GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kota Gorontalo bergerak cepat atas adanya dugaan kasus pencabulan yang dilakukan seorang okunum guru honorer terhadap empat orang siswa di salah satu sekolah yang ada di Kota Gorontalo.
Ya, pasca mendapatkan informasi dugaan kasus itu, DPPKBP3A langsung memberikan pendampingan terhadap para korban.
“Kami langsung melakukan pendampingan kasus ini, khususnya pada korban,” kata Kepala DPPKBP3A Kota Gorontalo, Eladona Oktamina Sidiki, Selasa (6/2/2023).
Menurutnya, pendampingan kepada para korban dilakukan oleh pihaknya dalam rangka memberikan hak mereka. Pendampingan, tambah dia, dilakukan oleh lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Jadi kalau fungsi kita itu lebih dominan ke korbannya karena untuk melindungi hak-hak si korban ini. Baik anak maupun perempuan. Nah, dalam konteks ini kan korbannya anak, sehingga pada saat pihak keluarga dari si korban ini memberikan informasi ataupun melapor ke P2TP2A, itu tim kami langsung melakukan upaya-upaya gerak cepat penanganan dengan cepat. Tindak cepat temu, cepat tuntas. Jadi sudah didampingi sampai dengan ke pihak kepolisian,” jelas Eladona.
Dalam dugaan kasus yang telah banyak menuai sorotan khalayak publik ini, DPPKBP3A tidak hanya sekedar memberikan perlindungan kepada korban. Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan pendampingan. Baik pendampingan saat pemeriksaan, BAP, hingga pendampingan pelaksanaan visum.
“Karena sekarang sudah berproses di Polda, karena hari Senin sudah selesai visum, jadi kita menunggu hasil resume visum nanti. Hasil resume visum dari Polda seperti apa, kita menunggu tahapan selanjutnya,” tandas Eladona.
“Tetap pendampingan terus kita lakukan. Jadi kita mobilisasi, karena domisili dari korban ini berbeda-beda ada yang di pusat kota, ada yang dipinggiran. Nah, itu kita mobilisasi. Saya bersama tim, mereka diantar jemput untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan” tambah Eladona.
Dalam kesempatan itu, Eladona juga mengutarakan, DPPKBP3A terus menggalakan sosialisasi ditingkat satuan pendidikan sebagai bentuk pencegahan baik berhubungan dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pelecehan seksual.
Sosialisasi ini, Eladona bilang, menyasar hingga dilingkungan masyarakat, sehingga masyarakat bisa memahami tindakan-tindakan yang negatif dan melakukan upaya-upaya pencegahan.
“Kemudian yang berikutnya melindungi hak-hak korban, kita pun sudah memfasilitasi dengan keberadaan dari lembaga itu sendiri. Dalam hal ini P2TP2A, kemudian satgas PATBM, satgas TPA,” tuturnya.
“Nah, kadang laporan itu, karena masyarakat sudah tahu mereka langsung melapor ke lembaga-lembaga itu jadi kita agak sedikit terbantu karena masyarakat sudah semakin bijak. Jadi hal-hal seperti ini tidak lagi di anggap sebagai aib mereka tidak sungkan sungkan untuk melapor untuk tadi mendapatkan hak hak mereka terutama perlindungan, hak-hak dari mereka terutama masalah anak dan perempuan,” imbuhnya.
Selanjutnya, dirinya berharap dugaan kasus ini dapat diseriusi oleh semua pihak. Mulai dari orang tua dengan menerapkan edukasi seks dini terkait kesadaran akan pentingnya menjaga tubuh mereka dari orang lain kepada anak. Kemudian ditingkat satuan pendidikan dengan antisipasi semacam tes kejiwaan secara berkala kepada para pengajar.
“Serta, kepada masyarakat melalui kerja sama untuk melaporkan atau membuat aduan baik yang disaksikan secara langsung maupun yang di alami ataupun dengan Informasi yang didapatkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Nurhayati Abdullah Nurhayati Abdullah mengungkapkan, dalam penanganan dugaan kasus ini, pihaknya dihadapkan dengan beberapa kendala yang ditemui di lapangan. Diantaranya, terkait kecemasan orang tua korban yang kurang terbuka. Hal ini, kata dia, karena mereka menganggap persoalan yang dihadapi anak mereka adalah aib yang harus ditutupi keluarga.
Menurutnya, kata Nurhayati, hal yang demikian menjadi tugas unit PPA, yang nantinya menjelaskan tentang hak anak mereka untuk mendapatkan terapi trauma healing yang menjadi kewajiban negara.
“Jangan takut bapak dan ibu untuk berkoordinasi dengan PPA. Kita peduli kepada anak dan tidak ingin efeknya nanti di kemudian hari. Boleh jadi anak dari korban kekerasan seksual seperti ini nantinya akan menjadi pelaku bahkan menjadi predator anak jika problem dari anak ini tidak tuntas penanganan psikologis mereka,” terang Nurhayati atau yang biasa disapa Rina. (Putra/Gopos)