GOPOS.ID, GORONTALO – Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo memberikan pujian kepada Puskesmas Dungaliyo setelah berhasil meraih prestasi yang membanggakan yakni penghargaan Satiya sebagai puskesmas inovatif dalam penyelenggaraan Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM).
Penghargaan tersebut diterima oleh Kepala Puskesmas Dungaliyo, Fadlun Bagu dan Inovator Puskesmas, Noval Y. DJ. Polapa saat acara puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Aula Swabessy Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kamis (8/6/2023).
Kepala Puskesmas Dungaliyo, Fadlun Bagu mengungkapkan penghargaan ini berhasil diraih karena inovasi yang dilakukan oleh puskesmas yaitu Gemilang Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Ketumbar.
“Inovasi Gemilang PTM dilakukan untuk mendeteksi penduduk usia 15 tahun keatas yang memiliki faktor risiko PTM dan yang telah terkena PTM serta melakukan upaya intervensi dan edukasi kesehatan. Kegiatan tersebut dilakukan di pos-pos yang telah dibentuk didesa juga di sekolah,” ungkap Fadlun.
Sedangkan inovasi Ketumbar, lanjut Fadlun disiapkan untuk masuk tahap Upaya Berhenti Merokok (UBM) dengan sasaran perokok DO dan kambuh dalam berhenti merokok yang diberikan konseling khusus dan dipantau secara rutin dengan melibatkan keluarga sehingga perokok aktif benar-benar berhenti.
“Ketumbar dilaksanakan diruangan khusus yang telah disiapkan di puskesmas maupun di desa untuk tempat konseling,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Anang S. Otoluwa menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat atas inovasi yang dilakukan puskesmas Dungaliyo.
“Apa yang dilakukan oleh Puskesmas Dungaliyo diharapkan dapat dijadikan momentum untuk menekan angka perokok aktif serta bisa memberikan kontribusi positif bagi program kesehatan,” tegas Anang.
Anang juga mengingatkan dengan inovasi berhenti merokok ini diharapkan akan memberikan dampak positif dalam upaya mencegah stunting serta penyakit tidak menular.
Hal itu terlihat dari data dari Kemenkes menunjukkan balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang bukan perokok.
“Dan 5,5% balita yang tinggal dengan orang tua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting,” tutupnya. (Putra/Gopos)