GOPOS.ID, GORONTALO – Penyebaran penyakit Tuberkulosis dikenal dengan nama TBC atau TB di Gorontalo masih sering terjadi. Berdasarkan data dinas kesehatan provinsi Gorontalo. Angka kejadian TBC meningkat tajam setiap tahunnya.di tahun 2017, angka penderita TBC mencapai 1.293 kasus. Dan jumlahnya melonjak drastis pada tahun 2018 denga jumlah kasus 5.182 penderita.
Untuk itu, dr. Sri Rahmawaty P. Husain mengungkapkan bahwa TBC sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini menyerang tubuh manusia terutama paru-paru. Penularan Tuberkulosis yaitu melalui udara ketika penderita TB batuk, bersin atau bahkan berbicara.
“Gejala dari TB yang paling umum adalah batuk terus menerus lebih dari 2 minggu (berdahak maupun tidak berdahak). Gejala lainnya yaitu bisa demam meriang, batuk berdahak dengan lendir bercampur darah, nyeri dada, sesak, berkeringat malam, nafsu makan menurun dan berat badan yang turun,” ucap dr. Sri saat memberikan sosialisasi kepada pasien rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Hasri Ainun Habibie, Selasa (11/2/2020).
Lanjut dijelaskan dr. Sri ada beberapa jenis pemeriksaan TB. Pemeriksaan TB yang paling mudah dijangkau ada di puskesmas, yaitu dengan pemeriksaan lendir sebanyak 3 kali. Pertama di saat pasien datang ke puskesmas, kemudian disaat pagi hari setelah bangun tidur dan terakhir disaat datang selanjutnya di puskesmas.
Untuk masyarakat yang sudah terkena penyakit TB, maka pasien tersebut harus teratur minum obat. Pengobatan TB jika baru pertama kali memakan waktu minimal enam bulan, dibagi dalam dua tahap.
Pada tahap awal obat diminum setiap hari selama minimal dua bulan. Kemudian pada tahap lanjutan obat diminum selang sehari. Waktu pengobatan bisa bertambah jika setelah pengobatan dilakukan pemeriksaan masih ditemukan kuman TB.
“Peran dari keluarga adalah sebagai pengawas minum obat. Mengingatkan dan memastikan pasien meminum obatnya secara teratur. Yang perlu diingat adalah TB bisa kambuh jika tidak diobati secara tuntas dan teratur. Tentu saja pengobatan TB relaps atau kambuh memerlukan waktu yang lebih panjang dan memperburuk kondisi pasien,” jelasnya.
Semua orang beresiko tertular TB. Hanya saja jika daya tahan tubuh seseorang cukup baik, maka kuman TB tidak akan memberikan gejala atau bahkan mati dilawan oleh tentara tubuhnya sendiri. Akan tetapi jika daya tahan tubuh seseorang tidak terlalu baik, maka orang tersebut bisa tertular dengan mudah. Orang – orang yang beresiko tertular misalnya anak-anak, lansia, penderita HIV, pasien Diabetes Melitus dan perokok.
“Untuk mencegah penularan TB, kita harus menerapkan etika batuk yang baik. Menutup mulut dan hidung dengan tisu atau sapu tangan ketika batuk atau bersin kemudian membuang tisu tersebut di tempat sampah tertutup lalu mencuci tangan setelahnya. Selain itu jangan membuang ludah ataupun dahak di sembarang tempat. Dan ketika kontak dengan orang lain sebaiknya penderita TB menggunakan masker. Perlu diberikan edukasi kepada pasien tb terutama yang sudah terdiagnosa dan belum memulai pengobatan untuk selalu menggunakan masker agar tidak menularkan kepada orang lain,”tandas dr Sri. (Andi/gopos)