GOPOS.ID, GORONTALO – Pemerintah Provinsi Gorontalo menginstruksikan Pemerintah kabupaten dan kota diminta aktif untuk menertibkan antrian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Provinsi Gorontalo.
Hal itu dimaksudkan agar proses pengisian BBM berjalan lancar serta tidak dimonopoli oleh oknum yang menjual lagi secara eceran.
“Pak Danrem mengatakan bahwa lokusnya ini ada di kabupaten/kota, tapi yang aktif itu justru forkopimda provinsi. Makanya saya akan sampaikan ke bupati walikota (untuk penertiban),” ucap Gubernur Rusli usai memimpin rapat Forkopimda Provinsi Gorontalo yang digelar di Mapolda Gorontalo, Rabu (11/12/2019).
Menurut Rusli bahwa kehadiran pengecer BBM dirasakan meresahkan masyarakat. Sebab sejauh ini, masalah BBM masih menjadi permasalahan di Provinsi Gorontalo.
“Di sana (Kabupaten/kota) juga kan ada forkopimda. Contohnya di Pohuwato, di Marisa sering terjadi antrian dan tempat lain,” tambah Rusli.
Pada rapat tersebut juga dibahas tentang pembinaan dan pengawasan operator SPBU oleh Hiswana Migas dan Pertamina. Jika proses itu tetap tidak bisa menertibkan antrian. Maka Forkopimda bersekapat untuk menertibkan para penjual eceran atau depot.
“Berikutnya kita akan tertibkan penjual eceran. Pertamini itu produk yang dibuat sendiri tapi tidak ada izinnya. Itu juga tidak boleh, ada undang-undangnya,” tegas Rusli.
Ditanya tentang adanya desakan Perhimpunan Pengecer BBM agar eksistensinya diakui, Gubernur Rusli menolaknya. Lucunya lagi, Kapolda Gorontalo Brigjen Pol Wahyu Widada pernah ditawarkan menjadi dewan pelindung yang langsung ia tolak.
“Biar ada perhimpunannya tapi undang-undang di atasnya melarang? Kan nggak bisa? Penimbun-penimbun ini akan ditindak tegas. Termasuk apabila ada oknum TNI/Polri yang membackup ini. Itu komitmen kita bersama,” pungkasnya.
Pada operasi penertiban SPBU yang digelar tanggal 6,8 dan 10 Desember lalu aparat gabungan dari Pemprov Gorontalo, Satpol PP dan TNI/Polri berhasil mengamankan lebih kurang 30 kendaraan roda dua dan roda empat. Mereka rata-rata tidak memiliki kelengkapan dokumen berkendara dan diduga sudah memodifikasi tangki BBM untuk pengisian dan dijual kembali pada pengecer. (andi/rls/gopos)