai prokes.
“Kita ini sudah capek, kadang emosi melihat masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan. Apa yang kita perbuat ini, kita pikirkan 1×24 jam, anggaran di-recofusing, ini semua untuk melindungi masyarakat,” ujar Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie di hadapan wartawan, Senin (12/7/2021).
Rusli mengemukakan, seyogiyanya aturan yang dikeluarkan harus dipatuhi. Contohnya di Kota Gorontalo, telah dikeluarkan Perwako terkait pembatasan jam malam. Tetapi masih banyak tempat hiburan seperti cafe-cafe yang banyak pengunjungnya. Tidak prokes bahkan tutup melebihi jam yang dibatasi.
“Tapi saya tahu juga di Kota Gorontalo ini yang datang bukan hanya orang kota. Ada yang dari Bone Bolango, ada yang dari Kabupaten Gorontalo dan lainnya. Saya usulkan bagaimana kalau kita razia tempat-tempat hiburan, kita bawa tim medis. Nah yang berkerumun itu kita langsung swab di tempat, jika positif akan kita kenakan sanksi. Kita harus tegas seperti kata Pak Kapolda dan Pak Danrem, jangan lengah dengan prokes,” tambahnya.
Baca juga: Masuk Gorontalo Wajib Rapid Antigen, Positif Langsung Dikarantina
Gubernur Gorontalo dua periode itu meminta masyarakat untuk patuh dan mendukung pemerintah.
“Saya mohon dengan sangat semua pemangku kepentingan harus terlibat (melawan covid-19). Paling utama dukungan dari masyarakat. Kalau enggak ada urusan, diam dulu di rumah. Enggak usah dulu nongkrong di cafe enggak pake masker, duduk berdekatan,” imbau Rusli.
Rusli mengisahkan salah seorang rekannya anggota DPR RI di Jawa yang terkonfirmasi positif. Rekannya itu harus ditolak delapan rumah sakit karena penuh.
“Inilah yang kami khawatirkan. Hal ini pasti bisa terjadi di Gorontalo ketika pemerintahnya diam, aparatnya diam dan tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Apapun yang kami lakukan kalau tidak didukung, tidak dipatuhi bahkan menantang maka bukan tidak mungkin hal itu terjadi di Gorontalo,” tegasnya.
Kekhawatiran Rusli Habibie sangat beralasan karena dari aspek tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang ada di Gorontalo serba terbatas. Rumah sakit rujukan covid-19 baru ada dua dengan kapasitas 160 tempat tidur. Ventilator hanya puluhan unit hingga dokter ahli paru yang hanya dua orang.
Sementara itu Pemkot Gorontalo mengeluarkan kebijakan melonggarkan bagi para UMKM, pemilik café, restoran atau tempat usaha lainnya beroperasi di atas pukul 21.00 Wita. Kebijakan tersebut adalah layanan pesan antar, dengan ketentuan pemilik usaha tetap menutup usahanya pada pukul 21.00 wita.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Gorontalo dengan nomor: 200/Kesbangpol/2024/2021 tentang pengetatan dan penegakan disiplin protokol kesehatan dikeluarkan sejak 7 Juli 2021. SE ini menindaklanjuti Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 17 tahun 2021 tentang perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro dan mengoptimalkan posko penanganan Covid-19 ditingkat desa dan kelurahan.
Dalam SE tersebut Pemkot Gorontalo membolehkan para pedagang berjualan 24 jam dengan ketentuan mekanisme penjualan dilakukan secara online atau antar jemput.
“Bagi pemilik rumah makan, restoran, cafe atau sejenisnya yang mengunakan pembelian secara online melalui pesan antar atau dibawa pulang dapat beroperasi selama 24 jam,” bunyi SE tersebut.(tim/gopos)