Sudah lebih dari sepekan. Investasi online FX Family menjadi perbincangan warga Gorontalo. Tidak hanya para member atau anggota. Mereka yang non-member pun ikut menaruh perhatian terhadap investasi yang dikelola oleh AY alias Rinto, oknum anggota Polri yang bertugas di Polsek Paguat, Pohuwato.
Sedianya investasi online FX Family, yang dikelola AY, sudah bergulir sejak 2020 silam. Akan tetapi nama FX Family baru familiar bagi publik Gorontalo pada awal Desember 2021. Ketika puluhan warga mendatangi Polsek Paguat malam hari. Mencari keberadaan Rinto dan menagih janji yang diberikan. Para warga itu adalah member FX Family. Mereka datang lantaran janji pencairan profit atau keuntungan tak kunjung tiba. Padahal saat melakukan prospek alias promosi, profit dijanjikan dicairkan tepat waktu.
Kegundahan hati para member FX Family makin bertambah. Setelah ditetapkan daftar pencarian orang (DPO) karena mangkir dari tugas sebagai anggota Polri, kini Rinto telah ditahan Polda Gorontalo. Situasi itu membuat harapan para member mendapatkan pencairan keuntungan makin menipis. Bahkan modal yang ditanam dengan nilai ratusan juta hingga miliaran rupiah terancam tak kembali.
Permintaan Rinto dibebaskan agar bisa menepati janji pencairan profit maupun pengembalian modal disampaikan para perwakilan member. Meski permintaan itu ibarat mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Sangat sulit bahkan hampir-hampir mustahil terwujud. Proses hukum sedang berjalan. Bila mengacu pada waktu penahanan yang diatur dalam KUHAP, penyidik diberi kewenangan melakukan penahanan hingga 20 hari dan dapat diperpanjang hingga 40 hari.
Situasi yang dialami para member FX Family beda tipis dengan yang dialami para member TVI Express pada 2010 silam. Bermodalkan Rp2,6 juta, seorang member bisa mendapatkan bonus hingga Rp80 juta dalam rentang waktu sekitar 3 bulan. Syaratnya setiap member harus menggaet orang lain untuk menjadi member baru. Polanya seperti skema pirimida atau lebih akrab disebut Phonzi. Makin banyak downline atau member baru yang direkrut maka bonus yang akan diterima makin banyak pula.
Promosi dari mulut ke mulut membuat bisnis dengan produk voucher hotel atau tiket pesawat itu meluas cepat di kalangan masyarakat Gorontalo. Apalagi para upline (orang yang menempati skema bagian atas) menawarkan bisnis TVI Express tak hanya melalui ucapan, tetapi juga dari penampilan hingga gaya hidup. Menggunakan handphone keluaran terbaru, hingga gonta-ganti kendaraan.
Daya pikat TVI Express makin kuat. Berbagai kalangan masyarakat di Gorontalo ikut nimbrung. Mulai pegawai kantoran, pedagang, hingga ibu-ibu rumah tangga menaruh modal dengan nilai bervariasi. Dari nilai minimal Rp2,6 juta hingga belasan dan puluhan juta rupiah.
Berselang setahun, TVI Express “meledak”. Harapan para member mendapatkan bonus puluhan juta menjadi mimpi buruk. Janji pencairan bonus molor hingga akhirnya tak jelas. Panik bercampur kesal. TVI menjadi “Tipu I” (Tipu Saya) menjadi ungkapan kegundahan para member.
Lima tahun berselang, menjelang akhir 2015. Demam investasi kembali melanda masyarakat Gorontalo. Kali ini namanya dikenal dengan istilah arisan “get-get”. Lagi-lagi bunga tinggi dengan waktu keuntungan yang singkat menjadi daya tarik. Setor 100 get 125 dalam dua pekan. Artinya dengan menyetorkan uang Rp100 ribu dalam waktu dua pekan akan kembali Rp125 ribu. Nilai bunga yang tak lazim, bahkan mustahil dilakukan Perbankan ataupun lembaga keuangan resmi.
Dalam hitungan hari, arisan get-get menjadi trending. Para warga terutama para ibu-ibu rumah tangga berbondong-bondong menanamkan modalnya jutaan hingga puluhan juta Rupiah. Awalnya bisnis yang dikelola oleh seorang ibu muda tersebut berjalan lancar. Bahkan sang ibu yang baru berusia 20-an tahun itu telah memiliki 10 agen dan 100 sub agen. Tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Gorontalo. Total investasi yang terkumpul ditaksir mencapai belasan hingga puluhan miliar Rupiah.
Tujuh bulan berjalan. Investasi bodong berkedok arisan get-get kembali meledak. Pencairan modal plus bunga kepada para member mulai mandek. Molor dan akhirnya macet. Ratusan member mengamuk. Datang ke tempat sang pemilik arisan. Berharap modal yang disetor bisa kembali walaupun tanpa bunga/keuntungan. Sayang harapan tersebut hanya menjadi pepesan kosong. Isi brankas yang disebut tersimpan uang member ternyata hanya ada beberapa juta Rupiah saja.
Berselang lima tahun lagi. Demam investasi kembali melanda publik Gorontalo. Kali ini namanya investasi online dengan produk perdagangan mata uang atau lebih dikenal istilah Forex (Foreign Exchange). Ditengarai ada belasan hingga puluhan broker investasi online Forex di Gorontalo. Tapi beberapa di antara mereka terbilang nekat. Mematok profit hingga 30 persen dalam waktu singkat. Alhasil banyak warga berlomba-lomba menanamkan modalnya ke sang broker. Berinvestasi dengan harapan mendapat keuntungan berlipat. Tak pernah membayangkan risiko yang akan dihadapi. Nyaris belum pernah mendengar “high profit high risk”.
Peringatan dari sejumlah pihak agar waspada terhadap iming-iming bunga tinggi seakan berlalu begitu saja. Hasrat begitu kuat seringkali mengalahkan logika. Tak peduli dengan analisis apalagi teori dari pakar secara ilmiah. Praktik singkatnya tanam modal, tunggu, nilai keuntungan sekian.
Tak jauh beda dengan investasi berbunga tinggi sebelum-sebelumnya. Manis di awal, pahit kemudian. Kini salah satu broker investasi online forex sedang bermasalah. Menjalani proses hukum terkait pelanggarannya yang mangkir dari tugas sebagai anggota Polri. Masalah sang broker berimbas pada puluhan ribu anggota yang menjadi member investasi bernama FX Family. Mereka dalam keadaan cemas dalam dua pertanyaan senantiasa mengisi benak. Apakah modal yang sudah ditanam kembali? Atau malah menjadi daftar korban investasi bodong yang sudah pernah terjadi sebelumnya? (tim/gopos)