GOPOS.ID, GORONTALO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo merespons keresahan masyarakat dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan antara Komisi I dan Komisi IV, menyusul viralnya aksi tidak senonoh dalam sebuah pertunjukan seni yang melibatkan sejumlah transgender.
Peristiwa ini menuai kritik tajam karena dinilai bertentangan dengan nilai-nilai budaya, norma sosial, serta ajaran agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Gorontalo, bahkan memicu dugaan adanya unsur penistaan agama.
RDP tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Dulohupa DPRD Provinsi Gorontalo, dipimpin oleh Mohammad Ghalib Lahidjun dari Fraksi Golkar. Sejumlah pihak turut hadir dalam pertemuan ini, di antaranya para pelaku seni lokal, perwakilan Dinas Sosial Provinsi Gorontalo, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Gorontalo. Dalam forum tersebut, disepakati beberapa poin penting yang kemudian dirumuskan dalam bentuk rekomendasi, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Salah satu isu penting yang turut mencuat dalam diskusi adalah kekhawatiran akan meningkatnya perilaku menyimpang yang berdampak pada lonjakan kasus HIV/AIDS di Gorontalo. Oleh karena itu, DPRD menilai perlunya pembahasan lebih mendalam tentang perilaku seksual yang menyimpang dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Dalam pandangan Ghalib Lahidjun, penanganan masalah ini tidak cukup hanya dengan langkah-langkah spontan. Ia menekankan pentingnya merancang solusi berdasarkan kajian lintas sektor, termasuk pendekatan keagamaan, sosial, budaya, serta medis.
“Isu ini tidak bisa kita tangani dengan reaksi sesaat. Kita perlu duduk bersama, libatkan semua pemangku kepentingan, dan susun strategi jangka panjang yang menyentuh akar masalah,” ujar Ghalib dalam keterangannya kepada media.
Dari hasil RDP tersebut, DPRD mendorong agar segera digelar forum lanjutan yang lebih luas, melibatkan unsur masyarakat, akademisi, tokoh agama, serta instansi teknis untuk merumuskan langkah konkret yang sesuai dengan nilai dan norma lokal.
DPRD Provinsi Gorontalo berharap melalui langkah ini, ke depan tidak lagi terjadi pelanggaran nilai-nilai moral dalam kegiatan hiburan dan seni. Rekomendasi yang dihasilkan juga diharapkan dapat menjadi panduan dalam menjaga keselarasan antara ekspresi seni dan identitas budaya serta religius masyarakat Gorontalo. (isno/gopos)