GOPOS.ID, GORONTALO – Tekanan inflasi yang terjadi di Gorontalo menjelang Iduladha 1443 H direspon cepat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TIPD) Provinsi Gorontalo. Tiga langkah direkomendasikan untuk menahan laju inflasi di Gorontalo.
Pertama, melaksanakan Operasi Pasar Murah (OPM) secara lebih intensif untuk komoditas bahan pokok yang rentan mengalami peningkatan harga. Yaitu cabai rawit, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam.
Kedua, memperkuat pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk komoditas yang rentan mengalami defisit pasokan di Gorontalo seperti cabai rawit dan bawang merah. Kerjasama antardaerah yang ada saat ini adalah Gorontalo, Manado, dan Ternate. Selanjutnya yang akan dilaksanakan Gorontalo-Sulawesi Tengah dalam rangka ketersediaan pasokan komoditas.
Ketiga, memperkuat ketahanan pangan domestik melalui perbaikan di sisi budidaya (hulu) serta optimalisasi infrastruktur pendukung pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman pangan.
Ketiga rekomendasi ini disampaikan pada High Level Meeting TPID Provinsi Gorontalo yang dipimpin Penjabat Gubernur Gorontalo, Hamka Hendra Noer, Selasa (5/7/2022).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo, Rony Widijarto Purubaskoro, dalam pemaparannya menyampaikan tingkat inflasi Gorontalo pada Juni 2022, secara bulanan (mtm) dan tahunan (yoy), sudah mendekati batas atas dari sasaran inflasi tahunan Bank Indonesia yang mencapai 4,35% (yoy).
“Tingkat inflasi Gorontalo pada Juni 2022 relatif lebih tinggi dari Nasional dan Sulawesi, Maluku Papua (Sulampua). Inflasi di Gorontalo didominasi komoditas volatile foods, seperti cabai rawit, tomat, dan bawang merah,” ujar Rony Widijarto.
Menurut Rony Widijarto, tantangan inflasi ke depannya adalah komoditas dari kelompok volatile foods. Terutama pada komoditas yang memiliki andil cukup besar terhadap inflasi. Monitoring perkembangan harga di PIHPS yang dilakukan Bank Indonesia, inflasi di pasar tradisional saat ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan di pasar modern. Kenaikan harga dari 3 komoditas dari responden tersebut selama 3 (tiga) tahun terakhir ini dapat dikatakan cukup tinggi.
“Bank Indonesia telah berperan dalam membantu ketersediaan pasokan pangan melalui klaster-klaster pangan binaan, dalam hal ini adalah UMKM binaan. Selain itu, dimungkinkan juga kepada masyarakat untuk dapat menanam cabai melalui media seperti lorong cabai,” imbau Rony Widijarto.
Sejak 2020, Provinsi Gorontalo merupakan kategori daerah surplus cabai sehingga dapat memasok kebutuhan daerah lain yaitu di Sulawesi Utara dan Maluku Utara melalui mekanisme Kerjasama Antar Daerah (KAD). Seiring kondisi saat ini, harga cabai mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Penyebabnya antara lain rantai pasokan berkurang, terjadinya gagal panen yang berkepanjangan di tengah kondisi cuaca yang tidak stabil.
“Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo berinisiatif untuk menggalakkan kembali gerakan menanam cabai di lingkungan Pemerintah. Hal sebagai strategi jangka pendek untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan masyarakat,” tutur Rony Widijarto.
Pj. Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer mengatakan, menyikapi kondisi kenaikan harga-harga komoditas pangan tersebut, TPID dan seluruh komponen di Provinsi Gorontalo tentunya harus melakukan berbagai langkah sinergis, responsif dan tepat sasaran dalam menyikapi potensi inflasi di Gorontalo, khususnya bahan pokok.(hasan/gopos)