GOPOS.ID, GORONTALO – Ajakan untuk menyelamatkan masa depan pendidikan di Indonesia terus disuarakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Gorontalo. Kali ini ajakan tersebut disampaikan melalui lagu berjudul “Selamatkan Pendidikan Indonesia”.
Lagu ciptaan Ketua APTISI Gorontalo, Dr. Azis Rachman, ini merupakan ungkapan keprihatinan atas kondisi dunia pendidikan di Indonesia seiring lahirnya Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sikdiknas). RUU tersebut dinilai sangat liberal dan mencederai profesi mulia para guru dan dosen.
RUU Sisdiknas juga dipandang tidak berpihak dan sangat merugikan terhadap kelangsungan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. Padahal keberadaan PTS turut berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. PTS telah banyak memberikan sumbangsih dalam penciptaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.
Oleh karena itu, lewat lagu “Selamatkan Pendidikan Indonesia”, APTISI Gorontalo mengajak seluruh pihak dan para pemangku kepentingan (Stakeholders) untuk bersama-sama menolak aksi dan upaya merongrong kemajuan pendidikan. Bersama-sama berjuang untuk membangkitkan revolusi pendidikan Indonesia yang maju dan lebih baik. Berjuang membatalkan RUU Sisdiknas beserta upaya-upaya yang menghambat kemajuan PTS di tanah air.
Sebelumnya, APTISI bersama Organisasi Profesi dan Asosiasi di Bidang Pendidikan Tinggi se-Provinsi Gorontalo bersepakat menolak dan mendesak pembatalan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan (RUU Sisdiknas). Sikap tersebut diambil berdasarkan hasil kajian bahwa RUU Sisdiknas sangat liberal dan akan menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia
APTISI dan Asosiasi Profesi Pendidikan Tinggi se-Gorontalo juga bersepakat membubarkan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) karena dipandang hanya berorientasi bisnis dan komersialisasi; mencabut permendikbud nomor 48 tahun 2022 tentang penerimaan jalur mandiri di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) karena berpotensi adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta merugikan PTS; Membubarkan ujian kompetensi (Ukom) yang dilakukan oleh komite dan dikembalikan ke perguruan tinggi masing-masing berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; dan mengubah tata kelola penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan memberikan porsi lebih besar ke perguruan tinggi swasta.
“Kami pihaknya tak bisa tinggal diam dan membisu melihat kondisi serta permasalahan yang ada di dalam dunia pendidikan tinggi. Kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada PTS dan Dosen PTS. Sangat diskriminatif,” tegas Azis Rachman.(hasan/gopos)