GOPOS.ID, JAKARTA – Keluarnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berpotensi menghambat pembangunan di daerah. Tidak terkecuali Provinsi Gorontalo.
Selain belum ada Peraturan Pemerintah sebagai regulasi turunannya. Aturan tersebut belum memberikan izin untuk galian C sebagai bahan baku pembangunan infrastruktur.
Terkait dengan hal tersebut, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menemui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di kantornya, Senin (2/11/2020). Gubernur Rusli didampingi Kepala PNM dan ESDM Provinsi Gorontalo Bambang Trihandoko.
“IUP ini sangat menghambat karena ada beberapa pembangunan infrastruktur tidak bisa jadi. Karena mereka belum bisa mengurus galian C. Ada edaran dari Dirjen Minerba izin galian C belum bisa. Nah ini yang mau dicarikan solusi,” terang Rusli usai pertemuan.
Selain menghambat pembangunan, serapan anggaran instansi pemerintah daerah dan pusat juga menjadi lambat.
Bahan baku seperti pasir, batu dan kerikil sulit dicari untuk pembangunan sejumlah fasilitas publik. Di sisi lain, sisa tahun anggaran tinggal dua bulan lagi.
Pertemuan tersebut juga membahas rencana investasi perusahaan penanaman modal asing di Gorontalo. Perusahaan asal Jepang berencana membuat pelabuhan untuk industri kayu pelet di Popayato, Kabupaten Pohuwato.
“Jadi nanti ada pohon gamal namanya yang akan ditanam. Itu menjadi bahan untuk chip atau pelet kayu. Nanti buat pemanas api atau pengganti batu bara,” sambungnya.
Rusli berharap dukungan BKPM untuk menyelesaikan berbagai hambatan pembangunan di daerah. Selain itu, kemudahan investasi diharapkan meningkatkan kepercayaan pengusaha dan keinginan menanamkan modalnya di Gorontalo.
Perusahaan asal Jepang rencananya membangun enam pabrik pengolahan pelet kayu dengan kapasitas 150.000 ton per tahun per pabrik. Potensi ekspor ditaksir mencapai USD 126.900.000 per tahun. Investasi yang akan memberikan nilai tambah bagi daerah dan devisa negara. (Rls/andi/gopos)