No Result
View All Result
gopos.id
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • INFOGRAFIS
    • Info Pasar
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Pohuwato
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Boalemo
    • Bolmut
    • Kota Smart
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • INFOGRAFIS
    • Info Pasar
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Pohuwato
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Boalemo
    • Bolmut
    • Kota Smart
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi
No Result
View All Result
No Result
View All Result
gopos.id

Masuk Kategori Penyandang Disabilitas, Orang Gila Boleh Mencoblos tanpa Surat Dokter

Admin by Admin
Jumat 30 November 2018
in Headline, Nasional
0
0
SHARES
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

GOPOS.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPI) RI mengubah aturan tentang pemilih kategori orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). KPU menyatakan bahwa ODGJ yang ingin mencoblos tidak diwajibkan membawa surat rekomendasi dari dokter.

“Kalau penyandang disabilitas harus dapat surat itu, berat, kasihan, tidak pas lah,” ujar Komisioner KPU Viryan seperti dilansir Jawa Pos Sabtu (24/11). Penyandang disabilitas yang di-maksud Viryan adalah ODGJ.

Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan statemen Komisioner KPU Ilham Saputra Rabu lalu (21/11). Saat itu Ilham mengatakan bahwa ODGJ bisa mencoblos jika memiliki surat keterangan sehat dari dokter.

“Bila dokter mengatakan dia bisa memilih, ya bisa. Jika tidak ada surat dokter, tidak bisa memilih,” katanya waktu itu.

KPU akan memasukkan para ODGJ dalam kategori disabilitas, yakni disabilitas mental. Viryan kemarin meluruskan informasi yang disampaikan Ilham tersebut. Menurut dia, keliru jika surat rekomendasi dokter menjadi syarat wajib pemilih ODGJ. Jika direalisasikan, syarat itu akan menyulitkan pemilih ODGJ.

Kebijakan yang diambil KPU, lanjut dia, justru sebaliknya. Seluruh pemilih ODGJ bisa memperoleh hak pilih selama tidak ada surat dokter yang menyatakan pemilih tersebut tidak mampu secara mental.

”Jadi, semua bisa me­milih kecuali yang mendapat surat keterangan dokter bahwa yang bersangkutan tidak bisa memilih,” tegasnya.

Mantan komisioner KPU Kalimantan Barat tersebut menjelaskan, pihaknya ingin melayani semua warga negara Indonesia secara setara dalam pemilu. Dari aspek administrasi misalnya, semua harus berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah dan memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Dalam teknis pencoblosan di lapangan, standar pelayanan juga disamakan. Dalam kasus ODGJ, standarnya diperlakukan sama dengan pemilih disabilitas lain. Yakni, selama masih mampu, yang bersangkutan bisa mencoblos secara mandiri.

Baca Juga :  Dua Warga di Indonesia Positif Tertular Virus Korona

Jika ada keterbatasan, penyelenggara pemilu akan menyediakan pendamping independen yang akan membantu secara teknis. Tapi, jika tidak mampu sama sekali, penyelenggara tidak akan memaksakan pemilih tersebut.

”Dalam kasus disabilitas mental, misalnya dia dibatasi ruang geraknya. Ya, dokter bisa mengeluarkan surat rekomendasi,” tuturnya. Viryan mengatakan sudah mengomunikasikan kekeliruan informasi tersebut kepada beberapa aktivis disabilitas.

Perubahan kebijakan tersebut bisa jadi dipicu maraknya aksi protes. Sebab, begitu ada kabar tentang ODGJ harus mengantongi surat dokter, muncul reaksi dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia Yeni Rosa Damayanti. Yeni berharap ketentuan terkait surat rekomendasi dokter benar-benar dihapus sepenuhnya.

Dia beralasan, berdasar berbagai sumber hukum, ketentuan soal surat rekomendasi tidak pernah disebut. Baik UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas, maupun konvensi-konvensi internasional tentang disabilitas.

”Tidak ada yang menyatakan pemilih disabilitas harus menyertakan surat dari dokter,” tegasnya dalam diskusi di kantor Bawaslu, Jakarta, kemarin.

Jika ada ketentuan surat tersebut, lanjut dia, kebijakan itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap ODGJ. Padahal, lanjut dia, pada beberapa kategori tertentu, masih banyak penyandang disabilitas mental yang mampu beraktivitas sebagaimana orang pada umumnya. Misalnya, kuliah dan berdiskusi. ”Bahkan, di diskusi tadi banyak teman-teman yang ke sini,” imbuhnya.

Selain itu, kata Yeni, disabilitas mental merupakan gejala kronis dan episodik (kambuhan). Sewaktu-waktu bisa kambuh, tapi juga bisa sembuh. Saat sembuh, pemikiran, sikap, ingatan, dan perilaku penderita menjadi memiliki kapasitas untuk mencoblos. Bukan tidak mungkin, saat ini sakit, tapi pada hari H pencoblosan malah sembuh.

Dia berharap KPU tidak mengatur secara diskriminatif. Sebab, jika pada hari pencoblosan kondisinya kambuh, penderita ODGJ otomatis tidak akan datang ke TPS. Hal itu juga dialami orang normal yang tengah sakit secara fisik.

Baca Juga :  Ketua DKPP Tegaskan DKPP Bukan Pengawas Tetapi Penjaga Etika

”Ada juga orang sakit darah tinggi, gula darah tingginya kambuh mendadak. Dia tidak bisa bekerja, tidak bisa juga ke TPS. Jadi, tidak perlu surat-surat,” tegasnya.

Anggota Pokja Koalisi Nasional Penyandang Disabilitas Mahmud Al Fasa menambahkan, kebijakan terkait rekomendasi juga menyulitkan secara teknis. Sebab, jumlah dan keberadaan dokter atau psikiater di Indonesia tidak merata. Di wilayah Indonesia Timur, misalnya, jangankan dokter spesialis jiwa, dokter umum saja masih kurang.

”Kalau yang tinggal di rumah sakit atau panti mungkin ada dokter. Nah, yang di rumah-rumah ini bagaimana,” kata dia. Karena itu, jika penyelenggara tidak mampu menyediakan dokter, sebaiknya ketentuan tersebut dihapuskan.

Dia juga mendesak KPU untuk berfokus pada tugas lain. Misalnya, memastikan penyandang disabilitas mental terdaftar dalam DPT dan bisa menggunakan hak pilihnya. Dia berharap koordinasi dengan Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan pemerintah daerah dimaksimalkan.

Pada bagian lain, psikiater senior yang juga Ketua Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia Dr dr Irmansyah SpKjK meminta semua pihak tidak perlu khawatir dengan kualitas pemilu jika ODGJ mendapat akses mencoblos. Dalam konteks pilpres, misalnya, semua calon merupakan orang terbaik yang dipersiapkan banyak partai.

”Siapa pun yang dipilih kan bukan sesuatu yang salah juga,” ujarnya.

Untuk itu, dia mengajak publik tidak mendesak kelompok penyandang disabilitas mental seolah-olah harus mempertanggungjawabkan pilihan di pemilu. Sebab, sudah berkali-kali pemilu dilaksanakan, setiap pemilih dengan berbagai latar belakang pendidikan, sosial, dan ekonomi juga tidak pernah dituntut atas setiap pilihannya. (far/c7/oni/gopos)

Tags: KPUOrang Gila Bisa MemilihPemiluPilpres 2019
Previous Post

110 Napi di Banda Aceh Kabur, Baru 25 Orang Berhasil Ditangkap Kembali

Next Post

Korea Masters 2018: Praveen / Melati Melenggang ke Semifinal

Related Posts

Pertamina Patra Niaga Sulawesi Gelar Safety Drill Penanggulangan Kebakaran di Wilayah Ring 1 AFT Hasanuddin Desa Baji Mangngai
Nasional

Pertamina Patra Niaga Sulawesi Gelar Safety Drill Penanggulangan Kebakaran di Wilayah Ring 1 AFT Hasanuddin Desa Baji Mangngai

Rabu 21 Mei 2025
Jokowi Penuhi Undangan Bareskrim Polri Klarifikasi Tuduhan Ijazah Palsu
Nasional

Jokowi Penuhi Undangan Bareskrim Polri Klarifikasi Tuduhan Ijazah Palsu

Selasa 20 Mei 2025
95,5 Persen Fase Pemberangkatan Haji Gelombang I Tepat Waktu
Nasional

95,5 Persen Fase Pemberangkatan Haji Gelombang I Tepat Waktu

Senin 19 Mei 2025
Imigrasi Jaring 170 WNA dalam Operasi Wira Waspada
Nasional

Imigrasi Jaring 170 WNA dalam Operasi Wira Waspada

Sabtu 17 Mei 2025
Kepolisian Resor (Polres) Gorontalo Utara menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan politik uang pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024. (foto.istimea)
Headline

Skandal Politik Uang di PSU Gorontalo Utara: Polisi Tetapkan Tujuh Tersangka, Enam di Antaranya Kepala Desa

Jumat 16 Mei 2025
Rachmat Gobel Bersaksi di Kasus Impor Gula Tom Lembong
Nasional

Rachmat Gobel Bersaksi di Kasus Impor Gula Tom Lembong

Jumat 16 Mei 2025
Next Post

Korea Masters 2018: Praveen / Melati Melenggang ke Semifinal

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Terpopuler

  • Disekap Pria Mabuk di Kebun Tebu Tolangohula, Pelajar SMA Ini Berhasil Kabur

    Astagfirullah, Ayah Kandung Tega Cabuli Anak Kandung Sejak SMP

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ditresnarkoba Polda Gorontalo: Dua Anak Pejabat dalam Kasus Narkoba hanya Saksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemkab Gorontalo Hibahkan Tanah 3 Hektar untuk Polda Gorontalo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 393 Jemaah Haji Kloter 28 UPG Diberangkatkan ke Tanah Suci

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pendeportasian Lima Orang Warga Negara Tiongkok: Bukti Ketegasan Imigrasi dalam Menjaga Kedaulatan, Keamanan dan Ketertiban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
WA Saluran
Facebook Icon-x Youtube Instagram Icon-ttk

© 2019 – 2023 Gopos.id  |  Gopos Media Online Indonesia | Gorontalo.

Iklan  |  Karir  |  Pedoman Media Cyber  |  Ramah Anak  |  Susunan Redaksi  |  Tentang Kami  |  Disclaimer

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • Info Pasar
    • INFOGRAFIS
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Ayo Germas
    • Boalemo
    • Bone Bolango
    • Bolmong Utara
    • Gorontalo Hebat
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Kota Smart
    • Pohuwato
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi

© 2019-2023 Gopos.id Gopos Media Online Indonesia | Gorontalo.