GOPOS.ID, GORONTALO – Koalisi masyarakat sipil #SaveGorontalo menyoroti proyek bioenergi Nasional di Provinsi Gorontalo yang dapat menjadi ancaman serius bagi biodiversitas sekaligus dapat mengancam iklim global.
Deforestasi terencana dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini dinilai tidak dapat dibenarkan.
“Gorontalo berada dalam cengkraman proyek bioenergi Nasional salah satu yang terluas di Indonesia dengan luas 282 ribu hektar oleh 10 izin. Pemanfaatan kayu dari hutan alam tidak akan pernah bisa menjawab apa-apa berkaitan dengan agenda transisi energi sebagai upaya pengurangan emisi,” tegas Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Prayoga melalui keterangan tertulis diterima Gopos.id, Sabtu (14/9/2024).
Seperti diketahui, Gorontalo merupakan salah satu provinsi pengekspor wood pellet (pelet kayu) terbesar di Indonesia, mengungguli Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Wood pellet merupakan komoditas yang terbuat dari serbuk/serpih kayu yang dipadatkan, yang dimanfaatkan sebagai sumber energi (bioenergi).
Tercatat dua negara utama yang menjadi tujuan ekspor Gorontalo, yakni Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara tersebut menggunakan wood pellet asal Indonesia untuk dibakar di pembangkit listrik sebagai pengganti batu bara.
Sebelumnya berdasarkan data FWI yang diterima Gopos.id, hutan alam yang tersisa di Gorontalo hanya sekitar 693.795 hektar atau sekitar 57 persen dari luas daratan. Sementara itu nilai deforestasi yang terjadi masih menunjukan angka yang tinggi 35.770,36 hektar antara tahun 2017-2023.
Ancaman baru muncul terhadap eksistensi sumber daya alam di Gorontalo. Izin-izin bertransformasi dan berkamuflase dibalik transisi energi dengan mengusahakan bahan baku kayu untuk bioenergi.
Sementara itu, Gorontalo masuk dalam skema proyek bioenegi nasional dan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia dengan luas lahan mencapai 282.100 hektar dengan jumlah izin terbanyak, yakni 10 izin.
Proyek bioenergi di Gorontalo berasal dari tiga sumber lahan:
Pertama, berasal dari perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan amnesti dari KLHK
Kedua, berasal dari transformasi usaha hutan tanaman industri
Ketiga, berasal dari areal lahan eks Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Kemudian terdapat dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang kemudian mengusahakan wood pellet, yakni PT Inti Global Laksana (IGL) dengan luas 11.860 hektar dan PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL) dengan luas 15.493 hektar. Izin berupa Pemanfaatan Hutan Hak dari KLHK di Kabupaten Pohuwato.
Dua perusahaan lain yang juga turut mengusahakan bioenergi adalah PT Gema Nusantara Jaya (GNJ) dan PT Gorontalo Citra Lestari (GCL) sebagai pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Hutan-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sejak tahun 2011.
Awalnya kedua perusahaan ini mengusahakan kayu untuk pertukangan dengan jenis tanaman Jabon. Kedua perusahaan berkomitmen untuk memproduksi wood pellet dengan membangun industri pengolahan kayu primer yang bernama PT Gorontalo Panel Lestari.
Kedua perusahaan beroperasi kembali melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk PT GNJ dengan luas 27.976,78 hektar dan untuk PT GCL 46.170 hektar yang beroperasi di Gorontalo Utara.
Baru-baru ini, data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo mengonfirmasi bahwa adanya kemungkinan diterbitkannya enam izin baru di Provinsi Gorontalo. Keenam izin pemanfaatan hutan tersebut turut mengusahakan bioenergi yang berasal dari bahan baku kayu atau dengan istilah lain Hutan Tanaman Energi (HTE).
Luas keenam konsesi HTE ini dapat mencapai 180 ribu hektar yang tersebar di beberapa kabupaten, yakni Pohuwato, Boalemo dan Gorontalo Utara. Keenam izin baru yang rencana diterbitkan bakal mengkapling areal eks HPH yang kadaluarsa.
Keenam izin baru tersebut, yakni PT Hutani Cipta (7800 hektar), PT Keia Lestari Indonesia 1 (41.000 hektar), PT Lumintu Ageng Joyo (38.000 hektar), PT Keia Lestari Indonesia 2 (43.000 hektar), PT Nawa Waskita Utama (41.000 hektar), PT Sorbu Agro Energi (9800 hektar).
Penerbitan izin baru ini sebagai upaya KLHK untuk mencapai target net sink di tahun 2030.
Dalam Rencana Operasional FoLU Net Sink 2030 ditargetkan pembangunan hutan tanaman baru harus mencapai enam juta hektar dan Gorontalo mendapatkan jatah melalui penerbitan izin baru dengan luas 17.411 hektar.
Rencana penerbitan keenam izin baru di Gorontalo melebihi kuota izin. Sayangnya, pendekatan penerbitan izin untuk korporasi masih digunakan dalam upaya strategi pencapaian target pengurangan emisi. Baik dalam agenda Second Nationally Determined Contribution ataupun target FoLU Net Sink 2030.
Bioenergi yang berbasiskan hutan dan lahan dapat menjerumuskan Gorontalo bahkan Indonesia pada “jurang-jurang” deforestasi sehingga berpotensi menggagalkan pencapaian target pengurangan emisi Indonesia di tingkat global.
Deforestasi dari Kinerja Ekspor Wood Pellet
Saat ini perusahaan yang aktif melakukan pemanfaatan hasil hutan kayu untuk memenuhi kepentingan produksi wood pellet adalah PT IGL dan PT BTL.
Hasil investigasi tim FWI bersama dengan jaringan organisasi masyarakat sipil di Gorontalo (Japesda dan jejaring simpul Walhi Gorontalo), PT BTL memanfaatkan kayu berasal dari hutan alam bukan berasal dari kayu hutan tanaman atau bukan berasal dari kegiatan rehabilitasi.
Berdasarkan analisis tim FWI, deforestasi hutan alam yang terjadi di dalam konsesi PT IGL dan PT BTL sepanjang tahun 2021 sampai 2023 sebesar 1087,25 hektar.
Di dalam kedua konsesi tersebut sekitar 65 persennya masih berupa hutan alam yang terancam “digunduli” untuk kepentingan produksi wood pellet.
FWI mendefinisikan hutan alam tersisa di dalam kedua konsesi tersebut ke dalam skema deforestasi terencana dari KLHK.
Berdasarkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK KLHK), ekspor wood pellet dari Provinsi Gorontalo sebesar 56.713 ton dengan nilai 7,71 juta USD. Ekspor dilakukan sebanyak lima kali, periode Oktober 2023 sampai 13 Juni 2024.
Tujuan ekspor wood pellet ke Jepang dan Korea Selatan melalui perusahaan Hanwa.Co. Gorontalo adalah provinsi penguasa mayoritas dari seluruh permintaan ekspor wood pellet Indonesia, yakni mencapai 94 persen dari total nilai ekspor wood pellet Indonesia sebesar 8.190.132 USD dengan bobot 60.250 ton.
Adapun perusahaan yang tercatat KLHK sebagai satu-satunya eksportir wood pellet di Provinsi Gorontalo adalah PT Biomassa Jaya Abadi (BJA).
Perlu pula diketahui, sebelumnya Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI melalui Kapal Gajah Laut-404 yang dikomandani Letkol Bakamla Agus Tri Haryanto sempat mengamankan kapal MV Lakas yang membawa barang ilegal di perairan Gorontalo pada 16 Agustus 2024 lalu.
Kapal berbendera Filipina yang membawa 17 anak buah kapal (ABK) itu kedapatan membawa 10.545 metrik ton wood pellet yang diduga ilegal.
Pasalnya, kapal tersebut tidak memiliki beberapa dokumen penting seperti Certificate of Analysis, Certificate of Origin, serta Certificate of Shipper Declaration yang diperlukan untuk pengangkutan barang berbahaya berdasarkan International Maritime Solid Bulk Cargoes (IMSBC), meski sudah dibantah PT Dalian Putra Maritim selaku agen kapal MV Lakas.
Anggota Japesda yang juga dari Pusat Kajian Ekologi Pesisir berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Abubakar Siddik Katili mengatakan, rusaknya ekosistem akibat proyek bioenergi dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan yang memicu terjadinya perubahan iklim global.
“Kerusakan ekosistem dan lingkungan adalah cerminan dari karakter serta perilaku yang abai terhadap keseimbangan sistem ekologis. Setiap tindakan memiliki dampak besar pada lingkungan dan makhluk hidup lainnya, kita melihat bagaimana kesadaran lingkungan seharusnya menjadi bagian integral dari pembentukan karakter kita,” kata Siddik.
Renal Husa dari Walhi Gorontalo juga turut menegaskan penolakan terhadap semua industri ekstraktif, termasuk Proyek Bioenergi Nasional seluas 282 ribu hektar di Gorontalo. Menurutnya, hal itu mengancam ruang kelola rakyat dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru.
“Hutan Gorontalo harus dikelola oleh rakyat, bukan korporasi, mengingat sejarah panjang konflik dengan masyarakat, seperti yang terjadi pada empat perusahaan, termasuk sawit di Pohuwato dan PT GNJ serta PT GCL di Gorontalo Utara, yang terlibat dalam insiden penyerangan dan penangkapan warga,” tegas Renal.
Senada juga disampaikan Institute for Human and Ecological Studies (Inhides), Terry Repi. Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Gorontalo itu menyoroti bahwa bioenergi menjadi ancaman serius bagi biodiversitas.
Aktivitas bioenergi, kata Terry, dapat mengakselerasi hilangnya habitat terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas, berisiko menyebabkan kepunahan. Konversi hutan dapat mengubah struktur dan komposisi ekosistem hutan serta mendorong munculnya spesies invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem.
“Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, antara 44 hingga 104 tahun, bagi hutan untuk menyerap kembali kelebihan CO2 setelah penebangan. Artinya, asumsi bahwa bioenergi kayu bersifat netral karbon adalah terlalu optimistis dan dapat menunda upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih efektif,” ujar dia.(adm03/gopos)