GOPOS.ID – Tak Ada yang instan dalam mencapai sebuah kesuksesan. Kesuksesan dicapai melalui proses, ketekunan, dan kesabaran dalam menjalankan rencana yang dibuat. Inovasi dan adaptasi terhadap perubahan situasi turut menjadi bagian penting yang terpisahkan dalam meniti kesuksesan.
Harus memiliki modal yang besar. Punya tim atau sumber daya manusia (SDM) yang banyak. Tempat yang bagus. Demikian sekelumit pandangan yang kerap terlintas ketika seseorang hendak memulai usaha atau berwirausaha. Pandangan ini membuat banyak orang yang sebelumnya begitu bersemangat untuk membuat usaha atau berwirausaha, pada akhirnya mengurungkan niat. Atau mereka yang sebelumnya sudah merintis usaha, namun akhirnya memutuskan untuk berhenti.
Sejatinya merintis usaha tak mutlak dengan ketersediaan modal besar, melainkan yang utama adalah semangat atau tekad besar untuk berwirausaha. Tak kalah pentingnya adalah keyakinan, kesabaran, konsistensi serta optimisme dalam menjalankan usaha. Hal ini sebagaimana kisah inspiratif, Yudi Efrinaldi, seorang pemuda dari Asahan, Sumatera Utara, yang meniti sukses lewat Es Gak Beres.
Es Gak Beres merupakan brand usaha minuman yang dirintis Yudi Efrinaldi. Usaha ini mulai dikembangkan Yudi pada 2019. Berawal dari kondisi kesulitan ekonomi yang dialami Yudi. Ia lalu memutar otak dengan merintis usaha menjual es. Memanfaatkan momen Ramadan, Yudi menjual es di pinggir jalan. Bermodalkan sebuah gerobak dan meja kecil.
“Minuman es dibuat dari buah yang diblender,” ungkap Yudi Efrinaldi dalam diskusi virtual Good Movement “Inspirasi dari Kisah Sukses”: Membangun Masa Depan Melalui Kewirausahaan Bersama Penerima SATU Indonesia Awards, yang diselenggarakan GNFI Academy, Senin (2/10/2023).
Momen Ramadan membuat minuman es buatan Yudi Efrinaldi laris manis. Promosi melalui media sosial ikut menunjang. Buka pada pukul 15.00, menjelang pukul 18.00, es yang dijajakan Yudi Efrinaldi sudah habis terjual.
Saking larisnya, Yudi sempat kena komplain dari seorang pelanggannya yang tak kebagian. Pelanggan tersebut lalu menyebut es jualan Yudi “es gak beres”. Sebutan sang pelanggan menginspirasi Yudi. Sebutan es gak beres dijadikan branding atau merek dagang.
Lewat nama yang unik itu, Yudi lalu melakukan cara-cara inovatif untuk memperkenalkan branding usahanya. Di antaranya dengan memanfaatkan kanal media sosial untuk melakukan promosi. Langkah itu cukup efektif. Es Gak Beres makin populer di masyarakat, apalagi dengan harga terjangkau dan rasa yang enak.
Setelah Ramadan, Yudi kembali melanjutkan aktivitas berjualan es gak beres. Berbeda saat Ramadan, jumlah pembeli yang datang jauh berkurang. Bahkan es buatan pria yang tercatat sebagai honorer ini, tak kunjung habis hingga sore hari. Situasi tersebut membuat Yudi kembali memutar otak. Ia lalu menjelajahi Youtube untuk mencari resep minuman kekinian. Resep-resep yang ditonton di Youtube lalu coba secara ototidak dan divariasikan dengan buah-buahan. Percobaan dilakukan secara berkali-kali hingga menemukan rasa yang pas dan unik.
“Kita coba minuman kekinian seperti green tea, boba, yang divariasikan dengan buah-buahan. Nah setelah mereka (pelanggan, red) coba, alhamdulillah viral karena rasanya enak,” tutur Yudi.
Seiring bergulirnya waktu, usaha Es Gak Beres yang dijalankan Yudi terus berkembang. Tidak hanya di wilayah Asahan saja. Pengembangan dan ekspansi usaha dilakukan Yudi dengan sistem kemitraan. Upaya inti dilakukan dengan menggandeng kalangan generasi muda dan ibu-ibu rumah tangga yang mau berusaha.
Berkat kegigihannya, kini Yudi telah memiliki hampir 500 mitra cabang Es Gak Beres di berbagai daerah. Jumlah tersebut tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Aceh, Jambi, Lampung, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Berawal dari gerobak kecil di pinggir jalan, kini Yudi bisa meraup omzet antara Rp100 hingga Rp150 juta per bulan dari penjualan bahan baku ke mitra cabang. Hasil pengembangan cabang Es Gak Beres bahkan dapat digunakan untuk membangun sebuah Cafe dan Resto pada Desember 2020 lalu. Cafe ini juga menjadi salah satu upaya Yudi untuk mempertahankan merek agar dapat berkembang dan bertahan lebih lama lagi. Perkembangan usaha ini juga telah membantu mempekerjakan 40 orang karyawan di bidang produksi bahan baku dan 10 orang untuk pengelolaan Cafe dan Resto.
Di-Bully hingga Ditipu Karyawan
Perjalanan Yudi Efrinaldi yang suskes mengembangkan Es Gak Beres melewati berbagai tantangan dan rintangan. Di awal-awal mengembangkan Es Gak Beres, Yudi harus menerima kenyataan pahit ketika produknya di-bully pelanggan.
Hal itu terjadi setelah produk yang dijual Yudi tak laku hingga sore hari. Saat itu rasa dari es buatan Yudi agak berubah. Pembeli lalu mengunggah (memposting) es buatan Yudi dan mem-bully di media sosial.
“Setelah Ramadan, kita coba jualan es yang sama di lebaran. Tapi itu nggak laku. Karena nggak laku dari pagi sampai sore, rasa es-nya berubah. Nggak enak lagi. Maka banyaklah di media sosial, di-bully,” tutur Yudi Efrinaldi.
Yudi mengakui bila dirinya sempat down saat usahanya di-bully di media sosial. Namun semangat untuk terus berusaha tak padam. Berangkat dari situ, Yudi lalu merancang produk baru dengan tetap menggunakan branding Es Gak Beres. Yaitu produk minuman kekinian. Berbekal resep coba-coba yang ditonton dari kanal Youtube.
Tantangan lain yang dihadapi Yudi ketika branding Es Gak Beres miliknya viral. Situasi itu membuat banyak yang turut mengikuti dengan menjual produk yang sama.
“Itu menjadi tantangan tersendiri bagaimana menghadapi kompetitor dengan produk yang sama,” kata Yudi.
Menghadapi situasi persaingan dengan produk yang sama, Yudi lalu menerapkan strategi positioning. Yaitu menempatkan produknya sebagai pilihan pelanggan. Strategi itu ditempuh melalui mempertahankan cita rasa khas yang dimiliki.
“Kelebihan produk kita apa itu yang kita jaga. Kita pertahankan rasa, kualitas bahan bakunya,” urai Yudi.
Demikian pula ketika mitra yang seharusnya membeli bahan baku ke Yudi selaku pemilik Es Gak Beres. Beberapa mitra memilih bahan baku lain, atau tak sama dengan yang digunakan dengan Es Gak Beres. Hal itu mengakibatkan rasa dari es yang dihasilkan berbeda dengan Es Gak Beres.
“Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap citra dan pemasaran Es Gak Beres,” ucap Yudi.
Seiring berkembangnya usaha Es Gak Beres maka menuntut pula ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Apalagi pengelolaan bahan baku yang jumlahnya sangat banyak.
“Kita kekurangan SDM untuk manajemen stok bahan baku yang begitu banyak karena basic kita adalah pedagang kecil. Ketika kita menghadapi banyak oderan, kerepotan di situ,” urai Yudi.
Di sisi lain, Yudi mengaku pernah mengalami pengalaman pahit ketika orang yang dipercaya tak amanah. Ia mengaku sempat kecewa dengan situasi tersebut. Meski demikian, Yudi tetap optimistis dan berkeyakinan usaha yang dijalankan akan terus berkembang.
Situasi Covid-19
Masa pandemi yang melanda tanah air pada 2020 hingga 2022, mempengaruhi banyak hal. Tidak hanya di bidang kesehatan, perekonomian juga ikut terdampak situasi pandemi. Hal tersebut turut dialami Es Gak Beres. Di kala situasi pandemi, penjualan Es Gak Beres mengalami penurunan. Sejumlah mitra yang sebelumnya aktif berjualan memilih untuk berhenti berjualan.
“Terutama mereka yang jiwa berusahanya belum kuat, maka memilih untuk tak lagi berjualan,” kata Yudi.
Meski begitu, Yudi tetap optimistis. Penyesuaian demi penyesuaian dilakukan untuk menghadapi perkembangan situasi. Alhasil pasca pandemi, usaha Es Gak Beres bangkit kembali seiring mulai bergeliatnya ekonomi.
Anugerah SATU Indonesia
Kesuksesan mengembangkan Es Gak Beres membawa Yudi Efrinaldi menjadi penerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award di bidang Kewirausahaan 2021. Anugerah tersebut diberikan kepada Yudi yang dinilai memiliki peran besar dalam mengembangkan kewirausahaan. Usaha itu tak memberi dampak terhadap dirinya, tetapi juga mendatangkan dampak positif bagi masyarakat. Termasuk menciptakan peluang kerja di berbagai daerah.
Yudi mengaku, anugerah tersebut menjadi sebuah motivasi khusus bagi dirinya untuk terus berusaha. Terutama mendorong tumbuhnya para wirausahawan baru di kalangan generasi muda.(hasan/gopos)