Oleh : Desriansyah Adeputra Machmud
Hari pertama puasa untuk Nahdatul Ulama dan hari kedua puasa untuk Muhammadiyah pada Ramadhan 1443 Hijriah, 2022 Masehi ditemani dengan Hujan dan dingin yang mengundang perut untuk bersuara dan suara itu bisa diartikan dengan satu kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 5 yaitu kata ‘Lapar’, saat sedang menahan lapar. Seketika saya mengingat apa yang terjadi dua hari yang lalu saat perbedaan memulai 1 Ramadhan tahun ini kembali terjadi antara gerbong Nahdatul Ulama dan gerbong Muhammadiyah.
Dua organisasi dakwah terbesar di Indonesia ini kembali berbeda saat penentuan 1 Ramadhan kemarin, tentunya ini menjadi hal yang patut untuk kita cari cerah diantara celah kedua organisasi dakwah ini.
Sebelumnya mari tarik kembali pikiran kita tentang awal mula gagasan pembentukan kedua organisasi islam ini, dimulai dari Nahdatul Ulama yang didirikan pada akhir Januari tahun 1926 di Surabaya, dengan berlandaskan gagasan keagamaan para ulama tradisional sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme.
NU hadir dengan kultural dakwah, para Ulama NU menilai bahwa nilai-nilai tradisional di Indonesia bisa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi Islam.
Sehingganya dalam perjalanan Ulama NU pasti sangat berkaitan dengan nilai-nilai tradisi di setiap daerah yang ada di Indonesia.
Cukup bicara tentang NU kini kita berpindah ke Muhammadiyah beserta kilas balik pembentukannya.
Muhammadiyah dibangun pada November tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, Organisasi ini didirikan dengan tujuan memberikan dukungan pada upaya pemurnian ajaran Islam yang pada saat itu identik dengan hal-hal mistik kata mereka pada saat itu.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis tetapi juga dinamis.
Berbicara tentang perbedaan kedua Organisasi tersebut, NU dan Muhammadiyah memiliki beberapa perbedaan pendapat dalam pengamalan Islam yang lebih terlihat. Yaitu perbedaan sudut pandang dan metode Ijtihad yang dikembangkan kedua Organisasi tersebut. Sebagai contoh konkrit dan hal utama yang diangkat dalam tulisan ini yaitu perbedaan pendapat NU dan Muhammadiyah dalam penentuan 1 Ramadhan.
Penentuan 1 Ramadhan ini dilakukan dengan perbedaan metode. NU melalukannya dengan Metode Rukyatul Hilal atau Pengamatan Visibilitas Hilal atau pengamatan Bulan baru dengan perhitungan matematis dan astronomis. Sedangkan Muhammadiyah melakukannya dengan metode Hisab atau perhitungan secara matematis dan astronomis.
Kedua pandangan ataupun metode ini adalah metode yang benar yang dilakukan Nabi Muhammad pada masa itu, lantas apa yang harus diperdebatkan? Hemat saya sebagai orang yang awam dan tertarik dengan perbedaan ataupun perdebatan ini yaitu Islam adalah agama yang maju, cerdas, dan bertanggungjawab.
Majunya Islam yaitu bisa beradaptasi ataupun mengikuti perkembangan zaman
Cerdasnya Islam yaitu bisa lebih hebat dari astronom luar negeri yang katanya mengerti dan paham betul soal Astronomi seperti NASA dan SPACE X oleh Elon Musk. Tapi bagi saya Islam yang diwakili oleh NU dan Muhammadiyah lebih baik dari NASA dan Elon Musk.
Bertanggungjawabnya Islam adalah ketika perbedaan pendapat dan metode dalam penentuan 1 Ramadhan, NU dan Muhammadiyah mampu mempertanggungjawabkan hal itu.
Sebagai penutup dari tulisan ini, kata-kata yang saya terlintas dalam pikiran saya adalah kita boleh berbeda tapi tidak boleh saling menyalahkan.
Catatan Redaksi: Seluruh Opini yang ditayangkan gopos.id sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Â