GOPOS.ID, LIMBOTO – Sejumlah pebalap yang mengikuti Kejuaraan Daerah (Kejurda) Bupati Gorontalo Cup 2022 mengakui soal ketidaklayakan sirkuit sang Profesor. Menurut mereka bahwa sirkuit Sang Profesor sangat membayakan nyawa para pebalap.
Tidak hanya itu, ketika terjadi insiden yang fatal terhadap pembalap seharusnya redflag dikibarkan untuk memberhentikan sementara lomba. Namun hal itu tidak dilakukan saat tragedi yang menimap Royn pebalap asal Gorontalo Utara yang meninggal dalam Kejurda tersebut.
Aldi Fahreza (21) salah seorang pebalap dari tim Kingdom Racing Team asal Kabupaten Pohuwato mengakui ketidaklayakan Sirkuit Sang Profesor.
“Kondisi lintasan sirkuit belum menunjang,” ungkapnya diwawancarai, Ahad (13/3/2022).
Menurutnya beberapa hal yang memperlihatkan ketidaklayakan sirkuit pertama salah satunya jarak antara tiang lampu cukup dekat dengan lintasan.
Kedua aspalnya yang berombak dan terbelah serta banyak tampalan yang berpasir dan mengeluarkan semen.
“Dari segi keamanan balapan motor akan susah dikendalikan dan ini sangatlah mengganggu. Itu yang kami rasakan selama balapan kemarin,” tegasnya.
Dirinya mengatakan, harusnya kondisi jalan yang bagus itu mulus dan sesuai dengan yang diharapkan para pebalap.
Selain itu yang berbahaya ialah terdapat akar pohon yang belum dipotong di luar lintasan dan tidak dicabut. Sehingga ketika pebalap keluar lintasan, bisa saja membentur salah satu sisa-sisa batang pohon yang berada di luar lintasan. Dan terbukti terjadi terhadap Royn yang meninggal dunia tersebut, sebab bagian kepalanya membentur keras di salah satu batang pohon yang belum dibersihkan.
Terakhir dirinya menyampaikan, yang masih kurang dari sirkuit sang profesor ini ialah soal evakuasi ketika terjadi kecelakaan. Dimana tidak terdapat jalur evakuasi yang menyebabkan lambatnya evakuasi saat kecelakaan. Meninggal di arena lintasan memang merupakan takdir.
Namun jika tidak menggunakan standarisasi yang layak, namun tak menjamin pebalap aman ketika terjadi kecelakaan, karena safety tidak dijalankan dengan baik.
Ditempat berbeda, Dadang (30) Menejer AMT Racing Team, Provinsi Manado mengatakan dirinya sebagai orang yang bukan pebalap namun mengetahui serta mengerti akan lintasan menilai adanya ketidaklayakan terkait sirkuit sang profesor.
“Pertama soal beberapa sisa batang pohon yang belum ditebang yang tentunya ini membahayakan pebalap saat mengalami kecelakaan,” katanya.
“Juga beberapa karung pengaman yang harusnya disediakan disetiap lintasan. Namun ini hanya beberapa saja, jangan sampai akan ada kejadian seperti kemarin yang membuat pebalap lain mengalami cedera bahkan sampai meninggal dunia,” tandasnya. (Putra/Gopos)